KEDUDUKAN WANITA DALAM ISLAM
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ نُطْفَةٍ أَمْشَاجٍ فَجَعَلَهُ سَمِيعًا بَصِيرًا
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَنَا مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلَنَا شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي جَعَلَ أَكْرَمَهُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاهُمْ
أشهدُ أن لا إله إلاّ الله وحدَه لا شريكَ له ، إلهاً واحداً أحداً
صمداً ، لم يتَّخِذْ صاحبةً ولا ولداً وأشهد أنسيدنا ومولانا محمداً عبده
ورسوله. أما بعد
قال تعالى: يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ
وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ
أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
قال صلى الله عليه وسلم: إذَا صَلَّت المرأةُ خَمْسَها و صامت شهرها و أطاعت بَعلَها فلتدخل من أي أبواب الجنة شاءت
Hadirin-hadirat yang mulia, cukup banyak masturah yang hadir, tempat
sempit dan udara panas. Pahala pasti didapatkan. Maka hendaknya bayan
didengar niat untuk diamalkan dan merubah arah kehidupan. Sehingga
pertemuan kita ini bukan sekedar pertemuan kemudian bubar, tapi
bagaimana kita sampai pada apa yang disampaikan dan didengar dalam
majlis.
Dengan bahasa yang sangat indah Allah SWT. bertanya dalam Al Quran :
أَمْ خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُونَ
“apakah mereka diciptakan tanpa bahan sama sekali ataukah mereka yang menciptakan?” (Ath Thuur:35)
1. Apakah mereka jadi dengan sendirinya? Ini pertanyaan pertama.
2. Ataukah mereka yang menciptakan diri mereka sendiri? Ini pertanyaan kedua.
أَمْ خَلَقُوا السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ
“Apakah mereka yang menciptakan langit dan bumi?” (Ath Thuur: 36)
Ini pertanyaan ketiga. Dan masih banyak pertanyaan lainnya.
Bila kalian terjadi dengan sendirinya, maka kalian seperti tanah di
hutan atau lumpur di jalan, bebas semau kalian. Tidak akan ada tanya
jawab terhadap kalian, kalian bebas sebebas-bebasnya.Dan bila kalian
menciptakan diri kalian sendiri, kalian juga bebas. Apa yang kalian
inginkan, maka lakukan. Juga tidak akan ada pertanyaan terhadap
kalian.Dan bila kalian yang menciptakan langit, bumi, beserta isinya,
gunakanlah semau kalian. Dan tidak akan ada lagi batasan halal dan
haram. Pernikahan dan perzinahan tidak akan ada bedanya. Menutup aurat
atau membukanya sama saja. Mengerjakan shalat atau meninggalkannya tidak
ada bedanya. Kejujuran dan dusta tidak ada bedanya. Kesucian pribadi
dan kenistaan tidak ada bedanya. Rasa malu dan rasa tidak punya malu
menjadi sama. Keadilan dan kezaliman tidak ada bedanya.
Maka bila kalian terjadi dengan sendirinya,atau menjadikan diri
kalian sendiri, atau kalian yang menciptakan langit dan bumi, maka Allah
SWT. Seolah-olah berfirman kepada kalian :
“Biarlah Aku mundur, apa yang kalian inginkan, lakukanlah.”
Maka kita pelajari pertanyaan-pertanyaan ini. Pernahkah ada sesuatu
di alam ini yang terjadi dengan sendirinya? Adakah sebuah gedung sekolah
yang berdiri dengan sendirinya? Adakah seorang wanita yang pada pagi
hari tiba-tiba melihat seoang anak jadi sendiri di sampingnya? Atau
tiba-tiba muncul setumpuk perhiasan emas didepannya? Roti masak dengan
sendirinya? Daging matang dengan sendirinya? Pernahkah ada yang melihat
seperti ini? Tidak pernah ada. Maka berarti saya tidak jadi dengan
sendirinya. Dan pasti bahwa saya tidak menciptakan diri saya sendiri,
tidak menciptakan orang tua saya, tidak menciptakan kampung saya.
Seandainya saya ciptakan diri saya sendiri, tentulah saya memilih bentuk
yang lebih indah dari ini, dan mungkin saya akan menentukan agar lahir
di tengah keluarga raja. Maka jelaslah bahwa saya tidak jadi sendiri dan
tidak pula menciptakan diri saya sendiri. Lalu siapa yang menciptakan?
Dan bila sepotong kayu tidak bisa saya ciptakan, mana mungkin pohon bisa
saya buat? Bila sebutir pasir tidak bisa saya ciptakan, mana mungkin
alam semesta saya yang ciptakan? Bila setetes air tidak bisa saya
ciptakan mana mungkin lautan bisa saya ciptakan? Bila selembar daun
tidak bisa saya ciptakan, mana mungkin buah bisa saya ciptakan? Bila
selembar bulu tidak bisa saya ciptakan, mana mungkin burung merak bisa
saya ciptakan? Bumi siapa yang menciptakan? Langit siapa yang
menciptakan? Kita tidak jadi sendiri, tidak menciptakan diri sendiri,
dan tidak bisa menciptakan langit dan bumi. Lalu siapa yang menciptakan?
Bila wanita tidak bisa menjawab pertanyaan ini, binasa. Laki-laki tidak
bisa menjawab pertanyaan ini, binasa. Siapa pun orangnya, walaupun
mendapatkan gelar cumlaud dalam segala bidang, bila pertanyaan ini tidak
bisa dia jawab maka binasa, gagal dunia akhirat. Lalu, siapakah yang
menciptakan langit dan bumi? Siapakah yang menciptakan saya? Disambung
pertanyaan kedua, untuk apa saya diciptakan? Pertanyaan ini ada dalam Al
Quran, kita cari jawabannya, maka kita temukan jawabannya. Allah SWT.
firmankan dalam Al Quran:
هَلْ أَتَى عَلَى الْإِنْسَانِ حِينٌ مِنَ الدَّهْرِ لَمْ يَكُنْ شَيْئًا مَذْكُورًا
“ Bukankah telah datang dalam kehidupan manusia suatu masa tatkala manusia tidak ada sama sekali” (Al Insan: 1)
Allah SWT. juga berfirman :
أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ
كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ
حَيٍّ أَفَلَا يُؤْمِنُونَ
“Dulu semuanya tidak ada, langit tidak ada, bumi tidak ada, maka yang
ada hanya Allah. Allah yang dulu, Allah yang sekarang, itulah Allah
Dialah Allah yang Qayyum, Dialah Allah yang Mutakabbir, Dialah Allah
yang Awal, Dialah Allah yang Akhir, Dialah Allah yang Zhahir, Dialah
Allah yang Bathin, Dialah Allah yang Qayyum, Dialah Allah Malikul mulk,
Dialah Allah Dzuljalali wal ikram, Dialah Allah yang maha suci, Dialah
Allah yang tiada awalnya, Dialah Allah yang tidak ada akhirnya.” (Al
Anbiya: 30)
Alam semesta ini ada awalnya dan ada akhirnya. Namun Allah Swt yang
Maha ada, ada tanpa awalan dan terus ada tanpa akhiran. Allah SWT.
adalah yang Maha ada. Tapi adanya Allah Swt tidak membutuhkan tempat.
Allah Swt adalah yang Maha ada, tapi tidak perlu pada masa. Allah SWT.
adalah yang Maha ada, dan adanya Allah Swt tidak bisa ditentukan dimana
arahnya. Allah Swt adalah yang Maha ada, tidak perlu pada bentuk, tidak
perlu pada manusia. Allah Swt maha ada, tidak perlu pada isteri, tidak
perlu pada anak, tidak perlu pada alam, tidak perlu pada langit, tidak
pelu pada bumi, tidak perlu pada Rasul, tidak perlu pada Anbiya, tidak
perlu pada surga, tidak perlu pada neraka, tidak perlu pada Mikail,
tidak perlu pada Israfil, tidak perlu pada Izrail, tidak perlu pada
surga, tidak perlu pada neraka, tidak perlu pada langit, tidak perlu
pada bumi, tidak perelu pada Arsy, tidak perlu pada Lauhil mahfudh,
tidak perlu pada kursi.
