Memakai sorban adalah sunnah dan ciri khas kaum muslimin, baik dalam
sholat maupun di luar sholat, sebagaimana yang dijelaskan dalam beberapa
hadits. Namun, tak ada satu hadits pun yang menjelaskan keutamaan
tertentu memakai sorban saat sholat, kecuali hadits berikut:
"Sholat
dua raka’at dengan memakai sorban lebih baik dibandingkan sholat 70
raka’at, tanpa sorban". [HR. Ad-Dailamiy dalam Musnad Al-Firdaus
sebagaimana yang disebutkan oleh As-Suyuthiy dalam Al-Jami' Ash-Shoghir]
Sholat
bukanlah permainan, tapi ia adalah tanda ketundukan, keseriusan,
ketawadhuan, dan kerendahan diri di hadapan Allah -Azza wa Jalla-.
Seyogyanya seorang hamba saat ia menghadap, ia mengenakan pakaian yang
layak digunakan; jangan asal-asalan dalam melaksanakan sholat !!
Pilihlah pakaian yang layak, sebab sebagian orang ada yang tidak
memperhatikan pakaian dan kondisi dirinya, seperti ia masuk ke dalam
sholat, tanpa mengenakan penutup kepala, semisal surban, songkok, dan
lainnya. Seakan-akan ia adalah seorang pekerja kuli yang mengenakan
pakaian seadanya, padahal ia menghadap Allah Robbul Alamin.....Allah
-Ta’ala- berfirman:
"Hai anak Adam, pakailah perhiasan kalian di
setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah
berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebih-lebihan". (QS. Al-A’raaf: 31).
Al-Imam Isma’il bin Umar
bin Katsir Ad-Dimasyqiy-rahimahullah- berkata saat menafsirkan ayat ini,
"Berdasarkan ayat ini dan hadits yang semakna dengannya dari Sunnah,
maka dianjurkan berhias ketika hendak sholat, terlebih lagi di hari
Jum’at, hari ied, dan juga (dianjurkan) menggunakan minyak wangi, karena
ia termasuk perhiasan, serta (menggunakan) siwak, karena ia
kesempurnaan hal itu. Diantara pakaian yang paling utama adalah pakaian
putih". [dalam Tafsir Ibnu Katsir (2/281)]
Diantara perhiasan
seorang mukmin adalah penutup kepala, seperti songkok, dan imamah
(Sorban). Kebiasaan Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-, dan para
sahabatnya, baik dalam sholat, maupun di luar sholat, mereka senantiasa
mengenakan imamah Sorban), burnus (penutup kepala yang bersambung dengan
pakaian), atau songkok. Adapun kebiasaan menelanjangi kepala, tanpa
songkok atau surban, maka ini adalah kebiasaan orang di luar Islam.
Amr bin Huroits -radhiyallahu ‘anhu- berkata, أَ
"Nabi
-Shallallahu ‘alaihi wa sallam- pernah berkhutbah, sedang beliau
memakai surban hitam". [HR. Muslim (1359), Abu Dawud (4077), Ibnu Majah
(1104 & 3584)]
Al-Hasan Al-Bashriy -rahimahullah- berkata dalam menceritakan kebiasaan sahabat dalam memakai songkok dan imamah,
"Dahulu
kaum itu (para sahabat) bersujud pada surban, dan songkok (peci),
sedang kedua tangannya pada lengan bajunya". [HR. Al-Bukhoriy dalam
Kitab Ash-Sholah: Bab As-Sujud ala Ats-Tsaub fi Syiddah Al-Harr (1/150) ,
Abdur Razzaq dalam Al-Mushonnaf (1566)]
Abdullah bin Sa’id-rahimahullah- berkata,
"Aku lihat pada Ali bin Al-Husain ada sebuah songkok putih buatan Mesir". [HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushonnaf (24855)]
Jadi,
disunnahkan bagi setiap orang yang mau melaksanakan shalat untuk
mengenakan pakaian yang layak dan paling sempurna. Di antara
kesempurnaan busana shalat adalah dengan memakai imamah (sorban),
songkok, atau lainnya yang biasa dikenakan di kepala ketika beribadah,
kepala hanya menjadi aurat bagi kaum wanita, bukan untuk kaum pria.
Namun tentunya jangan dijadikan kebiasaan buruk seorang masuk ke dalam
sholat ataupun di luar sholat tanpa mengenakan sorban atau songkok.
Seorang
yang tidak memakai penutup kepala -tanpa udzur-, maka makruh hukumnya.
Terlebih lagi ketika melakukan shalat fardhu, dan teristimewa lagi
ketika mengerjakannya secara berjamaah. [Dalam As-Sunan wal Mubtadaat
(hal. 69) karya Asy-Syuqoiriy].
