Hubungan kita dengan Allah Ta’ala hanya dapat dilakukan dalam Agama. Agama adalah hal-hal yang diinginkan Allah Ta’ala
pada diri manusia dalam setiap waktu, tempat, dan keadaan. Sholat
adalah fondasi Agama. Sholat adalah sarana latihan dari Allah Ta’ala untuk kita agar dapat memenuhi keinginan Allah Ta’ala terhadap diri kita pada saat tersebut.
Dengan
Dakwah maka kita dapat mewujudkan Agama dalam diri kita. Target dari
dakwah adalah membuat sifat dan membentuk Iman dalam diri kita.
Sebagaimana sahabat mendapat sifat dan Iman melalui dakwah yang penuh
pengorbanan, sehingga Iman dan sifat Mereka terbentuk sesuai dengan yang
Allah Ta’ala
inginkan. 13 tahun sahabat berdakwah atas perkara Iman saja, sebelum
syariat diturunkan. Pengorbanan yang mereka lakukan membuat Iman mereka
kuat. Sehingga setiap perintah yang turun dapat dengan mudah
dilaksanakan oleh sahabat.
Bagaimana seorang Da’i
harus mempunyai sifat sabar seperti yang dicontohkan Rasulullah SAW dan
sahabat. Para sahabat disiksa hanya untuk mempertahankan Iman. Bilal RA
dipanggang dan ditiban batu yang melebihi bobot badannya ditengah terik
panas matahari namun Imannya tidak goyang. Kabab RA dipanggang
punggungnya di atas bara namun Imannya tidak goyah. Ammar RA disiksa
dengan ayah ibunya dipasir yang panas sehingga orang tuanya Syahid.
Namun demi yang namanya Iman mereka bersabar atas penderitaan. Inilah
kesabaran Da’i dalam memperjuangkan Agama.
Begitu
pula penderitaan yang dialami Nabi SAW semenjak kecil. Ketika lahir
ayahnya telah tiada. Rasulullah SAW hanya merasakan kasih sayang seorang
ibu dalam 2 bulan saja. Ketika itu Nabi SAW harus sabar menyaksikan
ibunya meninggal didepan mata beliau ketika beliau masih anak-anak. Baru
merasakan sedikit kebahagiaan dengan kakeknya, Rasulullah SAW harus
bersabar melihat kakeknya meninggal hanya dalam waktu kurang dari
setahiun. Tarbiyah demi tarbiyah Allah berikan kepada Nabi SAW supaya
siap menerima tanggung jawab kenabian. Tarbiyah yang Allah berikan
kepada Nabi SAW ini telah membentuk sifat dalam diri Nabi SAW.
Ketika
beliau berdakwah, orang-orang yang memberikan beliau gelar Al-Amin,
orang yang sama berbalik menghina beliau dengan panggilan Al Majnun
(orang gila). Kehidupan beliau diboikot sehingga beliau berhari-hari
dengan istrinya tidak makan apapun selain biji korma dan air putih.
Selama 3 bulan dapur nabi SAW tidak mengeluarkan asap. Di saat
penting-pentingnya Dakwah Rasulullah SAW di Mekkah berturut-turut
Rasulullah SAW harus kehilangan 2 orang yang dicintai dan mendukungnya
dalam Dakwah yaitu istrinya, Khadijah R.ha, yang selalu menghiburnya
ketika sedih dan pamannya Abu Thalib yang selalu membelanya dari siksaan
orang quraisy. Setiap hari orang kafir Mekkah menghina beliau dan
melempari beliau dengan kotoran binatang, sehingga anaknya Fatimah
menangis melihat penderitaan Ayahnya.
Belum
lagi ketika beliau ke Thaif dengan penuh harapan penduduk Thaif mau
memeluk Islam, ternyata yang diterimanya adalah siksaan. Rasululllah SAW
dihina dan dilemparkan batu, sampai keluar kotapun masih dihajar. Darah
segar Rasullullah SAW berceceran banyak sekali. Disinilah Rasulullah
SAW berdoa yang doanya menggetarkan hati seluruh penduduk langit. Ketika
itu seluruh penduduk langit murka dan Allah Ta’ala
telah memerintahkan malaikat untuk siap menerima perintah apapun dari
Nabi SAW untuk menghancurkan Thaif. Tetapi apa yang dikatakan Nabi SAW
menjawab kesediaan para malaikat yaitu “Bukan ini yang aku mau, aku
berdoa karena kelemahanku dalam berdakwah, karena ketidak mampuanku
dalam menyampaikan “. Lalu Nabi SAW malah mendoakan kebaikan untuk para
penduduk Thaif agar suatu saat nanti mereka mau memeluk Islam. Inilah
kesabaran Rasullullah SAW dalam menghadapi cobaan. Ketika semua malaikat
telah siap untuk menghancurkan Thaif yang telah menyiksa beliau, tetapi
beliau malah mendoakan kebaikan buat mereka yang telah menyiksa beliau
SAW.
Tidaklah
mudah bagi sahabat menahan kesabaran mereka ketika melihat Rasulullah
SAW dihina dan disiksa, mengingat sahabat dahulu adalah seorang yang
pemberani dan pendekar-pendekar perang. Ketika Hamzah RA mendengar
Rasulullah SAW ditimpuki kotoran oleh Abu Jahal, beliau RA langsung
menyampiri Abu Jahal dan memukulnya hingga jatuh dan berdarah, didepan
para petinggi quraisy pada waktu itu. Inilah keberanian sahabat. Namun
Rasulullah SAW tidak pernah menyuruh mereka mambalas atau menyatakan
perang tetapi beliau malah menyuruh mereka bersabar atas orang kafir
quraisy. Para sahabat rela bersabar diatas segala penderitaan demi Agama
Allah. Mereka disiksa, keluarga mereka dibunuh, dihina dan dicaci maki,
tetapi apa yang nabi anjurkan kepada mereka, yaitu bersabar. Sabar ini
adalah amalan yang dapat memancing rahmat dan kasih sayang Allah kepada
mereka.
Allah Ta’ala menguji kesabaran para sahabat ketika susah dan sempit yaitu ketika di Mekkah, dan Allah Ta’ala
menguji mereka ketika senang dan lapang ketika di Madinah. Ketika
perjanjian Hudaiybiyah, para sahabat ditest kehormatannya oleh Allah Ta’ala,
sejauh mana mereka siap mengorbankan kehormatan mereka untuk Agama.
Ketika perjanjian Hudaibiyah, saat itu para sahabat RA sudah dalam
posisi siap tempur, tetapi ditolak oleh Rasulullah SAW. Bahkan
Rasullullah SAW menerima tawaran kafir quraisy yang tidak seimbang dan
merugikan posisi umat Islam pada waktu itu. Hal ni membuat harga diri
para sahabat ketika itu tercabik-cabik. Namun karena ini sudah menjadi
keputusan Rasulullah SAW, maka mereka harus taat. Inilah kesabaran
sahabat ketika mereka telah telah diujung kesabaran mereka untuk
menggempur kafir quraisy, mereka masih tetap taat kepada Nabi SAW.
Tetapi kejadian ini diabadikan oleh Allah Ta’ala dalam AL-Quran sebagai kemenangan umat Islam, walaupun para sahabat mengalami kekecewaan.
Bagaimana
diceritakan ketika penaklukan kota Mekkah, orang kafir quraisy
ketakutan melihat kekuatan umat Islam terutama Abu Sofyan, Jendral orang
quraisy yang ikut diberbagai pertempuran melawan umat Islam, Hindun
yang memakan hati paman Nabi, semua orang yang pernah menyiksa sahabat
orang yang sama ketika itu sangat ketakutan. Namun apa yang terjadi,
ketika Nabi berbicara di depan ka’bah,
”tahukah kalian apa yang akan aku lakukan kepada kalian?” mereka
menjawab dengan ketakutan, “tidak ya Rasulullah” Rasulullah SAW
bersabda, “Aku akan membebaskan kalian sebagaimana saudaraku Yusuf AS
membebaskan saudara-saudaranya.” Inilah yang dlakukan Rasulullah SAW
kepada orang yang sama yang telah menyiksa beliau SAW dan para
sahabatnya.
Inilah kesabaran yang harus dipunyai seorang Da’i,
sedangkan hari ini kita sudah merasa kehilangan kesabaran terhadap
jamaah, terhadap penduduk lokal. Bagaimana kita bisa menjadi Da’i
seperti mereka jika kita tidak mempunyai kesabaran seperti yang mereka
miliki. Para sahabat juga dihina ketika sedang berdakwah, tetapi mereka
bisa bersabar diri. Keadaan kita dibandingkan para sahabat sangatlah
jauh berbeda. Karena pengorbanan yang mereka lakukan dalam berdakwah
berbeda dengan kita, sehingga tingkat kesabaran yang kita punya juga
berbeda dengan mereka. Asbab kesabaran dan pengorbanan mereka, hidayah
tersebar. Masalah sahabat dibandingkan dengan masalah yang kita hadapi
sangatlah tidak sebanding, karena kita tidak melalui
penyiksaan-penyiksaan, pembunuan terhadap orang yang kita
cintai,ditimpuki, dll. Untuk itu penting kita keluar di jalan Allah
untuk melatih diri kita dan mendapatkan sifat para sahabat. Dengan
tarbiyat yang kita dapati ketika berdakwah, ini dapat membentuk
sifat-sifat mulia dalam diri kita. Inilah yang dilakukan para Anbiya AS
dan para sahabat dalam menjalankan usaha atas agama, “The Efforts of
Deen”, atau Dakwah. Mereka harus melakukan total pengorbanan sebagai
bukti kecintaan mereka kepada Allah Ta’ala.
Ibrahim AS baru bisa mempunyai anak ketika beliau berumur 98 tahun. Ketika itu beliau diuji 2 kali oleh Allah Ta’ala.
Pertama ketika beliau harus meninggalkan anak yang baru ia punya dan
yang ia dambakan, dan istrinya dipadang pasir. Disini terlihat bahwa
Allah hendak menguji Ibrahim AS dengan perintahNya, agar Ibrahim AS ini
hatinya senantiasa terpaut pada Allah. Hari ini seseorang yang pulang
kerja saja tidak sabar buru-buru pulang ingin bertemu dengan anak dan
istrinya, tetapi lihat Ibrahim AS malah diperintahkan untuk meninggalkan
anak dan istrinya. Dengan penuh kesedihan dan kesabaran dalam
menjalankan perintahNya, Ibrahim AS tinggalkan anak dan istrinya di
padang pasir. Demi menjalankan perintah Allah, keluargapun Ibrahim AS
rela mengorbankannya. Ibrahim AS di test kesabaran dan keyakinannya oleh
Allah untuk meninggalkan anak dan istrinya di padang pasir.
Setelah
Siti Hajar mengetahui bahwa itu adalah perintah Allah maka dia pun
Ridho di tinggal Ibrahim AS ditengah padang pasir. Inilah keyakinan siti
hajar dan ketaatannya terhadap perintah Allah. Hari ini orang jika
melihat suami meninggalkan anak dan istri untuk mendekatkan diri kepada
Allah, orang-orang sudah mencapnya sebagai orang yang tidak bertanggung
jawab. Jika suami pergi untuk mencari keduniaan di anggap sebagai orang
yang penuh tanggung jawab. Inilah kesalah fahaman kita hari ini, dikira
kita yang menghidupkan keluarga kita. Orang yang mau berkorban untuk
agama di jelekkan dan orang yang buat usaha atas dunia di muliakan.
Allah
telah buktikan bahwa Allah tidak perlu Ibrahim AS, Uang, atau Mahluk
apapun dalam memelihara Siti Hajar dan Ismail AS dipadang pasir yang
tandus. Allahlah yang memelihara segala-galanya, mahluk tidak dapat
memberikan manfaat dan mudharat tanpa seizin Allah. Asbab keyakinan dan
ketaatan Ibrahim AS dan keluarganya yaitu Siti Hajar dan Ismail AS,
Allah telah buat Mekkah daerah yang tandus dan tidak ada manusia yang
mau datang menjadi daerah yang berkah keluar air zam zam dan ramai
pengunjung. Setelah beberapa lama tidak bertemu, Ibrahim AS Allah
izinkan untuk bertemu dengan siti hajar dan Ismail AS, dengan syarat
tidak boleh turun dari kudanya dan tidak boleh berbicara. Setelah itu
Ibrahim AS harus balik lagi ke Palestina tempat dia harus berdakwah.
Hari jika kita diposisi nabi Ibrahim AS, sudah lama di jalan Allah rindu
pada keluarga, sekalinya bertemu tidak boleh turun dari kuda, tidak
boleh memeluknya, dan tidak boleh berbicara. Inilah kesabaran seorang
Nabi dan seorang Da’inya Allah. Setelah lolos dari ujian ini baru Allah izinkan Ibrahim AS berkumpul dengan Siti Hajar dan Ismail AS.
Ujian
kedua, ketika Ibrahim AS lagi senang-senangnya bermain bersama Ismail
AS, turun perintah untuk menyembelih Ismail AS. Inilah pengorbanan Nabi
Ibrahim AS dalam membuktikan kecintaannya terhadap Allah Ta’ala,
bahwa tidak ada yang lebih besar dari Allah di hatinya. Ini adalah
ujian dari Allah untuk membuktikan bahwa hati Ibrahim AS tidak mendua
kepada Allah dan kepada selain Allah walaupun itu keluarga. Ketaatan
kepada Allah Ta’ala bagi Ibrahim AS lebih berharga dibanding keluarganya. Inilah kesiapan dan kesabaran seorang Nabi dan seorang da’i dalam menjalankan perintah Allah.
Begitupula
kepada siti hajar dan Ismail AS ketika mendapatkan perintah ini. Nabi
Ibrahim dan Ismail AS digoda setan dengan perkataan, “Wahai Ibrahim ini
adalah anakmu bagaimana kamu bisa membunuh darah dagingmu sendiri,
apakah kamu tega.” Mendengar godaan dari setan ini maka Ismail AS
mengusir setan itu dengan melemparkan batu. Lalu Ismail AS berkata
kepada ayahnya, ”wahai ayah jika ini perintah Allah jalankanlah, saya
ikhlas menerimanya.” Begitu juga Siti Hajar yang di goda oleh setan yang
mengatakan bahwa saat ini Ibrahim AS akan membunuh anaknya. Siti Hajar
terperanjat kaget saekan-akan tidak percaya. Lalu Siti Hajar bertanya,
“Apakah ini adalah perintah dari Allah ?” si setan menjawab,”benar.”
Mendengar ini siti hajar menimpuk setan itu dengan batu dan berkata,
“Kalau begitu kamu ini setan, masa Ibrahim AS harus melanggar perintah
tuhannya.” Inilah keyakinan dan kesabaran keluarganya seorang Nabi dan
Da’inya Allah
dalam menjalankan perintah Allah. Ini berlaku bagi siapa saja yang siap
berkorban di jalan Allah maka nanti Allah akan buat keluarganya
mempunyai keyakinan dan ketaatan seperti keluarganya Ibrahim AS.
Keadaan
ini tidak hanya Allah berikan kepada Nabi Ibrahim AS tetapi juga kepada
para sahabat RA seperti Abu Bakar RA. Asbab pengorbanan Abu Bakar RA,
anak-anaknyapun mempunyai keyakinan yang sama seperti ayahnya. Suatu
ketika Abu Bakar hendak keluar di jalan Allah, ia telah korbankan
seluruh hartanya untuk digunakan di jalan Allah. Lalu Nabi SAW bertanya
apa yang telah kamu tinggalkan untuk rumahmu, dia menjawab, “Saya
tinggalkan Allah dan RasulNya.” Ketika ayah Abu Bakar RA yang buta dan
masih dalam keadaan Kafir berkunjung kerumahnya Abu Bakar, dia berkata
dengan nada marah kepada cucunya, “Pasti Abu Bakar telah meninggalkan
kalian pergi tanpa meninggalkan apapun.” Lalu Siti Aisyah R.ha beserta
adiknya Asma R.ha membimbing kakeknya ke arah meja dan berkata, “Tidak
kakek, ayah telah meninggalkan kita batu emas ini.” Seraya membimbing
tangan kakeknya ke meja memegang batu yang dikira emas oleh kakekanya.
Inilah keyakinan yang ditanamkan Allah kedalam anaknya Abu Bakar RA,
sehingga mereka rela ditinggalkan oleh ayahnya tanpa ditinggali apapun.
Nusroh, pertolongan, Allah Ta’ala
akan datang kepda orang yang sudah melakukan pengorbanan seperti
sahabat, yaitu total pengorbanan. Suatu ketika anak laki-laki Abu Bakar
berkata kepada ayahnya, “wahai Ayah, ketika perang Badr, saya mempunyai
kesempatan 3 kali untuk membunuhmu, tetapi setiap saya hendak
melakukannya, rasa cintaku kepadamu menghalangiku untuk melakukannya “.
Lalu Abu Bakar menjawab, ”wahai anakku, jika saat itu aku mendapatkan
kesempatan untuk memenggal kepalamu, pasti aku akan melakukannya tanpa
ragu-ragu karena aku lebih mencintai Allah Ta’ala dan RasulNya daripada kamu.”
Inilah cinta sahabat RA terhadap Allah Ta’ala, dan inilah kecintaan yang Allah Ta’ala
mau, tidak mendua kepada yang lain. Seorang sahabat ditanya oleh
Rasulullah.”Apakah yang akan engkau lakukan jika engkau malihat istri
engkau berduaan dengan lelaki lain dalam kamarmu.” Sahabat menjawab,
“Akan saya penggal leher lelaki itu.” Lalu Rasulullah SAW bersabda
mahfumnya, ”Saya lebih pencemburu dari kamu, dan Allah lebih pencemburu
dari saya. Begitu pula cemburunya Allah Ta’ala terhadap hambanya jika dapatiNya dalam hati hambanya kebesaran mahkluk selain kebesaran Allah Ta’ala”
Ada
seorang sahabat yang tidak bisa tidur sebelum melihat wajah Nabi SAW
karena sangking cintanya kepada Nabi SAW. Seorang sahabat berkata,
“Sebelum aku memeluk Islam tidak ada seorangpun yang kubenci melebihi
Muhammad SAW, tetapi setelah aku memeluk Islam tidak ada satu manusiapun
yang lebih aku cintai daripada Nabi SAW. Sahabat sangking cintanya
kepada nabi SAW rela mengorbankan anak, istri, pekerjaan, jabatan,
harta, dan harga diri. Tetapi jika takaza agama dibentangkan maka mereka
rela meninggalkan Nabi SAW demi agama. Sebagaimana perpisahan Nabi SAW
dengan Muadz yang akan pergi berdakwah ke Yaman. Nabi SAW berkata
kepadanya bahwa ini adalah pertemuan mereka yang terakhir, namun Muadz
RA tetap melanjutkan perjalanan demi kepentingan agama.
Para
sahabat ketika takaza jihad dibentangkan maka mereka langsung
meninggalkan segala yang mereka cintai seperti istri yang baru dinikahi
pada malam pertama,kebun korma yang siap dipanen, seluruh harta bendanya
bahkan kelurganya juga dikirim untuk berjihad. Karena lemahnya iman
kita maka kita belum mampu melakukan pengorbanan seperti mereka. Kesalah
fahaman yang terjadi saat ini adalah kita menyangka bahwa diri dan
harta kita milik kita, padahal semua yang kita miliki dan yang kita
lihat adalah milik Allah Ta’ala. Untuk membenarkan kesalah fahaman ini maka kita harus keluar dijalan Allah Ta’ala belajar pengorbanan seperti para Nabi AS dan para sahabat RA.
0 comments:
Post a Comment