Kita namanya manusia ini, di kelas kita duduk sejak kecil duduk di
bangku sekolah. Dan manusia ini pasti berada dalam salah satu dari
beberapa keadaan. Seorang itu mungkin berdiri, kalau tidak, mungkin
duduk, kalau tidak, mungkin berbaring, kalau tidak, mungkin tiduran,
mingkin ke arah kiri, mungkin ke arah kanan, pasti salah satu itu.
Tapi itulah Allah Swt yang tidak duduk, tidak juga berdiri, tidak
berbaring, tidak tengkurap, tidak terlentang, tidak miring kiri, tidak
miring kanan, tidak perlu makan, tidak perlu minum, tidak makan, tidak
minum, tidak mengantuk, tidak tidur. Dialah Allah yang tidak pernah
merasa takut, Dialah Allah yang baginya sama antara langit dan bumi,
baginya sama antara terang dan gelap, baginya sama antara siang dan
malam, arsy dan kursi sama baginya, cahaya dan api sama baginya, gunung
dan tanah lapang sama baginya. Dialah Allah raja manusia, raja bagi jin,
raja bagi lautan, raja dari api, raja dari besi dan perak, raja
segala-galanya.
Dialah raja ruang diantara langit dan bumi, Dialah raja burung-burung
yang berterbangan di udara. Dialah raja tiap-tiap tetesan air hujan.
Raja pemilik minyak wangi yang akan diciptakan. Dialah pemilik semuanya.
Dia pemilik kepakan sayap burung-burung yang berterbangan. Dialah
pemilik ular yang menyemburkan bisanya. Dialah yang menciptakan kerang
yang di dalamnya terdapat mutiara. Dialah yang menciptakan minyak ambar
dari ikan. Dialah pencipta dan pemilik lebah yang mencelupkan mulutnya
di air kemudian darinya diciptakan madu. Dialah yang menciptakan dan
memiliki ulat-ulat yang mengeluarkan sutera-sutera. Dialah Allah yang
memberikan minum kepada kijang kemudian darinya Allah ciptakan minyak
kasturi. Dialah Allah yang menciptakan air yang darinya Allah tumbuhkan
buah-buah mangga yang indah dan ranum. Dialah Allah raja dan pemilik
air, yang kadang-kadang darinya Allah ciptakan mangga, darinya Allah
ciptakan delima. Dialah Allah yang menciptakan pohon yang pahit, daun
yang pahit, dahan yang pahit, ranting yang pahit, tapi darinya Allah
tumbuhkan buah-buah delima. Dibungkus kulit yang pahit, semuanya pahit.
Dan tatkala dibuka, begitu nampak keindahan ciptaan Allah ,
butiran-butiran ada yang berwarna putih. tatkala nampak butiran delima
yang berwarna putih, maka seolah-olah mutiara ada di sana. Bila itu
berwarna merah, maka seolah-olah itu adalah buah yang ditaburi yaqut.
Dan itu semua Allah kumpulkan dalam suatu tempat yang rapi dan rapat,
kemudian….. supaya manusia berpikir, “Ini semua siapa yang menciptakan?”
Inilah Allah dan inilah ciptaan Allah.
هَذَا خَلْقُ اللَّهِ فَأَرُونِي مَاذَا خَلَقَ الَّذِينَ مِنْ دُونِهِ بَلِ الظَّالِمُونَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
“Inilah ciptaan Allah, inilah buatan Allah, maka tunjukkan apa yang diciptakan oleh selain Allah SWT”. (Luqman: 11)
Itulah Allah Swt. yang berfirman kepada kita, bahwa kita pun
diciptakan dari air. Yang dengan air itu pula Allah Swt telah ciptakan
pohon delima, Yang dengan air itu pula Allah Swt, telah ciptakan buah
delima. Yang dengan air itu pula Allah Swt telah ciptakan buah jambu.
Yang dengan air itu pula Allah Swt telah ciptakan mutiara. Dan dari air
itu pula tatkala dimasukkan ke dalam kijang, maka dijadikan kasturi. Dan
dari air itu pulalah tatkala dimasukkan kedalam lebah, maka yamg muncul
adalah madu. Kalian sebelumnya adalah air, kalian sebelumnya adalah
air.
أَلَمْ يَكُ نُطْفَةً مِنْ مَنِيٍّ يُمْنَى artinya : Dan sebelum air kalian adalah tanah (Al Qiyamah : 37)
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ طِينٍ Artinya :
“Dari tanah dikeluarkan gizi, dari gizi dikeluarkan sari patri, dari
sari pati dikeluarkan air”. (Al Mukminun : 12)
Kemudian dari situ Allah Swt teruskan dibuatlah bentuk oleh Allah Swt
yang berbeda-beda, kemudian disempurnakan, diberikan warna-warna yang
indah,warna-warna yang cantik. Kemudian Allah Swt menjadikan dalam
bentuk laki-laki, Allah SWT.menjadikan dalam bentuk wanita:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى
وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ
عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
(Al Hujurat: 13)
Dan dalam ayat lain Allah SWT. Berfirman :
يَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ إِنَاثًا وَيَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ الذُّكُورَ ()
أَوْ يُزَوِّجُهُمْ ذُكْرَانًا وَإِنَاثًا وَيَجْعَلُ مَنْ يَشَاءُ
عَقِيمًا (AsySyura: 49-50)
Allah Swt berikan anak perempuan, Allah Swt berikan anak laki-laki,
atau Allah Swt berikan pasangan laki-laki dan wanita. Dan Allah
menjadikan orang yang dikehendaki sebagai mandul, Allah SWT. tidak
berikan anak padanya, walaupun menjalani hioduo drngan meminta-minyta
supata dikaruniai anak, Allah SWT. tidak berikan anak padanya. Maka
telah jelas jawaban bagi kita . Allah yang maha pencipta. Langit, Allah
yang menciptakan :
وَالسَّمَاءَ بَنَيْنَاهَا بِأَيْدٍ وَإِنَّا لَمُوسِعُونَ (Al Hujurat: 47)
Bumi, Allah yg menciptakan :
وَالْأَرْضَ فَرَشْنَاهَا فَنِعْمَ الْمَاهِدُونَ (Al Hujurat: 48)
Gunung, Allah yang menciptakan:
وَالْجِبَالَ أَرْسَاهَا (An Nazi’at: 32)
Air, Allah yang mengeluarkan :
أَخْرَجَ مِنْهَا مَاءَهَا وَمَرْعَاهَا (An Nazi’at: 31)
Hujan, Allah yang menurunkan :
أَنَّا صَبَبْنَا الْمَاءَ صَبًّا () ثُمَّ شَقَقْنَا الْأَرْضَ شَقًّا
() فَأَنْبَتْنَا فِيهَا حَبًّا () وَعِنَبًا وَقَضْبًا () وَزَيْتُونًا
وَنَخْلًا () وَحَدَائِقَ غُلْبًا (‘Abasa: 25-30)
Dialah Allah yang membentangkan bumi, mengengkat langit, menurunkan hujan. Lalu Allah berfirman kepada kita :
يَا أَيُّهَا الْإِنْسَانُ مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ الْكَرِيمِ ( Al Infithar ayat 6 )
Dalam Al Quran hanya dua kali disebut يَا أَيُّهَا الْإِنْسَانُ Ini
adalah firman yang sangat indah. Allah bukan berdialog hanya kepada
orang muslim, tetapi kepada semua manusia di seluruh dunia. Kepada
muslim, kafir, orang yang taat, orang yang ingkar, Huindu, Buddha,
Atheis, Komunis, pemabuk, orang yang ahli maksiat, semuanya, Allah Swt
berfirman kepada mereka semuanya. Tergambar oleh saya seolah-olah
seperti seorang ibu yang memegang kedua pundak anaknya, dipegang sambil
bertanya, “wahai anakku, mengapa engkau berburuk sangka kepadaku?” Mana
mungkin aku berbuat buruk padamu? Sebab memang itulah watak seorang ibu.
Seperti apapun dia akan selalu menginginkan kebaikan anaknya.
Tergambar oleh saya, seolah-olah AllahSWT memegang pundak setiap
manusia. Baik laki-laki maupun wanita, Allah Swt bertanya, “wahai
hambaku, bagaimana kamu bisa berburuk sangka padaku? Sedangkan Aku
adalah yang menciptakanmu :
الَّذِي خَلَقَكَ فَسَوَّاكَ فَعَدَلَكَ (Al Infithar: 7)
menciptakannya dan membentuk fisikmu betul-betul seimbang, betul-betul serasi :
فِي أَيِّ صُورَةٍ مَا شَاءَ رَكَّبَكَ [ Al Infithar: ayat 8 ]
Dalam rupa yang Allah Swt kehendaki….. tetapi setelah diberi
keindahan wajah manusia lupa bagaimana sebelumnya dia dulunya adalah air
yang hina, kemudian menjadi nuthfah, kemudian menjadi ‘alaqah, kemudian
menjadi mudhghah, kemudian diberikan tulang-tulang padanya, lalu
dibungkus dengan kulit, dan dimasukkan ruh padanya. Barulah dikeluarkan
ke dunia. Dalam keadaan tidak ada gigi yang bisa menggigit, tidak ada
tangan yang bisa memegang, kaki belum bisa berjalan, tidak bisa
berbicara, tidak bisa mengeluh, tidak bisa mengadu ingin buang air
besar, ingin buang air kecil, lalu Allah menetapkan dua orang yang
sangat sayang padanya. Allah memberikan kasih sayang yang begitu dalam
pada diri kalian, dalam hati kedua orang tua. Mereka tidak bisa makan
sebelum engkau kenyang, mereka tidak bisa tidur sebelum engkau tidur.
Bila engkau menangis, maka makanan yang mau disuap pun terjatuh. Engkau
ketakutan, rasa kantuk pun hilang. Engkau sedikit bersuara, maka
teriakan pun keluar dari mereka. Seandainya Allah Swt tidak membuat
aturan demikian, tentulah tidak ada yang memperhatikanmu tatkala engkau
kelaparan, membersihkanmu tatkala engkau buang air, yang menidurkanmu di
tempat yang hangat. Tidak ada yang bekerja seharian, kecapean untuk
nafkahmu, tidak ada seorang wanita yang seharian susah payah memasak
makanan, memasak daging untukmu. Mereka semua dibuat seperti ini untuk
keperluanmu. Seoang ibu duduk menunggu anaknya, tatkala anaknya datang,
dia gembira menyambutnya, “Anakku datang, anakku datang.” Allah Swt yang
mengatur ini semua untuk pemeliharaanmu. Andaikan Allah SWT. cabut rasa
kasih sayang, tentukah seekor ular akan menelan anaknya, tentulah
seorang ibu akan tega melemparkan anaknya ke dalam tempat sampah.
Allah SWT. yang mengatur ini semua. Dan tatkala engkau belum bisa
apa-apa, menelan makanan pun susah, Maka apa yang Allah Swt lakukan, apa
yang Dia buat? Allah Swt mengalirkan dua mata air di tempat yang sangat
dekat denganya. Yang mendatangkan kehangatan di waktu dingin, dan
mendinginkan di waktu kepanasan. Begitu dekat, begitu mudah. Tidak ada
yang lebih bermanfaat, tidak ada yang lebih baik dari seorang anak ini
dari pada air susu ibunya. Seorang ahli herbal mengatakan pada saya,
“seandainya seorang anak pada masa mudanya tidak merusak benih-benih
susu yang dia minum waktu bayi, pengaruh air susu ibu ini akan bertahan
sampai 40 tahun lamanya”. Susu apa pun di seluruh dunia, jenis apa pun
tidak ada yang memberikan kekuatan, tidak ada kandungan sebagaimana
kandungan air susu ibu. Allah SWT menciptakan ini semua :
الَّذِي خَلَقَكَ فَسَوَّاكَ فَعَدَلَكَ () فِي أَيِّ صُورَةٍ مَا شَاءَ رَكَّبَكَ
Artinya
“Tatkala tidak ada seorang wanita yang bersujud pada Allah, tidak ada seorang pemuda meletakkan dahinya menyembah Allah SWT”.
Maka Allah Swt lanjutkan,“Wahai manusia, wahai hambaKu, Aku yang
telah menciptakanmu, kenapa engkau sekarang menjadi penentangKu? Aku
yang telah menciptakanmu. Kenapa sekarang engkau berburuk sangka padaKu?
Sedangkan seorang ibu pun tidak mungkin menginginkan keburukan untuk
anaknya. Akulah yang berkata kepadanya, “gunakanlah hijab” Akulah yang
mengatakan supaya engkau letakkan dahimu diatas tanah, “Shalatlah”,
Akulah yang memerintahkan supaya hubungan laki-laki dan perempuan ada
batasnya, Akulah yang mengatakan supaya perempuan menjaga dirinya dari
nereka. Seorang anak, dia tidak akan berpikir buruk terhadap ibunya.
Akulah yang mengatakan supaya kalian tidak mengangkat kepala di depan
bapak kalian. Akulah yang mengatakan pada isteri untuk taat kepada
suaminya. Akulah yang mengatakan supaya suami menunaikan kewajiban
tetrhadap isterinya. Akulah yang memerintahkan supaya kalian berdagang
dengan cara yang benar dengan cara yang jujur, tidak mengurangi
timbangan dan takaran. Jangan sampai jahil dalam pekerjaan, jangan
sampai mengandalkan kekuatan untuk berbuat kejahatan. Tapi, apa yang
kamu lakukan dengan itu semua? Lalu kenapa tiap-tiap langkah yang kalian
lakukan untuk melanggar perintahku? Kau tinggalkan shalat, kau letakkan
Al Quran sebagai hiasan di rumah, di simpan hanya untuk mendapatkan
keberkahan saja? Kitab yang mestinya dipakai, dilipat dan disimpan
kemudian lupa tidak belajar.
Saya ingat waktu kecil, setiap saya pulang dari masjid ke rumah, di
sepanjang rumah terdengar ibu-ibu yang membaca Al Quran di rumah
masing-masing. Tapi sekarang apa yang terjadi? Orang melihat tv sampai
tengah malam, orang kehilangan rasa malu di mana-mana. Sekarang orang
pada menangis sedih kenapa ekonomi merosot, banyak hutang, padahal bukan
itu yang kita tangisi. Tapi hilangnya anak-anak kita, itulah yang kita
tangisi. Laki-laki hanyut dalam kesenangan. Foya-foya, nyanyian, tarian
dan perempuan. Itu perbuatan tanpa rasa malu. Wahai, ini seolah-olah
perahu telah tenggelam, bahtera tidak bisa menepi ke pelabuhan, kalaulah
ini masih ada tidak tenggelam, itu karena kasih sayang Allah SWT. yang
menahan.
Dan bila kaum laki-laki dan perempuan sudah biasa dengan kesenangan
musik, anak-anaknya sudah biasa dengan nyanyian, di pasar-pasar sudah
biasa mengurangi dalam timbangan dan takaran, anak-anak berani durhaka
kepada orang tuanya, penindasan dalam kekuasaan, kedzaliman di
pengadilan, orang yang kuat berbuat sewenang-wenang, orang yang
didzalimi berteriak-teriak tidak ada yang memberikan pertolongan.
Kemudian dalam keadaan seperti ini mestinya kita tidak bisa makan, tidak
bisa minum, tidak bisa beristrahat, tidak bisa tinggal di atas bumi,
mestinya semua tenggelam ditelan ke dalam tanah. Bahkan satu kabupaten,
satu provinsi, satu negara, seluruh dunia pun mestinya sudah tenggelam.
Kalau ada seorang wanita, di tengah-tengah keramaian, dia
menari-nari, tiap-tiap gerakannya ini punya kekuatan luar biasa yang
bisa menghancurkan gunung himalaya, yang bisa mengeringkan samudera,
hutan-hutan akan terbakar menjadi padang pasir, dan bumi akan hilang
dari penduduknya atau bahkan jadi kosong. Untunglah bumi ini bukan
tempat hukuman, bukan tempat balasan. Allah Swt tidak jadikan bumi ini
tempat hukuman dan balasan. Dunia hanyalah tempat ujian. Sedangkan
tempat balasan akan datang tatkala mata terpejam, ibu lupa pada anaknya,
anak lupa pada ibunya, nyawa sudah berada di tenggorokan, tatkala suami
lupa pada isterinya, isteri lupa pada suaminya, saudara lupa dengan
saudaranya, itulah waktu yang sebenarnya. Bagaimana keadaan manusia
hidup, seperti itulah keadaan kematiaannya. Bagaimana ia menjalani
hidup, dalam keadaan itu malaikat maut akan datang menjemputnya.
Maka semua yang hadir, ibu-ibu, bibi-bibi, saudari-saudari,
bapak-bapak, saudara-saudara, paman-paman, maupun yang tidak hadir yang
bertebaran di pasar-pasar dan di jalanan, seolah-olah Allah SWT turun
dan memegang pundak setiap orang dari kita dan berfirman :
“Wahai hambaku, Akulah yang menciptakanmu. Mana mungkin Aku membuat
keputusan buruk untukmu. Mana mungkin aku menyempitkan hidupmu. Ibumu
rela kelaparan untuk memberi makan padamu, ibumu rela menahan kantuk
untuk menidurkanmu. Sedangkan Aku ini tujuh puluh kali lipat lebih
sayang daripada seorang ibu.”
Tujuh puluh dalam istilah bahasa Arab bukan dimaksudkan angka tujuh
puluh. Tetapi maksudnya adalah banyak sekali, tanpa batas. Seolah Allah
ingin mengatakan “Aku lebih sayang daripada seorang ibu berkali-kali
lipat tanpa batas. Maka Aku mengatakan padamu untuk memasang sajadah,
shalat dan meletakkan dahi di atas tanah. Aku perintahkan para wanita
untuk memakai hijab. Aku tidak melarang keluar. Bila akan keluar,
keluarlah tetapi dengan hijab. Kalaupun bekerja, bekerjalah namun dengan
hijab. Dan bila bulan Ramadhan tiba, Aku perintahkan untuk berpuasa.
Bila engkau seorang puteri dari seorang ibu, maka perintahKu adalah
khidmatlah kepada ibumu dan ayahmu. Bila engkau punya saudara, maka
khidmatlah pada saudaramu. Bila kedudukanmu sebagai isteri, maka
berkhidmatlah kepada suamimu. Bila engkau adalah seorang anak laki-laki,
maka perintahKu adalah supaya engkau berbakti kepada orang tuamu. Bila
engkau punya saudara perempuan, maka perintahKu adalah supaya berkhidmat
kepada saudarimu. Bila engkau seorang suami, perintaKu adalah supaya
engkau menanyakan hak isterimu. Bila engkau seorang bapak, maka
perintahKu adalah supaya engkau mendidik anak-anakmu. Bila engkau
seorang pedagang, perintahKu adalah agar menimbang dan menakar dengan
kejujuran. Bila engkau seorang petani, maka janganlah hasil pertanianmu
membuatmu takabur. Tapi berikanlah, Infakkanlah sebagian untuk fakir,
untuk orang miskin yang membutuhkan. Bila engkau seorang raja, maka
berbuat adillah. Bila engkau orang yang kuat, maka berbuat insaflah.
Bila engkau duduk sebagai seorang hakim di pengadilan, maka janganlah
engkau menjadi pembela orang-orang yang berbuat zalim.
Ini semua Aku perintahkan kepadamu, tidak mungkin bukan untuk kebaikanmu, tidak ada yang lebih sayang kepadamu dari pada Aku :
وَكَانَ اللَّهُ شَاكِرًا عَلِيمًا
“dan adalah Allah SWT. Maha berterima kasih dan Maha mengetahui”. (An Nisa: 147)
Saat Nabi Yunus AS keluar dari mulut ikan, maka Allah SWT. berfirman
padanya, “wahai Yunus, kaummu telah bertaubat, pergilah pada mereka. Di
tengah perjalanan Nabi Yunus AS bertemu dengan tukang tembikar yang
membuat bejana-bejana yang sangat besar terbuat dari tanah. Maka Allah
Swt perintahkan pada Nabiyullah Yunus As supaya pembuat tembikar itu
memecahkan bejana yang dibuatnya. Maka tatkala diperintahkan padanya,
pembuat tembikar itu bertanya,”kenapa,untuk apa saya pecahkan, ini kan
sudah saya buat dengan tanganku sendiri, untuk apa saya pecahkan? Maka
Nabiyullah Yunus Swt melaporkan keengganan pengrajin ini kepada Allah
SWT. Maka Allah Swt berfirman kepada Nabiyullah Yunus Swt, “Wahai Yunus,
itu orang yang membuat bejana dengan tangannya sendiri, dia tidak mau
menghancurkannya, maka bagaimana engkau hancurkan, engkau bawa manusia
yang telah Aku buat, Akulah yang membuatnya engkau bawa mereka pada
kematian, engkau sampaikan mereka pada kehancuran. Kenapa engkau biarkan
mereka mencampakkan diri dalam kebinasaan? Sedangkan mereka semua telah
bertaubat, mereka semua hambaku, hingga kembali kepadaku.”
Maka untuk itulah katakan kepada seluruh manusia di dunia baik
laki-laki maupun wanita, berdamailah kalian dengan Allah SWT. Rabb yang
begitu Penyayang, dan Penyantun. Tidakakan kalian temukan selainNya. Dia
yang maha Kasih Sayang, Maha Pemberi, Pemilik segala sifat yang indah,
Pemilik Kerajaan :
الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ المَلِكُ القُدُّوسُ السَّلامُ المُؤْمِنُ
المُهَيْمِنُ العَزِيزُ الجَبَّارُ المُتَكَبِّرُ الخالِقُ البارىءُ
المُصَوّرُ الغَفَّارُ القَهَّارُ الوَهَّابُ الرَّزَّاقُ الفَتَّاحُ
العَلِيمُ الباسِطُ الخَافِضُ الرَّافِعُ المُعِزُّ المُذِلُّ السَّمِيعُ
البَصِيرُ الحَكَمُ العَدْلُ اللَّطِيفُ الخَبيرُ الحَليمُ العَظِيمُ
الغَفُورُ الشَّكُورُ العَلِيُّ الكَبِيرُ المُغِيثُ الحَسِيبُ الجَلِيلُ
الكَرِيمُ الرَّقِيبُ المُجِيبُ الوَاسِعُ الحَكِيمُ الوَدُودُ المَجِيدُ
الباعِثُ الشَّهِيدُ الحَقُّ الوَكِيلُ القَوِيُّ المَتِينُ الوَليُّ
الحَمِيدُ المُحْصِي المُبْدِىءُ المُعِيدُ المُحْيِي المُمِيتُ الحَيُّ
القَيُّومُ الوَاجِدُ المَاجِدُ الوَاحِدُ الصَّمَدُ القادِرُ المُقْتَدِرُ
المُقَدِّمُ المُؤَخِّرُ الأوَّلُ الآخِرُ الظَّاهِرُ البَاطِنُ الوَالي
المُتَعالِ البَرُّ التَّوَّابُ المُنْتَقِمُ العَفُوُّ الرًّؤُوف مالِكُ
المُلْكِ ذُو الجَلالِ وَالإِكْرَامِ المُقْسِطُ الجامِعُ الغَنِيُّ
المُغْنِي المَانِعُ الضَّار النَّافعُ النُّورُ الهَادِي البَدِيعُ
الباقِي الوَارِثُ الرَشِيدُ الصَّبُورُ
Adakah yang bisa menunjukkan Raja seperti Dia? Adakah yang bisa
menunjukkan Pencipta seperti Dia? Adakah yang bisa menunjukkan Allah
selain Dia? Lalu kita tidak bersujud kepadanya? Sedangkan Dia yang
mengadakan. Dia yang memberikan mata. Wanita menghiasi wajah dengan
anting dan perhiasan lainnya. kita katakan, hiasilah dengan wajahmu
dengat tanda sujud. Wanita menghiasi matanya dengan celak. kita katakan,
hiasilah matamu denga rasa malu. Orang berangapan bahwa keluar dengan
penuh perhiasan adalah sebagai kesempurnaan. Justru Kita katakan,
jadikanlah menyembunyikan diri sebagai kesempurnaan :
Berlian selalu tersembunyi di balik gunung. Mutiara tersembunyi di
dalam kerang. Biji gandum tersembunyi di dalam cangkangnya. Jagung
tersimpan di dalam kulitnya.
Barang berharga tidak akan di lempar di tengah jalan. Barang bernilai
tidak mungkin terbuka di tengah pasar. Adakah buah yang tidak
diselubungi kulit? Semakin bernilai dan bermanfaat, tutupnya semakin
rapat. Sedangkan di dunia ini tidak ada perhiasan yang lebih bernilai
daripada wanita. Dari wanitalah makmurnya dunia. Bila pangkuan wanita
kering, keringlah dunia. Bila pangkuan wanita subur, suburlah dunia.
Bila pangkuan wanita tandus dari tarbiyah, maka sebagaimana dari lumpur
bermunculan semak berduri, dari pangkuan wanita akan muncul pembunuh,
pemabuk, pezina, penjual diri, penjual kehormatan, penindas kemanusiaan.
Dan bila pangkuan wanita subur, muncullah saifullah (pedang Allah),
Junaid Al Baghdadi, Syaikh Abdul Qadir Jailani, Rabiah Adawiyah, Sirri
Siqthiy, Ma’ruf Karkhi, Bakhtiar Khaki. Lihatlah masa lalu, tatkala
pangkuan ibu subur makmur.
Hari ini, pangkuan wanita kosong. Para wanita mandul. Para lelaki
mandul. Kita lihat banyak anak di rumah-rumah. Bukan seperti itu
maksudnya. Anak adalah yang bila dilihat oleh Allah SWT. Dia akan ridha
padanya. Yang bila dilihat oleh Rasulullah SAW, beliau akan gembira
dengannya. Yang Islam bangga dengannya. Bumi membanggakannya. Bila
seorang lelaki maupun wanita bersujud, lalu meneteskan setetes air mata
jatuh ke tanah. Kesejukan yang dirasakan tanah dengan jatuhnya tetesan
ini tidak dapat disamai dengan hujan selama empat puluh hari. Air hujan
yang menetes ke bumi hanya akan merasuk beberapa inchi saja ke dalamnya.
Tetapi air mata tangisan akan menembus bumi hingga ke tahtats tsara
(yang di bawah tanah). Bila disuarakan nyayian di atas bumi, pecah
hatinya. Tarian yang di lakukan di permukaannya telah menyulut api di
tiap-tiap ruasnya. Perzinaan yang memenuhi bumi sebenarnya membuatnya
siap untuk meledak. Kedurhakaan kepada orang tua telah membuat gunung
bersiap untuk beterbangan. Begitu banyak kemaksiatan dilakukan yang bisa
menyebabkan runtuhnya langit sebagai atap.
Maka karena Allah saya berkata, kembalilah kepada Allah. Wanita
diciptakan bukan untuk menari. Di manakah pesta pernikahan yang bersih
dari goyangan tubuh wanita? Kita mengatakan bahwa orang kafir (Hindu)
adalah musuh kita, tetapi wanita mana yang tidak terbawa kebiasaan
mereka?
Saya tidak menyuarakan perkataan saya. Saya hanya kurir yang
menyampaikan pesan Allah dan RasulNya. Hendaklah tunaikan hak yang
memang selayaknya ditunaikan. Seorang ibu tidak selalu setia. Seorang
anak tidak selalu setia. Seorang istri tidak selalu setia. Seoramg anak
yang ditinggal mati ibunya tidak akan manyertainya di dalam kubur.
Bahkan dialah yang menimbun ibunya. Tetapi Allah, Dialah Dzat yang
selalu setia. Menyertai saat di dunia. Menyertai saat di akhirat.
Menyertai saat hidup. Menyertai saat mati. Di kubur, shalat di sebelah
atas, sedekah sebelah kanan, puasa sebelah kiri, pahala berjalan ke
masjid datang, pahala sabar datang, taqwa datang, munkar nakir datang,
tanya jawab diadakan.
Lihatlah Rabiah Adawiyah. Tidak mungkin menggantikan namanya dari
lembaran sejarah. Seorang wanita akan dihargai bila pertama, dari
keluarga terhormat. Dua, berwajah cantik. Tiga, kekayaan. Empat,
berketurunan. Bila seorang wanita bukan dari keluarga terhormat akan
turun nilainya. Bila tidak cantik, akan lebih jatuh lagi nilainya. Lalu
tidak berharta, akan lebih rendah nilainya. Dan bila mandul, tidak akan
ada lelaki yang mau padanya. Tetapi sungguh mengherankan, tidak satu pun
kelebihan ini ada padanya. Dan kisahnya selalu dibicarakan di mana-mana
sejak ratusan tahun lamanya. Dia adalah dari kalangan budak bangsawan.
Dari Ethiopia. Yang kedua, wajahnya adalah wajah Ethiopia Kulit hitam,
hidung kecil. Yang ketiga, dia adalah budak. Dari mana budak memiliki
kekayaan? Yang keempat, dia mandul. Suaminya meninggal di waktu muda.
Menjanda sejak usia muda. Kebiasaannya, mandi, lalu menganti pakaian,
kemudian mendatangi suami. Dia bertanya, “Apakah aku diperlukan?” Bila
suami mengatakan tidak, maka dia akan ke tempat shalatnya. Semalaman di
sana. Dan, tatkala suaminya telah meninggal, Syaikh Hasan Bashri yang
begitu tampan, ‘alim, ahli hadits, ahli tafsir, mujahid dan masih sangat
banyak gelar yang layak beliau sandang. Beliau datang sendiri untuk
meminang. Bukan mengirim utusan. Beliau utarakan keinginan beliau untuk
menikahinya. Rabiah menjawab, jawablah empat pertanyaanku, baru aku mau
menikah. “Apa itu?” “Apakah aku ahli surga atau ahli neraka?” “Aku tidak
bisa menjawab,” kata beliau. “Tatkala catatan amal dibagikan, ada yang
menerima dengan tangan kanan, ada yang dengan tangan kiri, dengan tangan
mana aku akan menerima catatan amalku?” “Aku tidak bisa mengatakan
apa-apa,” kata beliau. “Saat amalku ditimbang, apakah kebaikanku lebih
banyak ataukah dosaku yang lebih banyak?” “Aku tidak tahu.” “Saat
orang-orang meniti shirat, ada yang bisa melintas dan ada yang jatuh,
bagaimana dengan aku? Apakah melintas ataukah terperosok?” “Aku tidak
tahu.” “Kalau begitu biarkan aku membuat persiapan untuk yang empat
itu.” Menjelang wafatnya, Rabiah berpesan kepada pembantunya, “Bila aku
mati, jangan diumumkan. Cukup beri tahu tetangga. Dan jadikan kain usang
yang selalu saya gunakan untuk beribadah kepada Rabbku sebagai kain
kafan. Keesokan paginya diberitahulah tetangga-tetangga untuk
menurunkannya.
Dan ini tidak berat, yang berat adalah kita dengan banyaknya
dosa-dosa. Mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki, kita ini penuh
dengan dosa, dahi kosong dari sujud pada Allah, mata kosong dari rasa
malu, telinga dipenuhi dengan racun-racun musik, yang tidak
memperhatikan kebaktian pada orang tua, yang menyia-nyiakan kewajiban
pada isterinya, yang menyia-nyiakan kewajiban pada suaminya. Orang
seperti kita inilah yang akan menjadi beban bagi bumi. Malam harinya
pembantunya bermimpi bertemu dengan Rabi’ah, kemudian bertanya,
“bagaimana keadaanmu?” kemudian bercerita, “Munkar nakir datang
kepadaku, dan bertanya, “Man rabbuki?” maka aku menjawab, “Subhaanallah,
dzat yang 40 tahun tidak pernah aku lupakan, kemudian aku dimasukkan
kedalam tanah empat hasta ini, akankah aku lupa padanya?” Kemudian
malaikat berkata, “Ya sudah, untuk apa ditanya lagi”.
Maka seperti itulah hendaknya kita mencari kematian. Janganlah kita
hidup mengikuti wanita-wanita zaman sekarang. Pada saat ini orang-orang
sibuk berlarian hidup dengan berkiblat pada orang-orang barat. Yang saya
inginkan, bagaimana semuanya ikut kehidupan Fathimah R.ha, ikut
kehidupan Khadijah R.ha, bertemu dengan mereka disana. Saya ingin
semuanya berkumpul bersama Fatimah R.ha. Dan saya ingin bagaimana
laki-laki menjadi pembantu dari Hasan dan Husain pimpinan pemuda-pemuda
surga. Nanti di akhirat akan dipisahkan orang-orang yang ikut barat.
Berpisahlah kalian. Jangan sampai di dunia kita hidup dengan orang-orang
kampung, tapi di akhirat dikumpulkan dengan orang-orang barat:
وَامْتَازُوا الْيَوْمَ أَيُّهَا الْمُجْرِمُونَ
Maka orang-orang merasa ketakutan hari itu, jantung pecah. (Yasin: 59)
Seandainya ada kematian, tentulah mereka mati semua. Tapi kematian
telah tiada. Maka semuanya diseret. Wanita diseret dari tengkuknya,
kemudian laki-laki akan dimasukkan tangan ke dalam rahangnya, ditarik
hingga semua keluar. Dibawa, kemudian diseret. Maka laki-laki
berteriak-teriak waasyabaabaah-waasyabaabaah, wahai masa mudaku-wahai
masa mudaku. Apa yang dikasihani, sedangkan mereka tidak kasihan pada
masa mudanya. Dan wanita-wanita akan berteriak-teriak
waakhabaayaah-waakhabaayaah, wahai malu, wahai malu. Apa yang dikasihani
dengan rasa malu, sedangkan waktu hidupnya tidak punya rasa malu, tidak
mau menutupi dirinya.
Maka hadirin-hadirat, yang mulia, jadilah kita ini hamba-hamba Allah,
Allah yang telah menciptakan kita. Allah menciptakan kita untuk apa,
supaya kita hidup mendapatkan ridha dari Allah Swt. Menyempurnakan
perintah-perintah Allah Swt, menghidupkan sunnah-sunnah Rasulullah Swt,
kemudian bertemu dengan Allah Swt. Bila menjadikan kehidupan Rasulullah
Swt sebagai kehidupan kalian, maka di dunia bahagia, di akhirat
bahagia.Allah Swt tidak jadikan dunia tempat bersenang-senang, tapi
dunia hanyalah sekedar permainan. Ini adalah alat kesenangan yang
menipu. Dunia adalah sebelah sayap nyamuk, dunia adalah sarang
laba-laba. Orang-orang yang lari mengejarnya adalah orang gila. Dan
orang-orang yang melihat mimpinya ini adalah orang-orang yang tidak
berakal. Maka orang-orang yang berlomba-lomba memparbesar rumahnya di
dunia ini, adalah orang yang paling bodoh. Mengejar dengan susah payah
membangun rumah yang akan ia tinggalkan. Dan dia lupa dengan surga yang
telah Allah sediakan. Dia mengejar-ngejar sesuatu yang akan dia
tinggalkan, lupa pada sesuatu yang abadi. Ini adalah tempat singgah
saja.
Semuanya, satu demi satu pergi meninggalkan dunia. Laki-laki kaya
mati, perempuan kaya mati, laki-laki miskin mati, perempuan miskin mati,
rakyat mati, pejabat mati, pedagang mati, penjual pakaian mati, penjual
makanan mati, semuanya satu demi satu akan mati. Kita lihat, kubur
makin lama, makin banyak penghuninya. Pasar makin hari berkurang dan
dikurangi orang-orangnya. Sehingga akan tiba suatu saat nanti, kita
habis semuanya. Seperti apa pun ramainya sebuah pasar, seperti apa pun
ramainya sebuah rumah, suatu saat nanti akan sepi…sepi…tidak tersisa
kecuali sarang laba-laba dan suara desiran angin. Dan akan tiba lagi
suatu masa tatkala laba-laba pun habis, desiran angin pun habis, kita
akan menghadap pada Allah SWT. Kita akan ditanya,”Wahai hambaku, apa
yang kamu bawa untuk menghadap padaKu?”. Maka jadikanlah cara hidup
Rasulullah Swt sebagai cara hidup kita. Tidak ada manusia yang lebih
perhatian, yang lebih sayang, yang lebih cinta, melebihi Rasulullah Saw.
Coba, adakah yang 23 tahun lamanya menangis tanpa berhenti?
Rasulullah Saw 23 tahun lamanya terus menerus menangis untuk ummatnya.
Dan adakah seorang bapak yang susah payah, jerih payah 23 tahun tidak
berhenti untuk anaknya? Rasulullah Saw jerih payah, matia-matian
berjuang untuk ummatnya. Rasulullah Saw yang diutus untuk menangisi
ummatnya pun, sampai Allah tegur, “Jangan kau menangis sampai
seolah-olah kau akan bunuh dirimu sendiri”. Sebagaimana seorang ayah
yang menyuruh anaknya untuk rajin belajar. Tatkala anaknya berlebihan
belajar pun, ayahnya pasti akan mengingatkannya untuk beristirahat.
Kemudian Allah Swt bertanya, “Wahai kekasihku, apa yang kau
tangisi?” “Ummatku Ya Allah.” Begitu sayang beliau kepada ummatnya.
Tatkala ke Thaif dan penduduk mengusir beliau, gunung hampir ditimpakan
kepada mereka dan beliau sendiri yang menahannya. Mereka mengusir,
melempari dan mengejar beliau hingga pingsan berlumuran darah. Diangkat
oleh Zaid RA dibawa berteduh di kebun orang kafir yang memusuhi beliau.
Kebun itu milik ‘Utbah bin Rabiah yang mengnginkan kematian beliau.
Namun begitu parahnya keadaan beliau, orang yang begitu benci pun
tatkala melihat keadaan beliau menjadi trenyuh. Tidak mampu menahan air
mata. “Wahai Muhammad, apa yang terjadi dengannya?” Dia sendiri yang
memetik anggur dari kebunnya. Karena rasa malu saja dia tidak suguhkan
sendiri. Dia suruh budaknya untuk menyuguhkannya. Ini seorang kafir
musuh keras Rasulullah SAW. pun merasa kasihan pada beliau. Tetapi,
bagaimana perlakuan ummat ini kepada beliau? Sunnah dirusak. Acara
pernikahan diadakan, adakah yang tanpa iringan suara musik? Bila
ditanya, kenapa melakukan ini, maka akan dijawab bahwa ini adalah untuk
menyenangkan anak laki-laki atau anak perempuan saya.
Mengapa tidak dipikir, apakah tidak perlu untuk menyenangkan Allah
dan Rasulnya? Mengundang paman, kakek, saudara, kerabat, kawan unutk
menyenangkan mereka. Kita melakukan berbagai perbuatan untuk
menyenangkan mereka. Kita katakan, mengapa tidak terpikir untuk
menggembirakan Allah yang telah menjadikan anak baginya hingga usianya
muda dan dinikahkan pad hari itu? Mengapa tidak terpikirkan untuk
menggembirakan Rasulullah SAW. yang dari kampungnyalah kita hidup
sebagai manusia. Yang dengan berkah tangisannya kita masih berbentuk
manusia. Kalaulah beliau tidak habis-habisan menangis minta pemecahan
masalah kita, tidak akan kita temui manusia hari ini di pasar-pasar. Di
sana hanya akan kita dapati hewan berkeliaran. Semua orang ingin kita
senangkan. Kenapa tidak kita senangkan Allah dan RasulNya?
Iringan pernikahan Fathimah juga diberangkatkan. Beliau juga
melakukan pernikahan. Adakah wanita seperti beliau di dunia ini? Di hari
kiamat nanti, saat orang akan melewati shirat. Akan diumumkan,
“Tundukkan pandangan, Fathimah akan lewat.” Ke arah sanalah aku ingin
membawa saudari-saudariku. Saat orang berbondong-bondong menuju ke
barat. Dalam pasar di kampung terpencil hijab pun lepas. Ke manakah para
wanita pendidik? Para ibu telah mati. Rumah kosong. Kita yang
membakarnya dengan kabel dan TV. Dengan tangan kita sendiri. Saya
katakan, jadilah anak-anak Fathimah. Bagaimana proses pernikahannya?
Beliau dinikahkan di masjid. Selesai akad, Shahabat Ali RA. berkata, “Ya
Rasulullah, Fathimah diberangkatkan ke rumah?” Rasulullah tidak
berkata, “Bawakan alat musik, undang group band, buat pawai.” Kata
beliau, “Ya, akadnya kan sudah.” Setelah shalat Maghrib, beliau pulang
ke rumah. Fathimah RA. bercerita, “Waktu itu aku sedang melakukan
kegiatan seorang putri yang membantu di keluarga. Aku dengar Rasulullah
SAW. bersabda, ‘Panggil Ummu Aiman.’” Ummu Aiman adalah budak ibunda
Rasulullah SAW. Beliau pernah bersabda, “Siapa yang ingin menikah dengan
wanita ahli surga menikahlah dengan Ummu Aiman.” Beliau berkata, “Ummu
Aiman, antarkan Fathimah ke rumah Ali.” Inilah pelepasan mempelai
wanita. Tanpa disertai ayah. Tanpa disertai ibu-ibu yang ada, Ummahatul
Mukminin yang begitu suci. Padahal saat itu ada ibunda Aisyah,
Juwairiyah, Ummu Salamah Rha. Wanita-wanita yang tiada tandingnya di
muka bumi. Berjalan kaki beliau diantarkan. Pakaian pun tidak diganti.
“Beri tahu pada mereka, setelah ‘Isya aku akan datang.” Itulah
pemberangkatan pengantin wanita. Tanpa iringan apa-apa, musik atau pun
barisan manusia.
Sampai di sana, Ummu Aiman mengetuk pintu. Shahabat Ali RA. keluar.
Ummu Aiman RHa. Berkata, jagalah amanat ini. Rasulullah Saw akan datang
ke sini stelah shalat ‘Isya.” Inilah pemberangkatan pimpinan para wanita
dua alam. Putri Rasulullah Saw yang paling beliau cintai. Putri yang
beliau beritahukan, “Kaulah yang pertama kali menyusulku dari kalangan
keluarga.” Putri yang lainnya beliau berangkatkan sendiri. Saat hampir
wafat, shahabat Ali RA. sedang keluar. Beliau katakan kepada
pembantunya, “Siapkan air panas untuk mandi. Letakkan dipan di tengah
rumah. Hadapkan ke kiblat.” Setelah mandi, beliau berbaring dan
berpesan, “Sampaikan pada suamiku bahwa aku sudah mandi, dengan baju ini
kuburkan aku.” Sehari sebelum wafat, beliau berkata pada Asma bintu
Umais, “Tolong usahakan supaya jenazahku nanti tidak terlihat bentuknya
saat dibawa.” Beliau tidak ingin nantinya ada yang mengatakan bahwa
putri Nabi orangnya gemuk, atau kurus, atau jangkung, atau pendek.
Padahal ruh telah lepas dari badan. Dan tidak ada aturan hukum untuknya.
Itulah yang saya inginkan. Jadilah putri orang-orang yang setelah mati
pun tetap nampak rasa malunya. Asma Rha. Menjawab, “Waktu hijrah di
Ethiopia aku melihat bila wanita meninggal maka di atas ranjang untuk
membawa jenazahnya diletakkan kayu melengkung dan diselimuti dengan kain
(seperti keranda di Indonesia). Sehingga tidak diketahui bagaimana
bentuk fisik jenazahnya.” Fathimah Rha. Berkata, “Bagus. Buatkan seperti
itu untukku.” Dengan penuh rasa malu seperti itulah beliau meninggalkan
dunia. Sebab beliau menuju maqam yang sangat tinggi.
Kemarilah, menuju kebahagiaan, kemuliaan. Islam telah menyiapkan
derajat yang mulia untuk wanita dalam Islam. Tanggung jawab mencari
nafkah dibebankan kepada suami. Kemudian dalam nikah ada mahar. Tahukah
kita apa maksud mahar. Berapa pun mahar, puluhan juta, ratusan juta,
ataupun milyaran rupiah tidak bisa menjadi harga seorang wanita. Dan
tidak sah nikah tanpa mahar. Mahar adalah pertanda bahwa wanita itu
menjadi tanggungan lelaki sampai mati. Wanita itu akan tinggal di rumah,
makan dari jerih payah suami. Orang-orang Arab punya kebiasaan untuk
tidak memberi bagian warisan kepada wanita. Dan zaman sekarang pun masih
banyak daerah yang berbuat demikian. Warisan tanah yang menjadi hak
wanita akan disiasati oleh saudaranya sehingga dibalik dengan namanya.
Orang-orang yang melakukan kezaliman seperti ini kepada saudarinya atau
anaknya tidak akan bisa menyelamatkan diri dari siksa kubur. Walaupun
dia ahli shalat, ahli puasa, ahli dzikir, ahli Al Quran, menyumbang
madrasah, pergi bertabligh, pergi haji dan kebaikan lainnya. Dia mati
dalam keadaan mengingkari satu bagian besar Al Quran. Tidak ada yang
bisa melindunginya dari siksa neraka. Dia akan dihimpit di kuburnya.
Suara himpitan kubur yang dideritanya terdengar mulai dari bumi belahan
timur hingga barat.
Saat penguburan Zainab putri Rasulullah Saw yang tertua, beliau
nampak sedih. Keluar dari liang lahat nampak cerah wajah beliau. Sahabat
bertanya tentang hal itu. Beliau menjawab, “Aku sangat khawatir dengan
keadaan putriku. Lalu aku memohon pada Allah untuk menyelamatkan putriku
dari himpitan kubur. Allah menyelamatkannya dari himpitan kubur.” Bila
tidak, sekali kubur menghimpitkan dindingnya akan terdengar dari timur
hingga barat.
Kubur bukanlah gundukan tanah. Kehidupan baru akan mulai. Pahala dan siksa akan dimulai.
Ini bukan pembicaraan saya. Saya hanyalah kurir yang menyampaikan
pesan dari Allah dan RasulNya. Kebiasaan di tempat kita, bila orang kaya
mengirimkan sesuatu dia akan menyuruh buruhnya. Dan oarang yang
menerima kiriman akan memberikan hadiah kepada buruh itu sesuai
derajatnya. Saya datang seperti buruh yangmenyampaikan pesan itu. Tapi
bukan uang yang saya minta. Yang saya inginkan hanyalah, yang hadir di
sini meninggalkan majlis sebagi putri-putri Fathimah. Bukan sebagi
penentang-penentang Allah. Kembalilah kepada Allah. Bertaubatlah.