Syaikh Muhammad Nashiruddin
Al-Albaniy-rahimahullah- berkata, "Menurut hematku, sesungguhnya shalat
dengan tidak memakai tutup kepala hukumnya adalah makruh. Karena
merupakan sesuatu yang sangat disunnahkan jika seorang muslim melakukan
shalat dengan memakai busana islami yang sangat sempurna, sebagaimana
yang telah disebutkan dalam hadits: "Karena sesungguhnya Allah paling
berhak untuk dihadapi dengan berhias diri." (Permulaan hadits di atas
adalah:
"Jika salah seorang dari kalian mengerjakan shalat, maka
hendaklah dia memakai dua potong bajunya. Karena sesungguhnya Allah
paling berhak untuk dihadapi dengan berhias diri." [HR Ath-Thahawi di
dalam Syarh Ma'aani Al-Atsar (1/221), Ath-Thabrani, dan Al-Baihaqi
As-Sunan Al-Kubra (2/236) juga disebutkan dalamAl-Majma' Az-Zawa'id
(2/51). dan As-Silsilah Ash-Shahihah no. 1369]
Syaikh Al-Albaniy
berkata lagi, "Tidak memakai tutup kepala bukan kebiasaan baik yang
dikerjakan oleh para ulama , baik ketika mereka berjalan di jalan maupun
ketika memasuki tempat-tempat ibadah. Kebiasaan tidak memakai tutup
kepala sebenarnya tradisi yang dikerjakan oleh orang-orang asing. Ide
ini memang sengaja diselundupkan ke negara-negara muslim ketika mereka
melancarkan kolonialisasi. Mereka mengerjakan kebiasaan buruk ini ;
namun sayangnya malah diikuti oleh umat Islam. Mereka telah
mengenyampingkan kepribadian dan tradisi keislaman mereka sendiri.
Inilah sebenarnya pengaruh buruk yang dibungkus sangat halus yang tidak
pantas untuk merusak tradisi umat islam dan juga tidak bisa dijadikan
sebagai alasan untuk memperbolehkan shalat tanpa memakai tutup kepala.
Adapun
argumentasi yang membolehkan membiarkan kepala tanpa tutup seperti yang
dikemukakan oleh sebagian orang dari Jama’ah Anshorus Sunnah di Mesir
adalah dengan mengkiaskannya kepada busana orang yang sedang memakai
baju ihram ketika melaksanakan ibadah haji. Ini adalah usaha kias
terburuk yang mereka lakukan. Bagaimana hal ini bisa terjadi, sedangkan
tidak menutup kepala ketika ihram adalah syi’ar dalam agama dan termasuk
dalam manasik, yang jelas tidak sama dengan aturan ibadah lainnya.
Seandainya
kias yang mereka lakukan itu benar, pasti akan terbentur juga dengan
pendapat yang mengatakan tentang kewajiban untuk membiarkan kepala agar
tetap terbuka ketika ihram. Karena itu merupakan kewajiban dalam
rangkaian ibadah haji. [dalam Tamamul Minnah fit Ta'liq 'ala Fiqhis
Sunnah (hal. 164-165)].
Tidak pernah disebutkan dalam sebuah
riwayat yang menyatakan bahwa Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam-
tidak memakai tutup kepala ketika shalat kecuali hanya ketika ihram.
Barangsiapa yang menyangka beliau pernah tidak memakai imamah (sorban)
ketika shalat -selain pada saat melakukan ihram-, maka dia harus bisa
menunjukkan dalilnya . [dalam Ad-Dinul Khalish (3/214) dan Al-Ajwibah
An-Nafi'ah an Al-Masa'il Al-Waqi'ah (hal.110)]
Yang perlu
disebutkan di sini adalah bahwa shalat tanpa mengenakan tutup kepala
hukumnya adalah makruh. Sholat tidak batal sebagaimana yang disebutkan
oleh Al-Baghawi dan mayoritas ulama lain. Namun jangan disangka kalau
hukum sekedar makruh, oh boleh dengan bebas tidak pakai tutup kepala,
tidak demikian !! Karena ini bukan kebiasaan Nabi -Shallallahu ‘alaihi
wa sallam- dan para sahabat. [Lihat Al-Majmu’ (2/51).
Saudarku yang kumuliakan.
Sorban
(Imamah) atau penutup kepala adalah sunnah Rasulullah SAW, ...
Rasulullah SAW bersabda : Perbedaan antara kita dengan musyrikin adalah
Imamah diatas kopyah / peci (dalam Mustadrak ala shahihain hadits
no.5903).
maksudnya bahwa muslimin mempunyai ciri khas yg tak
dimiliki orang2 musyrikin, yaitu sorban yg dilipatkan pada peci. maka
jelaslah bahwa Rasulullah SAW sangat menginginkan ummatnya memakai ini.
bila
seseorang bertanya mengapa anda menggunakan sorban, katakan padanya
karena sunnah, dan sunnah sudah mulai asing di hadapan muslimin sendiri,
maka wajib kita mengenalkannya pada masyarakat,
jangan tertipu
dengan ucapan kamu belum pantas pakai sorban!, ini ucapan orang yg
menentang sunnah, orang yg belum pantas pakai sorban hanyalah orang non
muslim, dan semua muslim sudah pantas pakai sorban, bila belum mau maka
tak apa.
Inilah beberapa hadits dan atsar yang menunjukkan bahwa
(Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-, sahabat, tabi’in, dan tabi’ut
tabi’in), dan generasi setelahnya memiliki akhlaq, dan kebiasaan, yaitu
menutup kepala baik di luar sholat, apalagi dalam sholat. Kebiasaan dan
sunnah ini telah ditinggalkan oleh generasi Islam, hanya karena alasan
malu, dan tidak sesuai zaman –menurut sangkaannya- !! Terlebih lagi
dengan munculnya berbagai macam model, dan gaya rambut yang terkenal,
seperti model Duran-Duran, Bechkham, Mandarin, dan lainnya. Semua ini
menyebabkan sunnah memakai penutup kepala mulai pudar, dan menghilang.
wallahu a'lam
sumber : http://usahatasiman.blogspot.com
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment