Bayan Syuro Ust. Luthfi Al Banjari : Iman Kemauan vs Iman Kemampuan
Sabtu, 5 April 2003
Mufti Muhammad Luthfi Al Banjari
Syuro Indonesia, Banjarmasin
Musyawarah Indonesia
Bayan Subuh
Mesjid Jami Kebon Jeruk
Assalamulaikum Wr. Wb.
Alim Ulama senantiasa mengatakan bahwa kejayaan, kebahagiaan, dan
kesuksesan manusia ini ada dalam Iman dan Takwa, bukan dalam kebendaan.
Ada suatu kesalah fahaman dalam pemikiran manusia yang telah ditantang
oleh Allah Ta’ala. Apa kesalah fahaman manusia tersebut yang di tantang
oleh Allah Ta’ala ? dalam sebuah riwayat ada mahfum firman Allah :
Adapun manusia apabila di uji oleh RabbNya, diberikan kemuliaan,
kedudukan ( jabatan sebagai seorang menteri, gubernur, presiden, dan
sebagainya), kemudian diberikan kenikmatan, diberikan kesehatan,
kekayaan ( rumah, kendaraan, tempat tinggal, dsb ), sehingga dia berkata
“Rabbku telah memuliakan aku” (telah menjayakan aku, telah mensukseskan
aku). Sedangkan kalau dia diuji berupa jabatan tidak ada, rizki
disempitkan oleh Allah, makan kadang-kadang sekali sehari, kekurangan
lagi, tidak ada kenikmatan berupa duniawi tadi, lantas dia berkata,
“Rabbku telah menghinakan aku.” Lalu Allah bantah ini dengan “Kalla :
Tidak Benar” Ini hanya merupakan pendapat yang salah kalau manusia
mengatakan bahwasanya:
1. Allah telah muliakan dan sukseskan manusia kalau mereka sudah mendapatkan kedudukan dan kenikmatan kebendaan
1. Allah telah hinakan dan gagalkan manusia saat kemiskinan telah datang kepada kehidupan dia.
à Maka Allah katakan ini “Kalla : Tidak Benar”
Begitu pula ketika manusia mengumpulkan hartanya dan mengira bahwa
hartanya tadi akan mengekalkan kehidupan dia, yang akan memberikan
kenyaman kepadanya di dunia dan akherat. Maka Allah katakan dalam ayat
qur’an ( Surat Al Humazah ) mahfum :
“ Kenapa dia senantiasa mengumpulkan hartanya, dan dia
menghitung-hitung terus hartanya tadi, dia mengira bahwasanya hartanya
itulah yang akan mengekalkan dia di dalam kehidupan ini.”
à Maka Allah katakan ini “Kalla : Tidak Benar”
Jadi harta bukanlah sarana untuk membahagiakan orang atau mengekalkan
kebahagiaan tadi dalam kehidupan dunia, Allah katakan “Kalla : itu
tidak benar”. Maka siapakah orang yang berbahagia tersebut ? Allah
jelaskan dalam surat Al Baqarah ayat 1-6. Jadi ini Al Qur’an Allah
turunkan kepada umat Nabi Muhammad SAW adalah untuk membimbing kehidupan
mereka yang bertakwa. Lantas siapa orang yang bertakwa yang akan
mendapatkan kebahagiaan tadi ? yaitu orang yang :
1. Hatinya senantiasa beriman kepada yang Ghaib
2. Badannya yang selalu diarahkan untuk melaksanakan segala perintah Allah
3. Hartanya yang senantiasa digunakan sesuai dengan keinginan Allah.
4. Akalnya yang selalu dibawah panduan ilmu para Anbiya AS.
5. Pandangannya senantiasa kepada Akherat
Allah firmankan dalam ayat tersebut mahfum siapa orang yang bertaqwa
itu yaitu orang-orang hatinya selalu terpaut pada yang ghaib, bukan pada
yang nampak. Lalu Orang yang senantiasa menggunakan seluruh anggota
badan dia untuk melaksanakan perintah Allah yang terbesar yaitu Sholat.
Sedangkan Harta yang Allah berikan kepada dia digunakan sesuai dengan
keinginan Allah. Sedangkan akal fikirannya atau otaknya senantiasa dia
letakkan dibawah panduan ilmunya para Nabi. Jadi ilmu yang benar adalah
ilmu yang datang dari Allah melalui Anbiya AS. Sedangkan ilmu yang
datang daripada manusia ini bukan ilmu namanya, tetapi namanya Funun,
Seni atau Teknik. Tidak ada istilah ilmu pertanian, tetapi sebenarnya
seni atau teknik pertanian. Ilmu kedokteran, ini sebenarnya tidak ada,
yang ada seni atau teknik kedokteran. Semua yang datang selain daripada
Allah itu bukan ilmu, yang namanya ilmu dalam pemahaman agama islam itu
adalah ilmu yang dibawa oleh para Anbiya AS. Ciri orang bertakwa lagi
dalam ayat ini adalah orang yang pandangannya selalu pada akherat. Jadi
yang namanya Mustaqbal, atau masa depan orang beriman itu kapan ?
bukannya kapan saya kawin ? Nanti punya anak berapa ? Asuransi untuk
anak berapa ? ini bukanlah Mustaqbal, tetapi Mustadba. Sedangkan Al
Mustadba dalam bahasa arab ini adalah sesuatu yang akan kita tinggalkan.
Kalau Mustaqbal ini adalah Masa Depan yang akan datang. Masa depan
orang beriman itu tiba ketika kematian itu tiba. Jadi masa depan yang
perlu kita fikirkan adalah hari pertama saya masuk kubur itu adalah masa
depan. Maka Nabi SAW berkata mahfum bahwa orang yang pinter itu adalah
orang-orang yang terus menerus menghitung dirinya. Kalau menurut
pandangan otaknya orang yahudi dan nasrani, orang yang pinter itu adalah
orang suka menghitung-hitung duitnya, asetnya, dagangannya, ekonominya
sehingga semakin kaya. Tetapi kata nabi orang yang pinter bukanlah orang
yang seperti ini, tetapi orang yang senantiasa menghitung dirinya,
menghitung-hitung kejelekan dirinya, kurangnya amalnya, dosanya,
Muhasabah. Kemudian orang yang pinter menurut Nabi adalah orang yang
mempersiapkan dirinya untuk masa depan yaitu kehidupan sesudah mati.
Jadi orang yang pintar menurut Agama ini adalah :
1. Orang yang senantiasa Muhasabah atas dirinya
2. Orang yang mempersiapkan dirinya (dengan Iman dan Amal) sebelum mati
Bagiamana persiapannya yaitu dengan memaksimalkan potensi yang dia
miliki dalam kehidupan yang sekarang, dia gunakan untuk masa depan,
akherat. Dia senantiasa bekerja, berusaha, untuk kehidupan masa depan,
yaitu kehidupan sesudah mati. Inilah orang yang pintar menurut Allah dan
RasulNya. Jadi konsentrasi kerja dia itu adalah untuk persiapan sebelum
mati atau ketika masuk kubur. Sedangkan orang yang bodoh menurut agama
itu adalah orang yang hidupnya selalu mengikuti nafsunya saja. Lalu
anehnya lagi orang seperti ini, sudah hidupnya hanya mengikuti nafsu,
malah berangan-angan untuk masuk surganya Allah. Dikiranya Surga itu
hanya dengan nafsu dan angan-angan saja bukan dengan amalan. Padahal
Allah sudah telah jelaskan untuk mendapatkan kerjanya Allah harus kerja,
yaitu dengan harapan dan usaha yang sungguh-sungguh. Allah berfirman
mahfum :
“Innaladzina’amanu walladzina hajaru wa jahadu fissabillillah ula’ikayarju Rahmatallah…”
Jadi orang-orang yang dikatakan “Yarju Rahmatallah” betul-betul
mengharapkan Rahmat Allah itu siapa ? bukan orang yang mengkhayal dalam
kehidupan, bukan orang yang tidur dan malas dalam kehidupan, tidak bukan
itu. Jadi siapa ? yaitu sesungguhnya mereka adalah orang yang beriman.
Imannya diapakan ? bukannya ditinggal ditempat, diam saja, tetapi dibawa
hijrah. Hijrahnya bukan untuk keduniaan atau untuk meningkatkan
kebendaan, tetapi hijrahnya untuk memperjuangkan agama Allah. Inilah
orang-orang yang dikatakan sebagai “Ulaika Yarju Rahmatallah” yaitu
orang-orang yang betul-betul mengharapkan Rahmat Allah. Maka Nabi SAW
katakan mahfum : “Saya tidak pernah melihat orang yang mengejar Surga
ini tidur dan saya tidak pernah melihat orang yang lari dari Neraka ini
tidur” .
Dicontohkan seperti :
Contoh I :
“seseorang yang letih karena pagi dia mengajar, siang dia mengojek,
malam dia satpam, sehingga ketika selesai tugas sampai dirumah dia
hendak tidur dikamar rumahnya tiba-tiba ada api menyala sehingga dia
teriak-teriak api, terbelalak tidak bisa tidur. Ia terkaget sehingga
hilang rasa ngantuknya, karena ada rasa panik takut terkena oleh
sengatan api. Padahal sebelumnya dia dalam keadaan super letih dan tidak
bertenaga. Namun ini hanya dengan api dunia saja, dia bisa ketakutan,
panik, sehingga menghilangkan rasa ngantuk. Bagaimana jika dia
mengetahui Panasnya dan Penderitaannya terkena siksa api neraka.”
Contoh II :
“Seorang suami yang baru menikah muda datang dalam keadaan super
letih dari kerja, sampai dirumah istrinya menyambut dalam keadaan sudah
bersolek, makanan dan kopi sudah tersedia, lalu dipijitin. Maka si suami
ini melihat keadaan seperti ini langsung bangkit gairahnya sehingga
hilang rasa ngantuk dan letihnya. Ini baru kenikmatan dunia bagaimana
kenikmatan di surganya Allah.”
Jadi betul itu kata Nabi bahwasanya beliau tidak pernah melihat orang
yang mengejar surga ini dan orang yang lari dari neraka ini mengantuk,
atau tidur. Allah ceritakan di dalam Al Qur’an bahwa ciri orang yang
mewarisi surga ini tidur juga dia di dunia ini, bukannya tidak tidur,
tetapi tidurnya adalah : “Kholilan minal Laili ma Yarja’un” , apa itu ?
yaitu :
1. Sedikit tidurnya
2. Sebagian kecil dari malamnya
3. Lalu ditambah dengan kata “Ma” yaitu lebih sedikit lagi tidurnya
4. Yarja’un ini tidurnya kambing
Jadi orang beriman ini tidurnya bukan seperti kerbau, tetapi seperti
kambing. Bagaimana itu tidurnya kambing ? Kambing ini tidurnya jika
terdengar suara sedikit langsung bangun, kalau kerbau ada suara gak ada
suara dia tidur terus. Para Nabi AS ini memelihara kambing, bahkan nabi
SAW sendiri sangat menyukai kambing, untuk diambil pelajaran, meniru,
daripada tidurnya kambing. Jadi orang beriman ini tidur, ketika
dibangunkan atau terdengar suara adzan, langsung dia bangun, bukannya
seperti kerbau, bangun dikit lalu tidur lagi. Susah bangun, disiram
dengan air, terbangun lalu tidur lagi, ini kerbau namanya. Kerbau
seperti ini tidak bisa masuk surga. Boleh tidur, tetapi tidurnya seperti
kambing, tidak susah dibangunkan.
Jadi tadi orang yang bertakwa itu adalah orang yang senantiasa
menggerakkan anggota badannya untuk melaksanakan perintah-perintah Allah
terutama Sholat. Ini karena kalau sholatnya sudah benar berarti
benarlah seluruh perbuatan dan pergerakan anggota badannya. Jadi kalau
sholatnya sudah benar pasti seluruh gerak geriknya diluar sholat juga
benar. Kenapa orang susah berhenti merokok ? ini pasti dan pasti
tangannya atau gerakkannya dalam sholat ini masih belum benar. Kenapa
seseorang masih main kartu, main domino, pasti gerakkannya dalam sholat
masih ada yang salah. “Pasti” disini adalah mutlak, bukan yang seperti
kalau makan pasti kenyang, ini justru “pasti” yang tidak mutlak benar.
