Nama Mirza Riadiani barangkali memang
tidak dikenal. Tetapi nama penyanyi cilik yang mencuat di tahun 70-an
lewat lagu “Helly” nama seekor anjing kecil, pasti semua orang sudah
dapat menebaknya. Ya. siapa lagi kalau bukan Chicha Koeswoyo yang sekarang lebih dikenal sebagai wanita karier. Chicha sekarang memang Direktur PT Chicha Citrakarya
yang bergerak di bidang Interior Design, Enterprise, Grafic Design, dan
Landscape. Yang jelas perbedaan antara Chicah cilik dan Chicha sekarang
bukan pada penyanyi atau wanita karier; tetapi pada keyakinan imannya.
Chicha hari ini adalah Chicha yang muslimah, yang hatinya telah
terbimbing cahaya kebenaran Dinullah (Islam).
Perihal keislaman saya, beberapa majalah
ibukota pernah mengakatnya. Itu terjadi tahun 1985. Singkatnya, saya
tergugah mendengar suara azan dari TVRI studio pusat Jakarta.
Sebetulnya saya hampir tiap hari mendengar suara azan.
Terutama pada saat saya melakukan olah raga jogging (lari pagi). Saat
itu, saya tidak merasakan getaran apapun pada batin saya. Saya
memperhatikannya sepintas lalu saja.
Tetapi, ketika saya sedang mempunyai
masalah dengan papa saya, saya melakukan aksi protes dengan jalan
mengurung diri di dalam kamar selama beberapa hari. Saya tidak mau
sekolah. Saya tidak mau berbicara kepada siapapun. Saya tidak mau
menemui siapapun. Pokoknya saya ngambek.
Pada saat saya mengurung diri itulah,
saya menjadi lebih menghabiskan waktu menonton teve. Kurang lebih pulul
18.00 WIB. siara teve di hentikan sejenak untuk mengumandangkan azan
magrib.
Biasanya setiap kali disiarkan azan
magrib, pesawat teve langsung saya matikan. Tetapi pada saat itu saya
betul-betul sedang malas, dan membiarkan saja siaran azan magrib
kumandang sampai selesai. Begitulah sampai berlangsung dua hari.
Pada hari ketiga, saya mulai menikmati
alunan azan tersebut. Apalagi ketika saya membaca teks terjemahannya di
layar teve. Sungguh, selama ini saya telah lalai, tidak perhatikan
betapa dalam arti dari panggilan azan tersebut.
Saya yang sedang bermasalah seperti
diingatkan, bahwa ada satu cara untuk meraih kesuksesan hidup di dunia
dan di akhirat kelak, yaitu dengan shalat. Di sisi lain, suara azan yang
mengalun syahdu, sanggup menggetarkan relung hati saya yang paling
dalam. Hati saya yang resah, seperti di sirami kesejukan. Batin terasa
damai dan tenteram.
Memutuskan Masuk Islam
Kebetulan meskipun beragama kristen,
tetapi saya sekolah di SMA Yayasan Perguruan Islam Al-Azhar Kebayoran
Baru. Sejak peristiwa itulah saya menjadi sering merenung dan
memperhatikan teman-teman yang melaksanakan shalat di Masjid Agung
Al-Azhar yang memang satu kompleks dengan sekolah saya.
Saya pun mulai sering berdiskusi dengan
teman-teman sekelas, terutama dengan guru agam saya Bp Drs. Ajmain
Kombeng. Beliau orang yang paling berjasa mengarahkan hidup dan
keyakinan saya, sehingga akhirnya saya membulatkan tekat untuk memeluk
agama Islam. Apalagi menurut silsilah, keluarga kami masih termasuk
generasi kedelapan keturunan (trah) Sunan Muria.
Alhamdulillah, rupanya, masuk islamnya
saya membawa berkah bagi keluarga saya dan keluarga besar Koeswoyo.
Tahun 1986, saudara sepupu saya, Sari Yok Koeswoyo, mengikuti jejak saya
ke jalan Allah. Bahkan di awal 1989, adik kandung saya, Hellen, telah
berikrar mengucapkan dua kalimat syahadat. Alhamdulillah, tidak ada
masalah yang berarti dengan keluarga kami.
Dengan Islamnya Hellen, saya merasa
mempunyai teman untuk berkompetisi mendalami ajaran Islam. Pada setiap
Kamis sore, ba’da shalat ashar, kami berdua tekun mendalami Islam kepada
seorang guru mengaji yang datang kerumah. Sekarang ini saya sedang
tekun mempelajari Al-Qura’an. Meskipun saya akui masih rada-rada susah.
Dari hasil pengkajian saya terhadap Islam
dan Al-Qur’an, saya berpendapat bahwa semua permasalah yang ada didunia
ini, jawabannya ada di dalam Al-Qur’an. Sebagai orang yang baru
merintis usaha, saya tentu pernah mengalami benturan-benturan bisnis.
Jika kegagalan dikembalikan kepada takdir Allah, maka insya Allah akan
ada hikmahnya. Menurut saya, manusia boleh saja merencanakan seribu satu
planning, tetapi yang menentukan tetap yang di atas (Allah SWT).
Dakwah di Australia
Setalah tamat di SMU Al-Azhar Kebayoran
Baru, Jakarta Selatan, tahun 1987 saya melanjutkan kuliah di Stamford
Colege, mengambil jurusan Managerial Principples. Selama satu tahun
setengah, saya bermukim di Negeri Kanguru, Australia. Setelah itu,
selama setahun saya bermukim di Singapura, masih di lembaga yang sama,
Stamford College Singapore.
Selama di Australia, saya mempunyai
pengalaman menarik. Misalnya, kalau saya ingin shalat berjamaah ke
masjid maka saya harus ke daerah Lucinda di negara bagian Queensland.
Jauhnya sama antara Jakarta-Puncak, sekitar 90 km.
Sewaktu saya shalat di apartemen, sahabat
akrab saya orang Australia, memarihai saya. “Ngapain kamu
menyembah-nyembah begitu,” katanya bersungut sungut. Lalu saya jawab,
“Sekarang saya jauh lebih tenang daripada tadi, dari pada 5-10 menit
yang lalau. “Setelah itu, kami terlibat diskusi serius tentang perbedaan
Islam dan Kristen.
Alhamdulilah, sejak saat itu kawan saya
tampak serius mempelajari Islam. Meskipun sampai saat ini, saya tidak
tahu lagi apakah ia sudah masuk Islam atau belum. Tapi buat saya
sendiri, peristiwa itu memberikan kesan yang cukup dalam. Meskipun
kecil, terapi terasa telah berbuat sesuatu yang berarti bagi diri saya
dan agama saya, Islam [alief/gema-insani]
sumber : http://kisahmuallaf.wordpress.com
0 comments:
Post a Comment