“Pasti” dalam ilmu agama ini mutlak lebih pasti dari “Pasti” nya ilmu
manusia seperti 2+2 = 4. Hasil 4 ini sesungguhnya adalah “Insya Allah”
atau mudah-mudahan, tidak mutlak kepastiannya. Hasil dari
hitung-hitungan ilmu pastinya manusia, dimata ilmu agama tidak pasti,
karena ilmu pastinya manusia yang 4 bisa jadi 6, bisa jadi 8, tergantung
kepintaran melogikakan rumus. Tetapi “Pasti” dalam ilmu agama seperti
pada ayat : “Barangsiapa menolong agama Allah, Pasti Allah akan tolong
dia…”, dan “Pasti” disini adalah mutlak, tidak bisa pakai “Insya Allah”
atau “Mudah-mudahan” Allah tolong kamu, tidak bisa karena “Pasti” disini
adalah mutlak tingkat kepastiannya. Seseorang yang benar geraknya dalam
sholat ini “Pasti” tidak akan main domino, tidak akan main catur, tidak
akan keliru perbuatannya, dan tidak akan meleset gerakkannya, selalu
geraknya kepada yang benar dan baik. Mengapa seseorang masih
melangkahkan kakinya ke arah perbuatan yang buruk, ini karena dalam
sholat gerakannya masih salah, apalagi jika tidak sholat. Mungkin juga
kakinya ketika sholat belum lurus, masih mencong sana sini, sehingga
gerak kakinya diluar sholatpun masih kesana kemari, bergerak kearah
maksiat kakinya.
Jadi ciri-ciri orang bertaqwa tadi tadi adalah dia beriman
betul-betul kepada Allah, kepada yang ghaib, bukan pada yang nampak
saja. Ini karena kalau hanya pada yang nampak saja yakinnya, binatang
juga bisa. Orang beriman ini yakinnya pada yang tidak dilihat, yang
ghaib, inilah yang membedakan antara orang beriman dengan orang yang
kafir, orang beriman dengan binatang. Ayam kita panggil, ada beras
simpan di gudang, ayamnya tidak lihat beras tersebut, sehingga kita
panggil tidak mau ayam itu datang. Tetapi jika kita nampakkan berasnya,
tanpa kita panggil akan datang ayamnya. Inilah keyakinan ayam, begitu
juga dengan binatang lainnya ketika kita sembunyikan fadhilah atau
makanannya, maka mereka, bintang tersebut, tidak akan mau datang. Ini
namanya bukan Iman Bil Ghaib, tetapi Iman Bil Musyahadah, atau Iman
dengan yang nampak. Yang membedakan seseorang dengan binatang adalah
keyakinannya pada yang ghaib.
Contoh :
“Katika waktu dzuhur datang, dia mengojek, sudah mau ke mesjid,
tiba-tiba orang datang minta dihantarkan ke tanah abang dengan tarif Rp.
100.000 tidak jauh dari mesjidnya. Padahal ketanah Abang dari situ
cuman Rp. 10.000, tapi ini dikasih 10 kali lipatnya. Tetapi si ojek tadi
bilang, “Maaf Pak ini waktu sholat, tidak bisa mengantarkan.” Si ojek
tadi berkata lagi, “Kalau saya ambil uang Rp.100.000 ini berarti bapak
menganggap saya ini binatang.” Jika diambil oleh si Ojek berarti si ojek
ini imannya Musyahdah, hanya pada yang nampak, seperti binatang.
Sedangkan yang dimesjid ini jauh lebih mahal dari yang Rp.100.000 itu.”
Jadi orang bertaqwa tadi Imannya Bil Ghoib, dan gerak tubuhnya juga
benar. Maulana Yusuf berkata, “Kalau gerak badan seseorang telah
dikomando oleh sholat, maka kalo sholatnya benar, berarti geraknya
diluar sholatnya akan benar juga.” Pernah suatu hari beliau, Maulana
Yusuf Rah.,A, sedang duduk-duduk ada orang datang membawakan makanan
khidmat, terjatuh didepan beliau. Lalu beliau katakan, “Wahai saudara
perbaiki sholat kamu.” Kenapa ketika melayani orang sampai terjatuh, ini
berarti sholatnya belum benar. Kalau sholat seseorang ini sudah benar,
ini Allah telah janjikan :
“ Innasholata tanha anil fahsyai wal mungkar….”
Artinya : “Sesungguhnya sholat itu mencegah seseorang dari perbuatan fahsya dan mungkar.”
Jadi sholat inilah yang mencegah seseorang dari perbuatan fahsya dan
mungkar atau dari berbuat salah. Kalau sholat seseorang ini sudah benar,
maka pasti tidak akan berbuat kejahatan lagi diluar sholat. Maka untuk
menghilangkan segala kemaksiatan yang ada penting kita bawa orang kepada
sholat. Bawa orang kepada sholatnya Nabi SAW, maka akan hilang segala
kemaksiatan. Selama sholatnya tidak diperbaiki maka seseorang tidak akan
bisa untuk meninggalkan segala kemaksiatan yang ada. Maulana Saad
katakan dalam ayat :
“Wa aqimi sholah li dzikri….”
Artinya : “Dirikanlah sholat untuk mengingatku..”
Dalam ayat ini ada kata-kata “Iqoma” dan “Li Dzikri”, disini ada
Masa’il dan ada Fadhoil. Kata-kata “Wa Aqimi Sholah”, dirikanlah shlat,
ini adalah mashailnya. Penting kita belajar Ilmu Mashail daripada
sholat, sehingga sembahyang kita tidak sembarangan. “Li Dzikri” disini
agar kita dalam sholat ini membayangkan atau menghadirkan keagungan
Allah. Keagungan Allah ini dapat kita pelajari dari janji-janji Allah
dalam amal, yaitu Fadhoil Amal. Jadi Fadhoil Amalnya daripada sholat
juga harus kita pelajari juga, baru sholat kita akan benar. Jadi
sholatnya tadi betul-betul dapat menghadirkan kebesaran dan keagungan
Allah. Sebagaimana gerak gerik dia dalam sholat dia betulkan sehingga
pandangan, pendengaran, dan gerakannya tidak ada yang salah.
Kemudian harta yang dia gunakan sesuai dengan keinginan Allah.
Sehingga ciri orang yang bertaqwa ini, sebagaimana dalam sholat ini dia
tidak ingin ada gerakan yang tidak benar, maka dia tidak ingin satu
senpun dari uang dia tidak digunakan untuk keinginan Allah. Uang orang
yang beriman tadi karena merasa amanah daripada Allah, dia gunakan
sepenuhnya menurut keinginan Allah. Dia merasa uang yang dia miliki ini
bukan milik dia lagi.
Allah berfirman mahfum :
“Allah telah beli daripada orang beriman harta dan diri mereka dengan surga….”
Jadi harta yang kita miliki ini titipan, bukanlah milik kita lagi,
menurut firman Allah ini bahwa harta dan diri kita ini telah dibeli
Allah. Jadi karena sayangnya Allah kepada kita, maka harta ini
dititipkan lagi kepada kita untuk digunakan menurut yang Allah mau,
bukan yang kita mau. Inilah pentingnya sholat karena jika seseorang
sholatnya sudah benar, maka gerak geriknya diluar sholat juga akan
benar. Ketika dia mau menggunakan uang tadi, maka secara keseluruhan dia
gunakan uang tadi menurut keinginan Allah.
Contoh :
“Seorang ustadz bertanya kepada seseorang, “Apakah Taklim hidup
dirumah kamu ?” maka orang tadi menjawab, “Tidak hidup ustadz ?” si
Ustadz bertanya lagi, “Kenapa tidak hidup ?” Dia jawab, “Tidak ada uang
untuk beli buku taklim.” Si ustadz bertannya lagi, “Berapa harga buku
taklim ?” si orang tadi menjawab, “Rp 30.000,-“ si Ustadz bertanya lagi,
“kalau di foto copy berapa ?” si orang tadi menjawab, “Rp.100 per
lembar” Lalu si ustadz tadi berkata, “Tadikan kamu beli rokok dua batang
harganya berapa ?” si orang tadi menjawab, “Rp.1000,-“ Orang ini mampu
menggunakan hartanya untuk membeli rokok yang lebih mahal dan yang akan
mendatangkan mudharat untuk dia tetapi tidak dia gunakan untuk
memfotocopy 10 lembar fadhoil amal untuk kepentingan taklim atau agama,
inilah yang namanya penghianatan. Kata Ulama ini “Rizki Allah titipkan
pada dia seribu rupiah mampu membeli rokok 2 batang, tidak bisa fotocopy
10 lembar fadhilah sholat, inilah yang namanya penghianatan terhadap
rizki yang Allah berikan” Ciri orang bertaqwa tadi Allah berfirman
mahfum : “Wa mimma rozaknahum yunfikun.” Rizki yang Allah beri, dia
gunakan sesuai dengan keinginan Allah.
Kemudian ciri orang bertaqwa yang lain dia gunakan akal dia ini atau
otak dia ini, dia sandarkan kepada ilmu atau otak kenabian, ilmunya para
Anbiya AS. Banyak orang hari ini berasumsi bahwa otak umat islam sudah
di “Brain wash”, Otaknya sudah dicuci, dirusak oleh cara atau sistem
pendidikan orang kafir.
Contoh :
“Jika kita bertanya kepada pelajar SMA atau anak kuliahan, “Bagaimana
bisa turunnya hujan ?”, lantas si pelajar tadi akan menjawab, “Hujan
ini turun disebabkan karena adanya proses kondensasi, yaitu matahari
bersinar kelaut, lantas air laut akan menguap berkumpul menjadi awan,
lantas awan ini akan bergerak menuju suatu tempat dibawa oleh angin.
Ketika dinginnnya sudah mencapai derajat tertentu, maka awan tadi akan
turun menjadi hujan.” Ini adalah teknik atau seni yang dilogikakan
menurut akal manusia. Sedangkan menurut Agama, bahwa Allahlah yang
mendatangkan hujan dari langit. Sahabat Nabi tidak mengenal peristiwa
kondensasi, yang mereka tahu yang menurunkan hujan itu siapa ? Allah.
Para sahabat tidak peduli dengan peristiwa kondensasi, ada laut atau
tidak ada laut, bagi mereka tidak ada masalah. Anas bin Malik RA
kebunnya terletak di padang pasir yang luas, kebunnya kekurangan air,
tidak ada hujan, Cukup dengan sholat 2 rakaat minta hujan, maka hujan
turun hanya di kebunnya saja”
Ibnu Hadromi RA membawa rombongan ke Bahrain, termasuk Abu Hurairoh
RA didalamnya. Abu Hurairoh RA berkata bahwa dia melihat keutamaan
daripada amirnya. Ketika dalam perjalanan kehabisan bekal, air habis. Al
Hadromi RA, sholat 2 rakaat minta kepada Allah menurunkan hujan, maka
hujanpun turun. Sahabat tahu yang menurunkan hujan itu siapa ? Allah.
Inilah ilmu yang perlu kita pelajari, ilmunya siapa ? Ilmunya para
Anbiya AS. Orang miskin ini agar bisa meletakkan kemiskinannya, bawa
mereka kepada pengorbanan. Dalam ilmu manusia untuk dapat menghilangkan
kemiskinan harus dengan peningkatan dalam kebendaan dan harta. Sedangkan
dalam ilmu kenabian, untuk bisa menghilangkan kemiskinan harus dengan
bersedekah, berkorban, walaupun dalam keadaan miskin. Inilah bedanya
ilmu Nabi dan ilmu manusia dalam menghilangkan kemiskinan. Dalam suatu
riwayat Bukhori, Nabi SAW mengatakan mahfum kepada para sahabat terutama
yang miskin :
“Jauhilah Api Neraka walaupun hanya dengan separuh kurma “
Note Penulis :
Maksudnya apa ? ini adalah isyarat dari Nabi bahwa orang miskin saja
beliau minta untuk bersedekah, berkorban walaupun hanya dengan separuh
kurma, apalagi orang kaya. Mengapa nabi meminta orang miskin bersedekah
walaupun hanya separuh kurma ? ini agar hilang dari mereka sifat miskin.
Apa itu sifat miskin ? selalu ingin meminta kepada mahluk, dan merasa
kurang. Dengan memberi dalam keadaan miskin ini akan mendatangkan sifat
Qona’ah, sifat kaya, yaitu merasa cukup dengan apa yang dia punya. Hanya
orang mempunyai Qonaah dalam dirinya, sehingga walaupun dia miskin,
tetapi mampu memberi kepada orang lain. Ini ada orang kaya punya
kurmanya segudang, tetapi hanya mau memberi separuh kurma, ini namanya
orang kaya pelit dan miskin hatinya. Orang kaya seperti ini tidak akan
pernah menemukan rasa cukup dalam hatinya dan pasti akan menderita
hidupnya dengan harta yang dia tumpuk.Dengan semakin banyak memberi maka
akan semakin hilang sifat miskin dalam dirinya.
Di jaman nabi karena kekuatan Iman sudah sempurna, sehingga sahabat
ini hanya dengan satu kurma saja mampu menutupi seluruh kebutuhan makan
untuk kerja dalam satu hari. Hari ini berapa kurma kita perlukan untuk
dapat kerja dalam satu hari ? inilah perbedaan Iman kita dan Sahabat RA.
Jika Iman sempurna, tidak perlu kita punya banyak kurma atau banyak
harta untuk bisa menyelesaikan masalah kita. Dengan Iman yang sempurna
Allah akan datang keberkahan rizki dalam hidup kita. Keberkahan seperti
apa ? cukup dengan satu kurma dapat menyelesaikan seluruh kebutuhan
makan untuk satu hari.
Note Penulis :
Apakah mungkin kita bisa makan cukup satu hari hanya dengan satu
kurma ? Allah mampu menghidupkan orang 309 tahun tanpa makan dan minum
seperti kisah Ashabul Kahfi. Apalagi mencukupi kebutuhan makanan orang
untuk satu hari penuh hanya dengan satu kurma, mudah saja bagi Allah,
tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah. Jadi dengan keimanan Allah
mampu memberikan seseorang ini keberkahan. Apa itu yang namanya
Keberkahan :
1. 1. Jika diperlukan ada
2. 2. Mencukupi dan tidak berlebihan
3. 3. kecil atau sedikit tetapi dapat menyelesaikan masalah yang besar
Di dalam ilmu orang kafir ini kalau harta dibelanjakan maka ini akan
berkurang, tetapi di dalam ilmu kenabian harta yang dibelanjakan
dijalan Allah, atau yang disedekahkan, tidak akan berkurang bahkan
bertambah. Dalam suatu riwayat dikatakan mahfum :
“Tidak akan berkurang harta yang telah disedekahkan…”
Inilah yang namanya ilmu kenabian, hanya dengan sedekah maka sifat
miskin hilang, bahkan harta yang disedekahkan tidak akan berkurang
tetapi bertambah. Dalam suatu riwayat dikatakan bahwa :
“ Allah akan hancurkan riba dengan zakat “
Note Penulis :
Jadi semua sistem riba yang di rancang oleh orang kafir akan Allah
hancurkan dengan zakat. Maksudnya sistem riba ini nanti akan hancur
dengan keimanan, yaitu dengan zakat. Jadi zakat ini adalah alat yang
Allah gunakan untuk menghacurkan sistem riba yang di design sedemikian
rupa oleh orang kafir untuk menjauhkan umat islam dari Allah. Mau
menghancurkan orang kafir, mudah saja, yaitu dengan membayar zakat.
Disini seseorang ini akan menjadi kaya bukan dengan menyimpan uang
tetapi dengan dizakatkan, di infakkan, dan disedekahkan. Kaya disini
bukan kaya materi, tetapi kaya hati.
Dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 2, Allah berfirman :
“Dzalikal kitabula roibafihi hudallil muttaqien….”
Artinya : “Kitab Qur’an ini tidak ada keraguan padanya dan petunjuk bagi mereka yang bertaqwa”
Al Qur’an ini adalah kitab petunjuk bagi orang yang bertaqwa. Jika
kita bertakwa, mempunyai ciri-ciri orang yang bertakwa, maka Allah akan
bukakan kepada kita rahasia Al Qur’an. Di dalam Al Qur’an ini ayat-ayat
seperti surat Al Baqarah ayat 1, Alif Lam Mim, ayat muttawattir, artinya
ulama sepakat bahwa hanya Allah yang tahu. Maksudnya apa ? kalau kita
ingin dibukakan oleh Allah rahasia-rahasia Al Qur’an ini, maka kita
harus berani mengatakan :
“Ya Allah saya ini bodoh tidak tahu apa-apa, sedangkan Engkau sumber
Ilmu dan Maha Mengetahui segala-galanya, maka ajarkanlah kami dan
beritahukanlah kepada kami apa-apa yang kami tidak ketahui.”
Kalau mau diberitahu oleh Allah kita harus jantan mau mengakui bahwa
kita ini bodoh dan tidak tahu apa-apa di hadapan Allah. Jika kita mau
mengakui kebodohan kita dihadapan Allah, mereasa tidak tahu, dan ingin
tahu, lalu buat usaha untuk mencari tahu, barulah Allah akan bukakan
rahasia-rahasia Al Qur’an kepada kita. Jangan kita menjadi orang yang
sok tahu, jika kita sudah merasa tahu dan cukup dengan apa yang kita
punya, maka dalam suatu riwayat dikatakan Allah akan tutup pintu-pintu
keilmuan untuknya. Maksudnya selama seseorang sudah merasa tahu dan
cukup dengan ilmunya, maka Allah akan tutup pintu-pintu ilmu sehingga
ilmunya tidak dapat meningkat atau bertambah. Sebagaimana kita mengakui
kepada Allah tentang kebodohan kita, dan ketidak tahuan kita, maka
pengakuan ini juga berlaku atas harta, jabatan, anak, istri, toko, dan
keduniaan yang kita miliki. Kita harus merasa tidak tahu arti dan makna
dari semua keduniaan yang kita miliki dari manfaat dan mudharatnya. Kita
harus berkata :
“Ya Allah saya tidak tahu manfaat dan mudharat dari keadaan dan
kebendaan yang saya miliki, sebagaimana saya tidak tahu apa itu manfaat
dan mudharat dari istri saya, anak saya, harta saya, rumah saya, toko
saya, perdagangan saya, dan lain-lain. Hanya engkaulah yang mengetahui
manfaat dan mudharat dari semua ini, maka beri tahukanlah kepada kami
manfaat dan mudharat dari semua ini.”
Maka nanti Allah akan ajarkan kepada kita kemampuan untuk mengetahui
antara yang haq dan yang bathil, antara yang halal dan yang haram. Namun
untuk bisa dibukakan rahasia-rahasia ini, maka kita harus maksimalkan
kemampuan kita untuk mencapai derajat ketakwaan. Ini karena Al Qur’an
ini diperuntukkan hanya bagi orang-orang yang bertakwa. Maka untuk
sampai ke derajat taqwa ini penting kita perbaiki daripada mutu sholat
kita. Sahabat ini sholatnya mampu menghadirkan ketaqwaan kepada Allah
dalam sholat. Sehingga konsentrasi sholat mereka mampu menghilangkan
segala gangguan yang dapat mengganggu sholat mereka dan hanya melihat
Allah saja dalam sholatnya.
Contoh Sholat I :
Sholat Ali bin Abi Thalib RA, ketika beliau terpanah pahanya, beliau
RA meminta sahabat mencabut panahnya ketika sedang sholat. Ketika
dicabut dalam sholat, selesai mengucapkan salam, Ali RA tidak menyadari
atau mengetahui bahwa panah tersebut telah tercabut dari panahnya. Ini
dikarenakan kekuatan sholat Ali ini, kekhusyuannya dihadapan Allah dapat
menghilangkan segala sesuatu selain Allah saja yang nampak dalam
sholatnya. Inilah derajat ketakwaan sholatnya Ali RA.
Contoh sholat II :
Ada juga sholatnya Umar RA yang dalam suatu riwayat dikatakan bahwa
Umar RA ketika sholat mampu menggunakan kebersamaannya dengan Allah
dalam sholat untuk mengatur strategi perang. Disini Umar RA menggunakan
momentum sholat untuk mengatur strategi perang bersama Allah. Ini karena
derajat ketaqwaan Umar RA yang mampu merasakan kehadiran Allah di dalam
sholatnya, sehingga dia gunakan momentum ini untuk mengatur strategi
perang bersama Allah. Asbab ketaqwaan Umar RA ini, jangankan didalam
sholat, diluar sholatpun, syetan jika melihat bekas jejak langkah kaki
Umar RA sudah lari terbirit-birit.
Mana yang lebih baik antara sholat Ali RA dan Umar RA ? jawabnya
dua-duanya baik. Yang tidak baik adalah ketika dalam sholat yang kita
ingat adalah selain Allah yaitu keduniaan. Sehingga sahabat ini merasa
kalau mereka ingat selain Allah dalam sholatnya maka dia merasa
sholatnya ini tidak ada nilainya, rusak semuanya. Sehingga ada seorang
sahabat asbab dia terkesan dengan kebunnya ketika sholat, akhirnya
kebunnya itu dia infakkan seluruhnya kepada Nabi SAW untuk digunakan di
jalan Allah. Inilah ketaqwaan sahabat di dalam sholat mereka.
Jadi bagaimana ciri-ciri orang bertaqwa itu bahwa dia senantiasa
menggunakan hartanya ini sesuai dengan perintah dan keinginan Allah
Ta’ala. Kalau yang namanya orang bertaqwa ini, jangankan untuk berbuat
maksiat, untuk keperluan dia saja sudah takut untuk menggunakannya.
Dalam suatu mahfum hadits dikatakan :
“ Bertaqwalah kamu kepada Allah sesuai dengan kemampuan kamu.”
Tetapi awas disini, dan perlu kita hati-hati dalam menafsirkan hadits
disini. Maksud dari bertaqwa kepada Allah sesuai dengan kemampuan itu
tidak sama dengan sesuai dengan kemauan. Hari ini banyak orang
mengamalkan agama semaunya, menurut kemauannya, bukan kemampuannya. Jadi
orang bertaqwa ini harus dengan kemampuan, bukan dengan kemauan dia
saja. Beda antara orang yang beribadah dengan kemampuan dan kemauan.
Kalau orang beribadah dengan kemampuan dia yang dimaksimalkan, inilah
yang namanya Taqwa. Jika dia bertaqwa dengan kemampuan dia barulah
Nusroh Allah akan turun. Tetapi jika kita beribadah menurut kemauan
kita, maka pertolongan Allah tidak akan turun. Selama dia mengerjakan
ibadah dan ketaqwaan ini dengan memaksimalkan kemampuannya baru akan
datang petunjuk dan pertolongan dari Allah.
Contoh :
Jika kita diberi pertanyaan apakah sholat dirumah sah apa tidak ?
menurut fiqih agama itu sah-sah saja. Sembahyang di rumah nilainya cuman
1 derajat, sedangkan di mesjid 25 derajat. Jika 10 hari maka derajat
orang yang sholat di mesjid adalah 25 derajat x 5 waktu x 10 hari = 1250
derajat, sedangkan yang sholatnya dirumah adalah 1 derajat x 5 waktu x
10 hari = 50 derjat. Orang yang lebih memilih sholat di rumah dibanding
sholat ke mesjid ini adalah orang yang bodoh dan sombong, bukanlah orang
yang bertaqwa. Inilah makanya dalam suatu mahfum hadits dikatakan ingin
rasanya Nabi SAW ini membakar rumah-rumah orang yang sholat dirumahnya.
Sudah dikasih derajat yang lebih tinggi dengan sholat ke mesjid malah
milih sholat dirumah.Dan dalam mahfum hadits yang lain dikatakan,
andaikata orang munafik itu tahu keutamaan sholat di mesjid pada waktu
subuh dan isya, maka mereka akan bela-belain walaupun dalam keadaan
merangkan-rangkak untuk dapat ke mesjid. Ini karenakan orang munafik di
jaman Nabi saja sudah sholat 3 waktu ke mesjid yaitu dzuhur, ashar, dan
maghrib. Kini karena ketaqwaan sudah hilang dari umat, jangankan 3
waktu, hampir 5 waktu kini banyak mesjid kosong dari jemaah. Jadi kita
sudah mengalami degradasi ketaqwaan, lebih parah dari kemampuan untuk
sholat berjamaah orang-orang munafik di jaman Nabi.
Contoh II :
Hari ini ketika adzan mengumandang, lalu kita ajak orang untuk sholat
ke mesjid jawabnya apa, “Saya sholat dirumah saja deh, kan haditsnya
beribadahlah kamu menurut kemampuan kamu. Jadi saya mampunya masih
sholat dirumah” Inilah alasan mereka ketika diajak untuk sholat ke
mesjid. Padahal kakinya ada, tidak lumpuh, matanya ada bisa melihat,
kupingnya ada bisa mendengar. Bahkan dijaman Nabipun orang buta kalau
dia bisa mendengar suara adzan tetap diminta Nabi untuk pergi ke mesjid,
walaupun dia buta, apalagi orang yang sehat dan tidak ada cacat. Jadi
ketika dia mampu untuk pergi ke mesjid tetapi dia milih untuk sholat
dirumah, berarti orang ini sholat berdasarkan kemauan bukan kemampuan.
Dia mau sholat dirumah, semaunya dia, sedangkan maunya Allah ini agar
dia sholat di mesjid. Bukanlah dia seorang laki-laki kalau sholat
dirumah, karena hanya seorang perempuan yang sholat dirumah, laki-laki
sholat dirumah ini banci namanya. Dalam Al Qur’an ini yang sholat
berjamaah ke mesjid ini adalah laki-laki. Kalau perempuan mau sholat ke
mesjid prasyaratnya banyak, makanya perempuan ini dianjurkan sholatnya
dirumah, laki-lakinya yang ke mesjid. Jadi orang seperti ini menafsirkan
hadits bukan dengan tafsir Jallalain, tetapi namanya Tafsir Jalan Lain,
ngaco tafsirnya. Tafsir Jallalain itu yang bener, yaitu sholat di
mesjid berjamaah, bukan tafsir jalan lain yaitu sholat menurut kemauan
bukan kemampuan.
Contoh III :
Seseorang mampu untuk sholat tahajjud sebanyak 8 rakaat dan ditutup
witir 3 rakaat, dia mampu. Tetapi dia malah memilih tahajjud 2 rakaat
lantas tidur. Ketika ditanya kenapa tahajjud hanya 5 menit saja, atau 2
rakaat saja, dia jawab “Layukalifullahu Nafsan Illawusaha” artinyakan
Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya. Bukan ini tafsirnya, salah tafsirnya, dia menggunakan
tafsir jalan lain, bukan jallalain. Allah tahu kemampuan kita ini
berapa, misalnya Allah mampu kemampuan sholat kita ini sekian rakaat,
tetapi karena manunya dia 2 rakaat, ya sudah tutup buku. Bahkan
kemampuan tadi kalau tidak diasah, ditingkatkan, harus dilatih terus,
maka lama kelamaan akan hilang kemampuannya karena lemas atau tidak
berdaya oleh kemauannya. Seperti seseorang mengangkat beras kemampuannya
bisa mengangkat sapi 100 Kg beras, tetapi karena tidak dilatih,
mengangkat yang 20 Kg saja sudah teler dia. Padahal kalau dilatih dari
mengangkat 10 Kg, lalu meningkat 20 Kg, ternyata karena dilatih mampu
mengangkat 100 Kg sebenarnya dia.
Jadi inilah tujuan Dakwah ini diantaranya adalah untuk menggali
potensi yang ada dalam diri kita, menggali kekuatan kita. Mampu kita
sebenarnya pergi keluar di jalan Allah, tetapi potensi ini terpendam,
karena tidak digunakan. Jadi kita melatih diri kita untuk mencapai
daripada batas akhir kemampuan, bukan daripada kemauan. Kemampuan ini
yang bagaimana ? Allah firmankan dalam Al Qur’an :
“Walladzinajahadu fina lanahdiyannahum subulana…”
Artinya : “Barangsiapa bersungguh-sungguh (bersusah payah, berjuang
untuk agamaku), maka pasti akan kami bukakan pintu-pintu menuju kami…”
Jadi dalam ayat ini jika ulama yang ahli nahwu, maka ada 12 derajat
pasti, minimal 3 kali pasti. Maksudnya dalam ayat ini adalah barangsiapa
bermujahaddah, bersusah payah, bersungguh-sungguh, bekerja melaksanakan
perintah Allah tadi dengan sesuai dengan batas akhir kemampuan dia
tadi, maka “Pasti”, minimal 3 pasti, akan kami bukakan jalan-jalan
Hidayah untuk menuju Allah. Siapa yang akan Allah berikan Hidayah tadi ?
yaitu siapa saja yang betul-betul bermujahaddah dibatas akhir kemampuan
dia untuk mentaati Allah.
Maka Syekh Abdul Wahab, Amir Pakistan, berkata bahwa :
“Siapa saja yang bekerja, bermujahaddah, dalam ketaatan kepada Allah,
sampai batas terakhir kemampuan dia, maka nanti apa yang dia tidak
mampu akan Allah sempurnakan.”
Jadi bila seseorang sudah bekerja atau berbuat sampai batas akhir
kemampuan dia, maka nanti yang dia tidak mampu akan Allah sempurnakan
kerjanya. Bahkan semakin hari kemampuannya akan semakin ditingkatkan
oleh Allah.
Contoh I :
Seorang Petani dalam menanam di pertaniannya, apa kemampuannya, atau
apa yang bisa dia lakukan semampunya ? yaitu menggali tanah, menanamkan
biji, kasih pupuk, dan kasih air, kasih pagar, ini saja kemampuan
petani. Petani mampu tidak untuk menumbuhkan pohon, atau tumbuhan, atau
padi ? Yang memberi warna pada Apel ini supaya menjadi merah itu siapa ?
yang memberi rasa itu siapa ? apakah petani mampu memberi warna dan
memberi rasa ? Tidak, ini semua kerja Allah. Tetapi Allah ini ingin
lihat batas akhir kemampuan petani itu dimana. Ketika petani sudah
bekerja sampai batas kemampuan yang terakhir : dia gali tanah, dia tanam
biji, diberinya pupuk, dan disirami setiap hari seperlunya, kasih
pagar, dan tiap hari dia kontrol, inilah batas kemampuan terakhir
petani. Ketika petani telah memberikan pengorbanan sampai batas terakhir
daripada kemampuannya, maka apa yang petani yang gak mampu, Allah
sempurnakan. Seperti : mendatangkan panas yang cukup, hujan yang cukup,
menumbuhkan padi atau pohon, mengeluarkan buah, memberi rasa manis, ini
semua kerja Allah menyempurnakan apa yang tidak bisa dilakukan petani
tadi. Ini semua dengan syarat petani tadi bekerja sampai batas akhir
kemampuan.
Contoh II :
Ada petani konyol dan bodoh, berkata : “Sudah Tawakkal saja, lempar
aja bijinya, katanyakan : “wamai yatakilloha yaj’alahu makhroja.
Wayarzukhu min haisu la yahtasib” artinya : “Barangsiapa yang bertaqwa
kepada Allah niscaya Allah akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan
memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangka. Dan barangsiapa
bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya.”
Jadi petani konyol ini menafsirkan ayat ini, untuk santai saja, semuanya
itukan sudah ditangan Allah, sedangkan dia tidak memaksimalkan
kemampuannya. Tahu-tahu akhirnya yang tumbuh malah ilalang, semak
belukar, tidak sesuai dengan yang diharapkan. Apakah petani yang macam
ini mau menyalahkan Allah ? padahal dia belum lakukan kerja apa-apa.
Katanya, “Rezekikan ditangan Allah, jadi terserah Allah. Dikasih syukur
gak di kasih yah buat apa diusahakan ?” Ini bodoh namanya. Dia tidak
mengerjakan apa-apa, tetapi berharap pada Allah. Ini seperti orang yang
mau punya anak tetapi tidak mau kawin.
Note penulis :
Ini Petani goblok namanya, dia tidak mengerti maksud dari ayat ini.
Dia pikir Allah ini pembantu bisa seenak-enaknya disuruh-suruh,
sementara dia santai-santai saja. Dia mengharapkan Allah untuk mananam
bibit, lalu menumbuhkannya, dan memberikan hasil yang maksimal, tanpa
dia buat usaha. Inilah yang namanya kebodohan. Maksimalkan kemampuannya
dulu baru Allah kasih hasil yang layak dan sesuai dengan pengorbanan dan
kemampuannya. Lakukan dulu apa yang kita mampu sampai batas akhir
kemampuan kita, nanti Allah akan melengkapi apa yang kita tidak mampu.
Banyak yang bilang, “Bukankah rizki dan hidayah ditangan Allah.
Terserah Allah mau memberikan hidayah atau rizki atau tidak. Kalau Allah
inginkan saya keluar, maka saya keluar. Jika Allah tidak inginkan, ya
gak tahu ?” Ini kebodohan namanya. Jangan kita menafsirkan Al Qur’an ini
dengan Jalan Lain, tetapi harus dengan tafsir Jallalain.
Kargozari Mubayyin :
Ketika di Airport, saya bertemu dengan seseorang dan berkata kepada
saya, “Ustadz, saya ini dulu pernah ikut rombongan ustad ini. Sekarang
sudah tidak bisa lagi. Bahkan sholatpun kini sudah dikerjakan, karena
boss saya ini Cina (non-muslim), jadi tidak ada toleransi dalam jam
kerja dan waktu sholat.” Jadi saya katakan kepadanya, “Baik, kalau
begitu keadaannya, sekarang sampai jam berapa anda kerja ?” dia jawab,
“Saya ini kerja dari jam 8 pagi, sampai jam 5 sore, sehingga sholat
dzuhur dan ashar susah saya kerjakan.” Lalu saya katakan, “Kalau begitu
sholat subuh, maghrib, isya, andakan lepas hubungan dari dia (bossnya).
Jadi yang mampunya anda sekarang ada di subuh, maghrib, dan isya. Ini
kemampuan yang pertama dulu. Jika dzuhur dan ashar, anda ditekan oleh
boss, jadi untuk tahap awal kerjakan sholat yang tanpa ada tekanan dari
boss anda dulu yaitu : sholat subuh, maghrib, dan isya. Ini yang kamu
mampu dulu untuk tahap pertama. Kerjakan sholat yang mampu ini dengan
baik. Lalu yang tidak mampu bagaimana caranya ? untuk saat ini masih
dalam tekanan yaitu sholat dzuhur dan ashar. Maka jika anda kerjakan
yang mampu tadi dengan baik, nanti yang tidak mampu kamu terus berusaha
sesuai dengan batas kemampuan kamu, dan berdo’a kepada Allah. Nanti
Allah mampukan apa yang kamu tidak mampu.” Tetapi jika yang mampu saja
tidak dikerjakan : subuh, maghrib, isyanya juga tidak dikerjakan, maka
sampai matipun tidak akan Allah mudahkan.
Jadi dalam kemampuan ini apa yang mampu dikerjakan, kita kerjakan
dulu. Tetapi kita terus berusaha untuk mengembangkan dan meningkatkan.
Maka dalam Ushul Dakwah ini :
1. Tugas Pertama : “Qobul Al Maujud”
artinya : ”Terima dulu yang ada”.
1. Tugas Kedua : “Matarkiyatil Marbu”
artinya : ”Meningkatkan Kemampuan”
Jadi yang namanya Da’i ini tidak boleh puas hanya dengan satu
keadaan, tetapi dia juga tidak boleh tidak terima atau ingkar dengan
keadaan yang ada. Terima apa yang ada dulu, lalu tingkatkan sampai
kepada yang kita inginkan. Firman Allah : “Fattaqulloh Mastatho’tum”,
jadi berimanlah kamu sesuai dengan kemampuan bukan dengan kemauan.
“Layukallifullahu nafsan illa wus’aha”, Jadi Allah tidak akan memberikan
beban kecuali sesuai dengan kemampuan atau kesanggupannya. Dan Allah
ini Maha Tahu kemampuan seseorang ini, jangan dia bohong. Seseorang
mampu sholat tahajjud 8 rakaat, tetapi dia hanya melakukan 2 rakaat
dengan alasan semampunya, ini berarti dia telah berbohong dengan diri
dia sendiri dan membohongi Allah. Sebagaimana sembahyangnya orang
dirumah, padahal dia mampu, dengan alasan Allah tidak akan membebani dia
diluar kemampuannya, ini berarti dia bohong sama diri sendiri dan
bohong sama Allah. Kalau seseorang ini sudah sampai pada batas kemampuan
yang terakhir, maka apa yang dia tidak mampu nanti akan Allah
sempurnakan. Hari ini orang ingin berangkat ke India, Pakistan, dan
Bangladesh, 4 bulan, biayanya 8 juta. Namun yang ada sekarang 5 juta
saja. Jadi kemampuan dia yang terakhir berapa ? 5 juta saja. Dia tidak
memaksakan, tetapi dia berusaha beramal sesuai dengan kemampuan. Kalau
dia paksakan diri berangkat, berarti dia ingin menguji Allah. Sedangkan
Allah tidak suka diuji. Kemarin ada seseorang dalam jemaah, agak sedikit
marah pada saya (mubayyin). Tetapi saya Ikhlas saja dimarahin, karena
saya suka marah juga sama orang. Tetapi marahnya ini galak bukan emosi,
tetapi galak saja. Jadi setelah ditafakkud kesiapan dia untuk berangkat,
ternyata kita sudah mengkaji biayanya tidak cukup. Lantas dia marah dan
berkata, “Ustadz buat apa sih targhib-targhib orang masalah Yakin,
ternyata masih menanyakan kepada kami masalah duit cukup atau tidak.
Jangan bicara-bicara Yakin kalau masih nanya-nanya lagi masalah duit
cukup atau tidak.” Mendengar ini saya sebagai ustadz yang suka
mentarghib masalah Yakin ini terpukul juga mendengar jawaban dia. Kita
ini harus sabar dalam dakwah ini, tidak boleh emosi dan gunakan nafsu
saja, apalagi ketika menemukan keadaan yang seperti ini. Lalu saya
katakan kepadanya, “Kami juga pernah bertanya mengenai perkara yang
demikian, bukan saya yang bertanya, tetapi Mufti Zainal Abidin
bercerita.”
Ceritanya apa :
Jadi ketika Mufti ini memberikan bayan tentang Iman dan Yakin ini
sudah seperti keyakinannya sampai kelangit. Lalu ada orang bertanya
kepada Mufti Zainal Abidin di airport, “Mufti kenapa sih bayannya kuat
sekali mengenai perkara Yakin ini, tetapi ketika keluar orang ditanya
lagi masalah kesiapan duitnya, ditafakkud lagi dan lagi kayak gak ada
keyakinan aja ?” Inikan seakan-akan bertentangan antara yang Mufti
bayankan dengan prakteknya. Apalagi katanya ketika tim taskil berkata,
“Jangan lihat kantong, jangan lihat kantong, lihat saja kekuasaan Allah
yang tanpa batas.” Tetapi setelah ditafakkud, ditanya juga berapa yang
ada di kantong. Maka Mufti Zainal Abidin berfikir sejenak, lalu
pandangannya tertuju pada landasan airport yang ada pesawatnya. Dia
lihat disana ada pesawat yang besar seperti Boeing 747 itu terbangnya
harus hebat, cepat, mantap, dan stabil. Namun sebelum terbang, pesawat
ini ada di parkirannya. Pesawat ini ditarik dengan mobil, dibimbing,
diposisikan dulu biar pas letakknya. Ditarik mundur dulu dari
parkirannya, dibelokkan, baru ditarik maju menuju runaway, tempat lepas
landas. Melihat hal ini, Mufti Zainal Abidin katakan, “Coba lihat itu
pesawat, dia bisa terbang kelangit, tetapi sebelum terbang, pesawat ini
ditafakkud dulu kesiapannya sebelum pesawat ini diletakkan di runaway
itu untuk lepas landas. Apa yang ditaffakkud dari : mesinnya, pilotnya,
alat-alatnyta, mobil tariknya, dan lain-lain. Sampai pada mobil yang
membimbing pesawat ini dipersiapkan hingga ada pada posisi yang di
inginkan untuk siap terbang.” Lalu Mufti katakan, “Kamu itu mau seperti
itu, di targhib siap terbang, tetapi terbangnya ngaco, malah
membahayakan orang lain, ibarat pesawat tidak ikut tafakkud tahu-tahu
meleset, mesin rusak atau posisi terbang salah sehingga malah tabrakan.
Ini karena tidak ditafakkud dulu sebelum terbang. Jadi untuk
mempersiapkan pesawat agar bisa terbang ini, perlu di tafakkud dulu
hingga sampai pada kesiapan yang cukup layak untuk terbang. Baru nanti
terbangnya mantap, stabil, tidak membahayakan, cepat, dan lancar.”
Begitu pula kita, sebelum kita berangkat untuk mendapatkan keyakinan
yang sempurna ini, ditafakkud dulu, duitnya berapa, biar tidak ngaco
nanti terbangnya. Ini bukannya bertentangan dengan keyakinan, tetapi
untuk meletakkan diri kamu di runaway tadi seperti pesawat. Jadi
tafakkud ini untuk mempersiapkan keyakinan kita agar diletakkan dengan
benar pada tempatnya, seperti membenarkan letakknya pesawat ini di
runaway agar siap terbang. Nanti kalau Iman ini sudah sampai di runaway,
sudah sampai pada level layak untuk terbang, gak perlu lagi di
taffakkud. Masyeikh ini setiap 2 tahun pergi haji, mana ada orang yang
datang kepada Syeikh Abdul Wahab, berapa tafakkudnya ? apa kesiapannya ?
berapa uang dibawa untuk pergi haji ? cukup atau tidak ? tidak ada
ceritanya syekh Abdul Wahab di taffakkud seperti itu. Ini karena para
Masyeikh sudah meletakkan diri mereka pada jalan yang sudah tinggal siap
terbang saja. Keyakinan mereka sudah sampai kalau terbang ini tidak
akan menyusahkan orang lagi, seperti terbangnya pesawat yang tinggal
lepas landas dari runaway tadi, tidak akan nabrak-nabrak.
Ada kisah tentang Nabi Isa AS ketemu Iblis LA, cerita ini agar kita
ini tidak meniru iblis tadi. Bahaya kalau kita ikuti jejak Iblis, masuk
neraka nanti akhirnya. Dakwahnya Iblis ini kuat, sebagaimana Dakwahnya
Nabi. Kehebatan Iblis ini adalah Keikhlasannya. Jadi Nabi Ikhlas dan
Iblispun juga Ikhlas, sama-sama Ikhlas. Cuman yang satu mengajak ke
Surga, dan yang satu mengajak ke Neraka. Iblis gak pernak mengajak orang
supaya dia, iblis ini, menjadi gubernur atau bupati, ketua partai, atau
presiden, tidak ada. Tetapi murni mengajak orang agar masuk kedalam
neraka bersama dia, itu saja, tanpa ada embel-embel lain. Dia, Iblis
ini, tidak mau apa-apa dari dunia ini selain orang ikut sama dia ke
neraka saja, sudah cukup itu saja bagi dia. Inilah dakwahnya Iblis,
ikhlas tidak minta apa-apa, hanya ingin manusia masuk neraka saja. Jadi
kalau Da’i ini masih mengharapkan sesuatu dalam dakwah berarti lebih
goblok dari iblis. Kalah oleh Iblis dalam hal keikhlasan, bagaimana akan
bisa menang. Iblis berkata kepada Nabi Isa AS, “Wahai Isa tahukah kamu
bahwa yang menghidupkan dan yang mematikan itu adalah Allah”, Isa
bilang, “Ya tahu saya itu, dan yakin sekali.” Lalu Iblis berkata kepada
Isa AS, “Sekarang kamu naik ke gunung, nanti kalau engkau sudah sampai
dipuncaknya sana, kau lompat. Untuk membuktikan keyakinan kamu, bahwa
yang menghidupkan dan yang mematikan adalah Allah.” Sekarang coba
posisikan diri kita seperti Nabi Isa AS. Seandainya ada karkun 4 bulan
IPB, baru pulang lagi Jos, di tempatkan dalam keadaan seperti Nabi Isa
tadi bagaimana ? kita di targhib Iblis masalah keyakinan seperti Nabi
Isa, apa yang akan kita lakukan ? Kita diminta Iblis untuk naik ke atas
gedung lalu kita disuruh lompat, iblis nantang, kan kita sudah yakin
katanya bahwa yang menghidupkan dan yang mematikan adalah Allah.
Bagaimana ? berani atau tidak kita menjawab tantangan iblis tadi ? apa
kata iblis ini misalnya kepada kita, “Kamu ini bicara yakin-yakin
sekarang coba tantang kereta api yang lagi jalan, kamu tunggu di rel.”
Berani tidak kita ? untuk membuktikan bahwa hidup dan mati ini ditangan
Allah. Tetapi apa jawab Nabi Isa ketika ditantang oleh Iblis seperti
ini, “Wahai Iblis, yang berhak menguji itu Allah. Bukan kamu.” Allah
yang menguji hamba, atau hamba yang menguji Allah ? Jelas disini
Allahlah yang berhak menguji hambanya, bukan hambanya yang menguji
Allah. Misalnya diatas gunung tadi ada orang yang sedang mengembalakan
kambing. Dibawah gunung tadi ada sekelompok da’i melihat hal itu,
sehingga mereka bermusyawarah memilih orang untuk naik ke atas gunung
untuk mendakwahkan islam kepada si pengemala kambing tadi. Maka karkun
yang terpilih tadi berdasarkan musyawarah, pergi naik ke gunung, dalam
perjalan dia terpeleset, jatuh ke jurang, maka matinya adalah mati
syahid. Tetapi kalau kita ikut kemping, pramuka, naik ke gunung, jatuh
ke jurang, mati, ini namanya bukan mati syahid, tetapi mati sangit.
Walaupun dia seorang karkun 4 bulan, mau menguji Allah, lompat dari
gunung, maka perintahnya adalah orang Alim tidak boleh mensholati
jenazahnya. Jadi kalau ada orang mati bunuh diri, perintahnya orang Alim
jangan sholat, biar orang-orang awam saja yang mensholati. Kalau tidak
di sholatkan sama sekali, berdosa semuanya, tapi yang menyolatkan jangan
orang yang terkemuka seperti Ulama, Bupati, Tokoh masyarakat, cukup
orang awam saja. Jadi kalau dia terjun lalu mati ini dia menguji Allah,
tetapi jika dia naik karena dakwah, lalu terjatuh, ini dia diuji Allah
namanya.
Jadi orang yang tadi hendak pergi ke IPB (India, Pakistan,
Bangladesh), taffakkudnya 8 juta. Orang ini punya uang 10 juta, 2 juta
untuk istri, dan 8 juta untuk berangkat. Lalu sampai di Malaysia ini
duitnya hilang, berarti dia ini diuji Allah. Maka tetesan air mata dia
ini lebih disukai oleh Allah, dan mendapat pertolongan Allah. Ada orang
punya duit 100 juta, bawa duit 5 juta, di tafakkud, dia bilang udah gak
usah takutlah. Tim taskil bilang, “Apa yang menyebabkan anda tidak punya
duit memaksakan diri ?” dia bilang, “Tidak usah tanya-tanya saya.”
Sampai di Malaysia punya duit tinggal 3 juta. Di Malaysia kata Amir
rombongan kumpul uang buat khidmat, dengan alasan Iqrom tidak usah
ditentukan, ada orang yang memasukkan uang ke dalam sorban minim sekali,
ada yang hanya memasukkan tangan saja. Orang macam ini adalah pendusta
dan pengkhianat. Orang seperti ini bukanlah seorang Da’i tetapi
pengkhianat, makan duit orang, copot saja jadi amir, kembalikan ke
markaz. Tidak ada kerja dakwah yang macam itu, kalau uang habis, pulang
saja, kerja lagi, jangan menipu teman-teman dia. Menipu dengan alasan
agama, targhib tentang pentingnya Iqromul Muslimin.
Kargozari :
Ada jemaah pergi dengan taffakud Rp. 200.000, – untuk 40 hari. Tetapi
baru 4 hari jalan sudah pulang. Ditanya kenapa pulang, dia bilang,
“Duit habis.” Ditanya lagi, “Kenapa habis ?”, dia bilang, “Habis Amir
shaf targhib kita harus Iqrom kepada saudara-saudara kita. Sehingga saya
harus kasih 50 Ribu setiap hari. Jadi 4 hari sudah habis.” Lalu ditanya
lagi, “Yang lain bagaimana setorannya ?” dia jawab, “Cuman masukkan
tangan saja.”
Padahal Allah sudah memberikan garisan :
“ Watujahiduna fisabillillahi bi amwalikum wa anfusikum…”
artinya : “Berjuang di jalan Allah dengan harta dan diri kamu sendiri….”
Berarti orang seperti ini, yang memanfaatkan orang lain dengan alasan
agama, telah menipu orang. Penipu macam ini tidak akan bisa berhasil
dalam kerja agama. Justru penipu-penipu macam inilah yang merusak kerja
agama, merusak kerja Nabi SAW. Orang macam ini tidak mau ditaffakkud,
tetapi mau menipu dengan alasan agama.
Kargozari :
Kemarin ketika saya di Cianjur, saya ditanya oleh seseorang, “Ustadz
boleh tidak berpuasa ketika keluar di jalan Allah ?” lalu saya katakan,
“Mengapa tidak boleh ? silahkan saja puasa. Bahkan ada jemaah masturoth
dari pakistan dapat Visa 2 bulan, tidak bisa diperpanjang lagi. Mereka
ke Singapore, selama disana lebih kurang 2 minggu, mereka berpuasa,
suami-istri. Sehingga mereka bisa dapat Visa lagi. Jadi silahkan aja
berpuasa. Tetapi dengan catatan jangan makan benda yang haram dalam
puasa.” Dia bertanya, “Maksudnya benda haram bagaimana ?”
Contohnya saya berikan :
Kumpul duit Rp.3000,- satu hari. Nanti pada waktu sahur bilang sama
Khidmat, “Besok saya mau puasa, tolong beli 2 bungkus supermie.” Lalu
dibelikan supermie 2, berapa harganya ? Rp. 2000. Ditambah lagi telor 3,
Rp. 3000,-. Nanti mau buka minta dibelikan kurma dengan alasan sunnah
Nabi SAW, jadi dibeli kurma ½ Kg harganya Rp. 10.000,-. Sementara dia
nyetor duit istima’i Rp.3000,- sedangkan makannya untuk puasa saja
Rp.15.000,-. Ini berarti Puasa dia tidak diterima oleh Allah Ta’ala,
karena puasa memakan benda yang haram. Benda haram apa ? Uang teman dia
dimakan untuk menutupi ongkos puasa dia. Kalau mau puasa jangan memesan
melebihi target daripada uang yang di setor untuk istima’iyat. Jadi
kalau mau puasa, berikan uang kepada khidmat yang diluar budget
istima’iyat, secara infirodhi dengan uang dia sendiri mencukupi
keperluan dia puasa. Atau orang khidmat Iqrom, menggunakan uang dia
sendiri untuk menyenangkan temannya yang sedang berpuasa, dengan
keikhlasan dia, bukan makan uang Istima’iyat.
Jadi usaha agama ini adalah untuk meletakkan diri kita pada runaway
seperti pesawat yang akan lepas landas. Jadi apa yang mampu, kita
usahakan, lalu seiring waktu kita tingkatkan lagi pengorbanan. Jadi
kalau ada orang cuman ada 5 juta untuk pergi ke IPB, tidak mencukupi
taffakkudnya, maka keluar saja jalan kaki di dalam negeri, atau 4 bulan
dalam negeri. Jangan sampai taffakkud tidak cukup ke IPB, malah tidak
keluar sama sekali, padahal dia mampu mencari jalur alternatif.
Nabi SAW katakan mahfum :
“ Sesuatu yang tidak bisa dicapai itu, jangan ditinggalkan semuanya…”
Kalau buat kerja dengan ketaqwaan yang sudah sampai disana, barulah fadhilah dari orang bertaqwa ini akan Allah beritahukan :
“Wamai yatakilloha yaj’alahu makhroja. Wayarzukhu min haisu la yahtasib”
artinya : “Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Allah akan
mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rizki dari arah yang
tidak disangka-sangka. Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, niscaya
Allah akan mencukupkan keperluannya.”
Jadi nanti Allah berikan jalan keluar kepada orang bertaqwa tadi,
jika ketaqwaannya sudah sampai disana, yaitu dibatas ketaqwaan yang
Allah kehendaki, dan akan mendapatkan rizki dari arah yang tidak
disangka-sangka. Allah berfirman : “Inta takulloh yaja’alahu furqon…”,
maksudnya apa ? jadi semakin dia bertaqwa nanti Allah akan berikan dia
petunjuk yang hebat sehingga dia dapat membedakan mana yang haq dan yang
bathil. Ini kalau kita sudah memilih jalan ketaqwaan. Kalau kita sudah
mencapai derajat ketaqwaan tadi baru datang pertolongan Allah. Jadi
orang yang sholat dirumah tadi tidak bisa mendapatkan pertolongan Allah.
Jalur ini ada yang namanya :
1. Fatwa à Jalan yang paling ringan atau Minimum Requirement
2. Taqwa à Amal yang terbaik atau batas akhir kemampuan untuk beramal
Kargozari :
Ada seseorang bertanya kepada saya, “Pak ustadz, apakah fatwanya
untuk merokok ini, haram atau makruh ?” Jadi saya jawab, “Fatwa yang
levelnya paling rendah ini, bagi Iman yang paling rendah, adalah Makruh.
Kalau yang Imannya keblinger, Iman yang kacau, rokok ini halal. Bahkan
ada yang bilang bahwa rokok ini wajib lagi, Na’udzubillah min dzalik.
Hampir saya tampar orang yang mengatakan rokok ini wajib kepada saya.”
Jadi ketika selesai bayan orang ini bertanya kepada saya, “Rokok ini
haramkah, makruhkah, wajibkah ?” lalu saya bilang, “Adik (karena lebih
muda dari saya jauh), baru kali ini saya dengar rokok ini wajib,
darimana dalilnya ?” Kata dia, “Sopir bis antar kota ini yang perokok
kalau dia menyetir, sambil merokok, maka dia akan tegar dan penumpang
bisa selamat semua. Tetapi kalau dia tidak merokok, bisa mengantuk, lalu
mobil bisa tabrakan nantinya karena tidak tegar, dan penumpang bisa
celaka. Jadikan wajib jadinya ngerokok itu.” Lalu saya jawab,”Itu supir
mana dulu, saya ada pengalaman supir dari suatu daerah ini, kalau dia
nyetir agar bisa terjaga dia minum Khamar, Brandy atau Bir. Kalau dia
minum Brandy itu, 3 hari 3 malam dia bisa nyetir, tegar dan tidak
ngantuk, artinya penumpangkan bisa selamat. Kalau tidak minum, bisa
hilang ketegaran, jadi suka ngantuk-ngantukan, mobil bisa celaka,
penumpang bisa tidak selamat. Kalu gitu minum Khamar ini atau Brandy
ini, wajib atau tidak dalam kondisi seperti ini ?” Dia bilang, “Bukan
begitu caranya stadz, jelas itu tidak boleh.” Lalu saya katakan,”Makanya
otak kamu jangan di ikut-ikutkan orang kafir sana, seenak-enaknya buat
fatwa.” Jadi jangan sembarangan membuat-buat perumpamaan,
mentang-mentang hebat ilmunya ushul fiqihnya, jangan, tidak boleh itu.
Kalau seseorang ini memilih Fatwa saja, tidak memilih jalur Taqwa,
seperti contoh tadi yang mengatakan ngerokok itu makruh, maka orang
seperti ini jika dia mendapatkan masalah, Allah tidak akan berikan way
out, atau jalan keluar, Allah tidak akan tolong dia. Tetapi kalau orang
tadi lebih memilih jalur Taqwa, tidak merokok, baru Allah akan berikan
dia way out atau pertolongan.
Kargozari :
Ada seseorang bertanya kepada saya, “Pak Ustadz, yang namanya purdah
itu betul-betul wajib atau sunnah saja ?” Lalu saya katakan, “Itu wajib,
sebagaimana banyak para ulama menafsirkan demikian.” Tetapi banyak
ulama-ulama sekarang yang kacau fatwanya mengatakan bahwa cadar itu
tidak ada di Qur’an, yang ada Jilbab, seperti dalam ayat yang artinya
mahfum : “Hendaklah mereka menurunkan Jilbabnya.” Sehingga ulama yang
ngaco ini menafsirkan bahwa cadar ini tidak ada di Qur’an, yang ada
Jilbab. Jilbab itu sebenarnya yang ada di Indonesia, yang dipakai
kebanyakan wanita disini, itu kerudung namanya, bukan Jilbab, dalam
bahasa arab namanya Shima. Sedangkan Jilbab yang sebenarnya itu adalah
baju yang lebar diturunkan dari atas tubuh dia, ini baru namanya jilbab.
Fatwa untuk level yang paling rendah tadi adalah sampai muka saja,
tidak ada purdah. Tetapi kalau Fatwa dari ulama kita ini, untuk ukuran
Iman yang kuat, adalah tetap pakai purdah bagian muka ini. Sekarang kita
pilih ketaqwaan, jika dia masih saja memilih jalan Fatwa tadi, maka
jika dia mendapatkan kesulitan, Allah tidak akan berikan pada dia tadi
jalan keluar. Bahkan semakin hari Allah tidak akan bukakan pada dia
hijab, penghalang, untuk membedakan mana yang Haq dan mana yang bathil.
Seperti firman Allah : “Inta taqulloh yaja’alahum furqona”, kalau kamu
betul-betul memilih Taqwa, maka Allah akan memberikan kepada kamu ini
Furqon, penglihatan yang bisa membedakan antara yang Haq dan yang
Bathil, antara yang Halal dan yang Haram. Bahkan kenikmatan beragama
tidak akan Allah berikan dalam diri dia. Demi Allah 3x, selama istri
tidak pakai purdah, maka dia tidak akan merasakan nikmatnya hadits Nabi
SAW. Dusta, bohong, kalau orang mengatakan bahwa saya bisa merasakan
kenikmatan manisnya Iman kalau istrinya belum pakai purdah.
Nabi SAW katakan mahfum :
“Sebaik-baik istri ini yang kalau kamu pandang menarik hati kamu.”
Inilah ilmunya Nabi SAW, kalau istri kamu ini khusus untuk menarik
pandangan kamu saja. Istri kamu cantik, kalau dia pakai purdah akan
tetap seperti itu, cantiknya tidak akan berkurang. Kalau orang lain
menganggap istri kita ini seperti ninja, hantu, malu karena tampangnya
jelek, biar saja, gak menarik, tidak apa-apa, memang itu yang
diinginkan. Memang tujuannya itu agar kita saja yang menikmatinya.
Tetapi kalu dirumah, MasyaAllah, biar suaminya saja dan Allah yang tahu
kenikmatannya melihat istri melepas purdahnya dirumah. Tetapi kalau
istri kita mukanya tidak ditutup purdah, maka jelas akan menarik
pandangan orang lain. Seorang ulama mesir, pernah ke mesjid ini, lalu
dia berkata bahwa istri Nabi ini yang namanya Ummu Salamah R.ha ini
hebat dan pintar sekali orangnya. Beliau ini, Ummu Salamah R.ha,
bertanya kepada Nabi SAW, “Ya Rasullullah, jika laki-laki ini tidak
boleh dipanjangkan bajunya, sedangkan perempuan harus dipanjangkan, maka
sampai dimana panjangnya ya Rasullullah SAW ?” Maka jawab Nabi SAW ini
adalah, “Zirroh ( satu genggam dari batas kaki / dibawah mata kaki )”
Padahal kaki ini adalah bagian terburuk dari anggota badan, dan
sedangkan yang paling hebat adalah muka. Jika bagian tubuh yang paling
jelek saja, yaitu kaki, takut terlihat orang lain, bagaimana dengan
muka. Ummu Salamah R.ha ketakutan kakinya terlihat orang, padahal bagian
yang paling buruk dari badan ini, yang jarang orang mau melihatnya,
bagaimana dengan muka. Jadi kalau kita memilih jalan Ketaqwaan, baru
Furqon akan Allah berikan.
Contoh :
Seseorang mengamalkan 2.5 jam amal maqomi, pergi 3 hari, dan 40 hari,
ini baru Fatwa tingkatannya. Jika ini terus yang kita pertahankan,
tidak ada peningkatan, maka wayout atau fadhilah orang bertaqwa tidak
akan Allah berikan. Tetapi kalau sudah memilih ketaqwaan, ditingkatkan
lagi menjadi 10 hari, lalu ditingkatkan lagi sampai dibatas kemampuan
dia yang terakhir, maka orang seperti ini akan Allah berikan jalan
keluar berupa pertolongan dan akan mendapatkan fadhilahnya orang
bertaqwa. Walaupun dia belum pernah masuk ke Universitas, tetapi karena
Allah telah berikan dia Furqon, tetapi untuk menjawab segala
permasalahan pandai dia. Walaupun dia tidak bisa bahasa inggris, tidak
bisa ilmu eksak dan ilmu pasti lainnya, tetapi Allah beri dia kemampuan
untuk mengatasi masalah.
Kisah Sahabat :
Suatu hari Sayidina Ali RA ditantang oleh seorang Yahudi, “Hei Ali
jawab 3 pertanyaan saya.” Kata Ali RA,”Silahkan tanyakan apa yang hendak
kamu tanyakan.” Si Yahudi memberikan 3 pertanyaan :
1. Tunjukkan kepada saya binatang yang bertelor kemudian menetas, kemudian binatang yang langsung beranak, coba sebutkan ?
1. Berapa jarak antara Timur dan Barat ?
1. Berapa jarak antara langit dan bumi ?
Untuk ukuran kita ini pertanyaan susah sekali, sekalipun dia sekolah
di Universitas Indonesia ataupun di Harvard Amerika, belum tentu bisa
menjawab. Tetapi Ali RA mudah saja jawabnya, apa dia katakan :
1. Jawaban Pertama : Kalau binatang itu telinganya besar atau
nampak, maka binatang itu beranak langsung. Kalau telinganya tidak ada
seperti ikan atau ayam, bertelor dulu.
1. Jawaban Kedua : Jarak Timur dan Barat adalah perjalanan matahari satu hari.
1. Jawaban Ketiga : Jarak antara bumi dan langit adalah jarak do’a seorang mukmin yang mustajab.
Yahudi bertanya lagi, “Wahai Ali dimana engkau belajar ?” kalau kita
ditanya “Dari universitas mana lulusnya ?” Ali RA katakan dari firman
Allah :
“Wattaqulloha wayu’allimuhu kumullah”
Maksudnya : “Taqwalah kamu terus kepada Allah, maka Allah akan ajarkan kamu ilmu apa saja”
Kenapa seorang suami sampai sekarang belum bisa mengatasi istrinya,
berarti ketaqwaannya belum benar. Maka terus perbaiki ketaqwaan kita
kepada Allah, dan kemampuan ini ditingkatkan terus. Kalau seorang karkun
ini 3 hari terus tiap bulan, tidak ada peningkatan, sampai kapan dia
mau terus jadi wanita ? mengapa demikian ? Tertib 3 hari, 40 hari, 4
bulan seumur hidup ini tertib perempuan ( yaitu 1/10 waktu ) :
1. 3 Hari setiap bulan à Tertib Haid perempuan
2. 40 Hari setiap tahun à Tertib Cuti wanita setelah melahirkan
3. 4 Bulan seumur hidup à Tertib Masa Iddah ketika suami meninggal
Kita ini harus memakai tertib laki-laki ( tertib Umar RA : 1/3 waktu ) yaitu :
1. 8 Jam Setiap Hari
2. 10 Hari tiap Bulan
3. 4 Bulan Setiap Tahun (minimal)
Jika kita sudah tingkatkan ketaqwaan kita ini sampai pada derajat
ketaqwaan laki-laki ini, baru nanti Allah akan ajarkan kepada kita ilmu
untuk menyelesaikan masalah. Kalau Ketaqwaan kita ini sudah tinggi pasti
hatinya ini akan takluk hanya pada perintah Allah saja. Orang bertaqwa
ini tidak akan mencari perkelahian, dia tidak akan mau berkelahi.
“ Innaladzina amanu waamilan sholihat saidjaro man hudjan”
Maksudnya : “Kasih sayang ini akan datang dengan keimanan dan ketaqwan tadi, yaitu dengan amal sholeh.“
Kenapa menjadi berbencian satu sama lain, ini karena ketaqwaan kita
lemah. Makanya kalau kita ini sudah bergerak, dan menambah kecepatan
dari pada gerak amal kita ini, inilah yang namanya ketaqwaan.
Contoh :
Seperti kipas angin, yang mempunyai 3 batang kipas, dan speednya ada
3. Jika kipas ini hanya pada kecepatan 1, pelan saja, maka belum bisa
memberikan kenyamanan. Tetapi kalau kipas ini berputar dengan speed,
kecepatan, yang jos, kecepatan 3, baru bisa memberikan kenyamanan.
Jadi kalau umat ini sudah mau memberikan ketaqwaan, bukan jalan fatwa
lagi, sampai pada level batas akhir kemampuan, dan lalu dia tingkatkan
lagi kemampuannya, maka Allah akan berikan kekuatan pada umat ini, mampu
untuk menghilangkan segala khilafiyah yang ada. Segala perbedaan, atau
warna pada umat ini akan hilang melalui ketaqwaan tadi.
Contoh :
Kipas ini kalau kita beri warna yang berbeda pada setiap batang
kipas, maka ketika berputar pada speed, kecepatan yang pelan, maka
walaupun kipas berputar tetapi masih nampak warna dan perbedaannya.
Tetapi jika kipas ini berputar pada kecepatan yang jos, yang paling
cepat putarannya, maka ketika itu semua warna atau perbedaan akan
hilang, warna itu akan menyatu bersama dengan kecepatan. Ketika dengan
menggunakan speed yang jos, yang nampak hanya putih saja. Begitu juga
dengan umat ini jika dibawa geraknya dalam kecepatan yang jos, speed
yang tercepat, maka semua khilafiyah yang ada pada umat ini akan hilang.
Jadi kalu umat ini tidak di gerakkan, satu di pesantren NU, satu di
pesantren Muhammadiyah, satu Universitas Islam IAIN, satu di pengajian
Salafi, maka akan kelihatan perbedaannya, dan khilafiyahnya. Warnanya
akan masih nampak jika tidak bergerak, masih terlihat sifat
Assobiyahnya. Seperti orang yang menggolong-golongkan ini dayak, ini
madura, ini jawa, ini sumatra, yang nampak hanya perbedaan saja, warna
saja. Tetapi kalau semuanya sudah digerakkan dalam dakwah dengan speed
yang jos, tidak akan lagi terlihat warnanya atau perbedaannya, hanya ada
satu warna saja. Jadi yang nampak hanya satu warna saja yaitu warna
seorang hamba Allah dan ummatnya Rasullullah SAW.
Kisah Sahabat :
Sangking cepatnya dan tingginya kecepatan gerak dan amal di jaman
Nabi SAW, sehingga ada seseorang datang ke mesjid nabi, melihat Nabi dan
para Sahabat, dia bertanya, “Siapakah diantara kalian ini yang namanya
Rasullullah ?” sampai seorang Nabi saja sudah tidak dikenal lagi
dikalangan ummat. Ini karena apa, warnanya sudah satu, asbab josnya
kecepatan gerak amal Nabi dan Sahabat RA waktu itu.
Jadi mengapa warna, perbedaan, dan khilafiyah masih nampak pada ummat
hari ini. Bahkan warnanya dan perbedaannya semakin nampak dan semakin
bertambah. Ini karena ummat tidak digerakkan, tidak dengan kecepatan
yang jos, tinggi. Mengapa tidak boleh Jos, justru kita harus Jos, tetapi
khos, dengan tertib. Kalau tidak jos amalnya, maka akan makin terlihat
warna dan perbedaannya.
Contoh :
Ada orang datang kepada saya dan berkata, “Ustadz saya mampunya masih
3 hari, habisnya saya terikat dengan partai A, dan si fulan terikat
dengan partai B.” Orang yang masih seperti ini keluarnya dan sibuknya di
partai, maka orang seperti ini jalannya tidak akan pernah benar. Orang
seperti ini akan seperti pemain Akrobatik, pemain sirkus. Saya ada punya
teman, sebelum pulang ke rumah dari khuruj, dia dinasehati untuk pilih
salah satu saja, Dakwah atau Partai Politik. Saya katakan pada dia,
Masyeik bilang, seseorang yang buat kerja dakwah, tetapi dia juga kerja
buat partai politik, ini seperti orang yang naik di 2 mobil. Satu kaki
di mobil panther, satu lagi di mobil kijang, serba salah. Kalau
Panthernya lebih cepat dari Kijang, dia akan jatuh, begitu juga
sebaliknya. Kalau jalannya sama dia berusaha menyeimbangi dirinya agar
tidak jatuh, inikan namanya akrobatik, pemain sirkus yang bisa seperti
itu. Jadi orang yang tidak memilih diantara 2 kendaraan ini, maka
pilihannya kalau tidak jatuh, berarti dia berbasa-basi dalam dakwah.
Selama dia tidak istikhlas suatu saat nanti dia akan terlempar. Jangan
kita berbasa-basi dan berkelakuan seperti pemain sirkus. Ketika malam
Markaz diajak, dia bilang, “Oh maaf saya tidak bisa ke markaz karena
saya ada pertemuan partai”. Tidak bisa pemain sirkus itu dapat
menghidupkan dakwah. Mahalah, atau mesjid, anda tidak akan bisa hidup
jika cara kerja anda seperti pemain sirkus. Jadi pilih mobil yang paling
jos, karena nabi ini ontanya yang paling laju kalau jalan, tidak ada
yang bisa membalap onta Nabi SAW. Walaupun Jos, dengan kecepatan tinggi,
tetapi Khos, tertib dalam menjalankan, tidak sradak-sruduk jalannya.
Contoh :
Naik Mobil di jalan tol dengan kecepatan 20 km/jam kapan mau sampai
di tujuan, padahal orang sudah nunggu. Jadi harus Jos jalannya, cepat
lajunya, tetapi harus Khos, tertib, jangan sampai melanggar
kesana-kemari, nabrak orang nantinya.
Jadi agama ini mengiginkan umat ini untuk Jos, kecepatan tinggi
amalnya, kalau dunia pelan-pelan saja. Maka kata-kata untuk akherat tadi
dalam Al Qur’an, “Wassali’u wassadiqu was’au illa dzikrillah fazzuru
Illallah…”, maksudnya untuk akherat disuruh lari, ngebut. Dunia ini
dikatakan, “Walladzi ja’alalakum alhudzalulan”, maksudnya Allah telah
jadikan dunia ini mudah untuk digarap. Lalu dikatakan lagi untuk dunia
ini, “Famushu fi manakibiha”, maka berjalanlah dengan gontai, pelan dan
santai saja. Jadi untuk dunia kita jalan saja biasa, sedangkan untuk
akherat kita harus lari, ngebut. Kalau kita sudah berlari untuk akherat,
baru ini namanya ketaqwaan. Allah akan berikan Furqon pada dia, dan
Allah akan selesaikan daripada masalah-masalahnya. Tidak ada masalah
yang tidak selesai kalau kita sudah memberikan pengorbanan sesuai dengan
ketaqwaan, yaitu batas akhir kemampuan, bukan kemauan. Selama masih
mengikuti kemauan, tidak akan datang Furqon dan jalan keluar. Tetapi
jika sudah sampai batas akhir kemampuan, baru Allah berikan. Jadi perlu
kita fikirkan bagaimana kemampuan ini semakin hari semakin ditingkatkan.
Dari 3 hari kita tingkatkan sampai mencapai level ketaqwaan tadi.
Kargozari :
Ketika saya di Jogya, beberapa tahun yang lalu, ada majalah di jalan
dengan tulisan, “Where Are You Going Tabligh ?”. Jadi dia bertanya,
“Tabligh ini mau perginya kemana sih ?” 3 hari jalan kesana kemari, 40
hari, 4 bulan, mau kemana mereka katanya. Maka Maulana Yunus bayankan
ketika dia di kebun jeruk, sampai dimana batasan yang ingin dicapai,
maka :
“Fa’id amal bimis lima amantum bi fakodistadau..”
maksudnya : “Kalau mereka sudah beriman seperti Imannya kamu wahai para sahabat, mereka sudah dapat hidayah.”
Jadi ummat ini sudah mendapatkan Hidayah, kalau level iman mereka
sudah seperti para sahabat RA. Kalau Iman kita belum sampai pada level
para sahabat, berarti target kita belum tercapai. Kita ini ingin
mencapai level iman para sahabat. Maulana Yunus katakan bahwa sekarang
sahabat Nabi ini diatas sumur, cahaya kelihatan dari sudut mereka,
sedangkan kita ini di dalam sumur, bahkan di dalam air dalam sumur,
kegelapan diatas kegelapan. Sudah jelas tidak tahu keadaan dia sendiri,
ada dimana, dan figur, atau contohnya, siapa ? Sehingga tidak punya
tolak ukur atau pegangan hidup. Cara tidur saja tidak tahu, tambah lagi
orang bilang macam-macam, dari : kaum fanatiklah, extremistlah, dan
lain-lain. Sehingga timbul islam liberallah, sekulerlah, semua sunnah
nabi dibuat gak cocok, dengan alasan, “Itukan buat dijaman Nabi,
sekarangkan sudah beda, tidak sama lagi jamannya. Dan itukan budaya
orang arab.” Na’udzubillah mindzalik, katakan kepada mereka, orang yang
mengatakan ajaran atau sunnah Nabi SAW ini tidak cocok untuk jaman
sekarang ini adalah binatang atau anak buah Iblis. Nabi SAW katakan,
“Wama arsalna illa kaffatan linnas rahmatan lil alamin”, maksudnya
ajaran atau sunnah Nabi SAW ini untuk semua manusia, disetiap zaman, dan
rahmat bagi seluruh alam. Kalau ada orang yang mengatakan bahwa ajaran
atau sunnah Nabi SAW ini sudah tidak cocok, berarti dia bukan manusia.
Sunnah Nabi SAW inikan “Kaffatan Linnas”, untuk semua manusia, jadi yang
bilang tidak cocok itu, bukan golongan manusia, dia itu binatang atau
anak buah iblis. Bahkan anehnya ada yang bilang, seperti kalau piring di
jilat anjing, Nabi SAW perintahkan untuk membilas dengan air, dibasuh
dengan air 7 kali dan 1 diantaranya dengan pasir, lalu apa kata mereka
tentang ini, ”itukan dijaman Nabi”. Kata orang ini, ketika itu Nabi SAW
tidak punya sabun, kalau jaman sekarangkan sudah ada sabun, jangan pakai
cara itu lagi, sudah kadar luarsa namanya. Inilah orang yang dimaksud
dengan bukan manusia, mungkin golongan binatang atau iblis. Padahal
sudah jelas Allah katakan di Qur’an ini bahwa ajaran Nabi SAW ini untuk
semua manusia, jadi dia ikut golongan mana ? manusia kah ? binatang kah ?
atau iblis kah ?
Kargozari :
Ketika kami di Mesir, seorang doktor dari Jerman masuk islam,
gara-gara membaca hadits yang telah dia uji kebenarannya. Tolong
diingat, kalau orang kafir ini boleh menguji Hadits, tapi kalau orang
beriman ini tidak boleh menguji-nguji Hadits. Apa yang dilakukan doktor
ini, diambil piring lalu dijilatkan piring itu pada anjing. Lalu dia
cuci dengan tujuh kali air, satu kali dengan deterjen untuk penelitian
yang pertama. Maka ketika dilihat dengan mikroskop, ternyata masih
nampak kuman-kuman menempel. Tetapi setelah dia praktekkan hadits nabi
yaitu dengan menggunakan 7 kali basuh dengan air, satu diantaranya
dengan pasir, maka hasilnya di penelitian dia yang kedua ini bersih
tidak ada kuman. Melihat hal ini, tergugah hatinya, langsung dia masuk
islam. Orang kafir masuk islam gara-gara hadits ini, sementara orang
islam bilang hadits ini sudah kadar luarsa. Inikan namanya orang islam
yang seperti ini otaknya keblinger.
Jadi untuk agama ini kita harus jos, untuk dunia kita harus santai,
tidak usah buru-buru. Kalau kita sudah sampai ke derajat taqwa, jos
dalam amal, baru nanti Allah berikan jalan keluar. Tetapi ingat disini
Jos yang Khos, Jos Khos, Jos tapi tertib, sedangkan Jos tidak tertib,
ini namanya Jos Bosh. Berangkat tetapi tidak mau ditaffakkud, ini yang
namanya Jos tetapi tidak tertib, dia ini ngaco namanya, mencelakakan
orang banyak, akhirnya kayak tadi memakan makanan yang haram. Alasannya
atas nama kesetiakawanan semua uang diambil dan dikumpulkan untuk
membantu yang susah, tetapi susahnya karena tidak mau di taffakkud,
inilah yang namanya PKI, semuanya milik negara. Kita ini bukan PKI,
tetapi kita ini da’i, yang keluarnya dengan uang dia masing-masing
sesuai dengan keuangan dia ketika di taffakkud, bukan dengan uang
temennya untuk keluar, makan duit haram namanya. Jadi keluar ini harus
tertib, inilah sebabnya sebelum keluar ini harus ditafakkud,
dimusyawarahkan, untuk menuju kepada Khos tadi, tertib. Jadi kita ini
jos bukan mengikuti kemauan sendiri saja, tetapi harus dengan tertib,
dengan musyawarah. Kesalahan kerja yang kita letakkan dalam musyawarah,
ini lebih baik daripada kebenaran diluar musyawarah. Walaupun salah
tetapi betul-betul hasil dari musyawarah, dan bukan dari musyawarah
ngaco, ini lebih baik daripada kebenaran diluar musyawarah. Seseorang
gerak sendiri diluar musyawarah, walaupun itu baik yang dikerjakannya,
tetapi kalau dimusyawarahkan, walaupun dia salah maka ini lebih baik,
dan dosanya akan diampunkan.
Kisah Sahabat :
Dalam perang Badr 70 orang kafir quraish tertangkap, lalu
dimusyawarahkan oleh Nabi SAW dan para sahabat, hendak diapakan tawanan
ini. Dalam musyawarah itu diminta usulan-usulan oleh Nabi SAW dari para
Sahabat RA :
1. Umar RA katakan supaya masing-masing kita ambil keluarganya
diantara tawanan ini lalu tebas lehernya. Supaya dihati kita ini tahu
tidak ada lagi perasaan cinta pada keluarga yang gak karuan kepada yang
kafir-kafir, betul-betul cinta pada Allah saja.
1. Jabir RA lebih hebat lagi usulannya, dia usulkan agar bawa
semua tahanan ini dimasukkan kedalam tahanan lalu bakar semuanya.
1. Abu Bakar RA mengusulkan bahwa dikarenakan mereka keluarga kita
juga, jadi kita tarik fidyah saja dari mereka, uang ini nantikan bisa
digunakan untuk kekuatan kita. Dan yang tidak punya duit bisa mengajar
anak-anak kita sebanyak 10 orang. Jadi tawanan ini bermanfaat untuk
kekuatan kita.
Lalu semuanya ditertibkan oleh Nabi SAW dengan mengambil keputusan
sesuai dengan pendapat Abu Bakar RA. Besok harinya Nabi SAW menangis
dibawah pohon bersama Abu Bakar Siddiq RA. Lalu Umar RA melihat dan
bertanya, “Mengapa engkau berdua menangis ya Rasullullah ?
Beritahukanlah kepada saya agar saya bisa ikut menangis juga.” Lalu Nabi
SAW katakan, “Wahai Umar, Allah lebih suka dengan pendapat kamu
kemarin. Sebenarnya adzab sudah turun setinggi batang kurma ini,
gara-gara keputusan mengambil duit fidyah kemarin. Tetapi karena
musyawarah, adzab tidak jadi turun. Andaikata keputusan itu diambil
tanpa musyawarah maka adzab saat itu juga langsung turun.” Jadi
keputusan yang salah dalam musyawarah diampunkan oleh Allah, dan anehnya
lagi tetap saja duit dapat, dunia untung dan akheratnyapun untung.
Contoh :
Banyak orang yang bilang, “Wah ini apa kita harus musyawarah dengan
karkun lemah-lemah ? diajak musyawarah tidak nyambung lagi nanti
bicaranya.” Akhirnya orang macam ini dia bikin geng sendiri atau markaz
sendiri. Jangan begini caranya, ini berbahaya, bisa kebawa oleh iblis.
Yang namanya Da’i itu ada 2 saja yaitu : Nabi atau Iblis. Jadi yang
akan dibawa oleh Iblis itu apa ? Iblis ini dakwahnya adalah bagaimana
orang membesarkan dia, kalau Nabi itu tidak seperti itu caranya. Jadi
untuk mengetahui dakwah nabi itu atau bukan, mudah saja, apa ukurannya,
Allah firmankan :
“ Maa kana li basharin ayyusi allah wal kitaba wal hukma wan nubuwata
summa yakulla linnas kunnu ibadanni walakin kunnu rabbaniyina bima
kuntum tu’alim na kitabuha watubarushu..”
Tidak ada satu orang manusiapun yang Allah berikan kepada mereka Al
Kitab, Hikmah, dan Kenabian. Dia ini tidak pernah mengatakan kepada
ummatnya, “Jadilah kamu pengagum saya, hamba-hamba saya”. Jadi tidak ada
para Nabi itu mengajak ummatnya untuk mengagungkan dirinya. Tetapi apa
yang ditaskil nabi ini ? yang ditaskil nabi ini adalah jadilah kamu
orang yang dekat terus dengan Allah, tetapi dengan ilmu yang kamu
ajarkan dan yang kamu pelajari. Jadi kalau mereka ini sudah fikir mau
bikin markaz sendiri, ini sudah pasti dakwahnya seperti iblis, karena
ingin mengagung-agungkan nama-nama pribadi atau orang tertentu. Jadi
yang dibesarkan oleh pengikutnya nanti adalah nama dia itu, inilah
dakwah iblis dan anak buahnya iblis. Tetapi kalau seseorang terus
menempatkan dirinya dalam istimaiyat amal, maka dia akan menuju kepada
“Kunnu Rabbani” berdekatan dengan Allah. Satu gerakan Islam itu dapat
dikatakan benar, jika pengikutnya tidak bergitu kenal siapa pemimpinnya.
Dan gerakan islam akan dikatakan nyeleweng jika pengikutnya sudah
mengenal betul pemimpinnya, tetapi tidak mengenal Allah. Gerakan islam
yang betul adalah gerakan yang mampu membawa pengikutnya untuk semakin
hari semakin mengenal Allah, bukan pemimpinnya. Jadi jangan kita coba
membuat gerakan sendiri-sendiri, sehingga nanti sifat kita akan seperti
Iblis yang mengatakan,”Anna Khoirum minhum”, yaitu rasa atau pemikiran
“Saya lebih baik dari dia.” Sebagaimana seorang karkun tidak mau
bermusyawarah dengan alasan, “Mereka itukan orang lemah-lemah.”
Perbandingan Nabi SAW dan Sahabat RA :
Nabi SAW dibedah dadanya untuk dibersihkan hatinya dari berbagai macam penyakit hati sebanyak 4 kali :
1. Ketika umur 4 tahun agar hilang sifat kekanak-kanakannya
2. Ketika remaja agar hilang sifat pubernya
3. Ketika hendak menjadi Nabi agar ada kesiapan untuk menerima wahyu
4. Ketika akan Isra’ Mi’raj agar hati ini ketika menghadap Allah dalam keadaan bersih dan suci
Sahabat Nabi tidak ada yang pernah dibedah, sebelum masuk islam,
mereka adalah orang yang jahil lagi. Sahabat sebelum mengenal islam ada
yang pernah mandi khamr, bunuh anaknya hidup-hidup, ngebelah perut
wanita hamil untuk judi. Tetapi disini orang yang sudah dibedah dadanya
untuk dibersihkan hatinya oleh Allah, disuruh Allah untuk bermusyawarah
dengan orang yang latar belakangnya seperti sahabat tadi. Sekarang
adakah diantara kita yang sudah pernah mandi arak ? atau mengubur
anaknya hidup-hidup ? membunuh wanita hamil untuk berjudi ? atau ada
tidak yang sudah dibedah dadanya untuk dibersihkan hatinya oleh Allah ?
Jadi terlalu sombong orang yang tidak pernah dibersihkan dadanya oleh
Allah secara langsung, tidak mau bermusyawarah dengan orang yang latar
belakangnya tidak separah sahabat sebelum masuk islam. Inilah pentingnya
kite meletakkan kerja kita dalam musyawarah agar Allah ridho pada kita
dan mau membantu kita memenuhi takaza-takaza yang ada.
Sumber : http://imanamalsoleh.wordpress.com/