Berjalanlah menuju kemulian. Kesuksesan, kebahagiaan. Tidak ada
kehidupan bagi wanita yang tidak menutup auratnya.
Saya cari nama wanita di dalam Al Quran mulai ayat pertama hingga
terakhir. Sekali, dua kali, sepuluh kali, seratus kali saya cari. Tidak
ada nama wanita disebutkan di dalam Al Quran selain nama Maryam. Setiap
wanita disebut dengan nama suaminya: istri Aziz, istri Fir’aun, istri
Nuh, istri Luth. Bisa saja Allah menyebut nama Asiyah, seorang wanita
yang shalihah. Bisa Dia sebut nama Zulaikha, istri seorang gubernur yang
penggoda. Hanya nama Maryam yang Dia sebut. Itu adalah untuk
menjelaskan bahwa ‘Isa AS. bukan putra Allah Swt tetapi putra Maryam.
Dalam banyak sekali ayat Allah Swt sebutkan ‘Isabnu Maryam. Ulama ahli
tafsir menulis bahwa Allah SWT. tidak menyukai nama wanita dimunculkan,
lalu bagaimana wanita dibuka penutupnya dan keluar ke mana-mana? Bagi
orang muslim, nama wanita adalah malu untuk disebutkan. Nama istri
seorang muslim ditutup. Nama putri seorang muslim ditutup. Kulit delima
diletakkan di luar, kulit pisang diletakkan di luar, kulit buah-buahan
dibiarkan di luar. Tapi isi buah pisang, isi buah delima dan buah-buah
lainnya tidak ada yang dibiarkan di luar.
Kenapa para wanita ingin meniru kehidupan barat? Di sana wanita tidak
diterima sebagai ibu, sebagai anak, sebagai istri, sebagai saudari,
sebagai nenek. Yang diterima hanyalah sebagai pasangan kencan. Diterima
selama masih bisa dinikmati. Tatkala itu hilang, ditinggalkan. Lelaki
sangat tidak setia. Lebih mudah mengingkari janji dari pada wanita.
Mengobral bicara seperti burung beo. Sedangkan wanita oleh Allah Swt
diberi bakat untuk setia lebih daripada lelaki. Di sana, wanita
diperlakukan seperti sapu tangan. Untuk menyeka keringat, setelah tidak
terpakai lagi dicampakkan. Hanya sebagai pasangan kencan. Lalu ke mana
anak putri, ke mana ibu, kemana saudari?
Allah Swt memberikan kepada kita agama yang begitu indah. Terkadang
orang-orang yang bodoh menganggap kelahiran bayi wanita sebagai musibah.
Lalu marah-marah bahkan menyiksa istrinya. Apakah tidak melihat bahwa
keturunan Rasulullah Saw yang pertama adalah wanita, Zainab R.ha? Lalu
Ruqayyah R.ha? Rasulullah Saw sampaikan bahwa seseorang yang diberi
anak perempuan dan menerimanya dengan gembira, maka wajib surga
untuknya. Dan seseorang yang memiliki tiga orang anak perempuan dididik
dengan baik hingga dinikahkannya, maka antara dia dan Rasulullah Saw
adalah seperti antara jari telunjuk dengan jari tengah. Seseorang
bertanya, “Kalau dua orang anak perempuan?” “Bila seperti itu dia pun
akan seperti itu dekatnya denganku,” jawab beliau. “Bila hanya satu
putri Ya Rasulullah?” “Bila seperti itu dia pun akan seperti itu
dekatnya denganku.” Lalu bagaimana yang tidak punya anak perempuan?
Rasulullah Saw beritahukan bahwa “Barangsiapa yang memiliki dua anak
perempuan atau dua sudari dalam keadaan kekurangan dan dia rawat hingga
berkecukupan atau meninggal, maka wajib surga baginya.” Hari ini saudari
haknya diambil. Setelah meninggalnya ibu tidak ada yang bisa
menggantikan. Hubungan persaudaraan tidaklah murah, pecah hanya karena
beberapa rupiah. Bahkan Rasulullah Saw anjurkan supaya tetap menafkahi
mereka walaupun mereka telah menikah, dan surga wajib baginya.
Allah SWT. dalam Al Quran tentang waris tidak memberikan jawaban
tentang bagian wanita, bahwa bagian wanita adalah setengah bagian
laki-laki. Tetapi Allah menjawab tentang bagian laki-laki, seolah-olah
bagian laki-laki ini diragukan berapa besarnya, dapat atau tidaknya.
Allah Saw menjelaskan bahwa laki-laki juga mendapat bagian, bagian dua
wanita itulah bagian satu laki-laki. Maka bila orang tidak memberi
bagian pada wanita, binasalah dia. Dan tidak ada yang bisa
menyelamatkan. Di sini Allah Swt menetapkan bagian wanita, lalu
memerintahkan suami untuk mencari nafkah. Menjadikan suami dalam
penunaian hak lebih utama daripada istri. Ini bukan keutamaan derajat,
tetapi keutamaan dalam hal pengaturan saja. Lelaki seluruh dunia,
adakah yang melebihi Fathimah R.ha, atau Rabiah Adawiyah?
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ
Ini bukanlah kelebihan derajat. Di hari kiamat, lelaki manakah yang
berani berhadapan dengan Aisyah Ummulmukminin? Dalam Al Quran Allah Swt
mendahulukan penyebutan hak wanita daripada lelaki.
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ
”Bagi mereka (para wanita) hak atas lelaki sebagaiman kewajiban atas mereka sebagai hak lelaki….(Al Baqarah: 228)
Dalam ayat lain berfirman
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Dan pergaulilah mereka (istri kalian) dengan baik.” (An Nisa: 19).
Dan Rasulullah Saw bersabda:
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ
“Yang terbaik di antar kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya.”
Baru kemudian dijelaskan kewajiban wanita pada suami. Seorang wanita
datang bertanya, “Ya Rasulullah, kedua orang tuaku akan menikahkanku.
Apakah kewajibanku pada suami?” Rasulullah Saw menjawab, bila kau temui
suamimu dengan luka memenuhi tubuhnya mulai kepala hingga kaki semuanya
memancarkan nanah, lalu kau bersihkan nanah itu dengan lidahmu, seperti
itu pun belum menunaikan haknya atasmu.”
Apa yang terjadi saat ini? Gara-gara masalah kecil, istri terkena
marah. Karena masalah sepele, istri dipukul, istri ditampar. Padahal
Rasulullah Saw di rumahnya biasa menyapu sendiri. Dengan tangannya
beliau buat adonan roti diserahkan pada Aisyah, atau Juwairiyah, atau
Ummu Salamah untuk dijadikan roti. Dan beliau biasa mencuci baju beliau
sendiri. Padahal memiliki sembilan istri, tetapi baju beliau cuci
sendiri. Beliau di rumah banyak senyum dan tawa :
كان – صلى الله عليه وسلم – ضحَّاكاً بسَّاماً
Di luar rumah selalu berfikir dan sedih. Seperti itulah Allah buat
fitrah wanita, digembirakan kemudian diberi tugas. Mendidik anak menjadi
pengikut-pengikut Rasulullah Saw. Mendidik anak laki-laki samapai 15
tahun, peremoauan samapai 11 tahun. Bila tiba saat pernikahan,
berangkatkan dari rumah sebagai pengikut Rasulullah Saw dan sebagai
peniru Fathimah R.ha. Hari ini para wanita lalai dari pendidikan.
Hendaklah kita jadikan kehidupan Rasulullah Saw sebagai kehidupan kita.
Adanya ummat ini pun dari seorang ibu. Lima ribu tahun yang lalu
kisah ini bermula. Memang susah untuk melihat masa lalu. Apalagi lima
ribu tahun. Siapa yang akan melihat. Di Makkah Mukaramah. Putri raja
Mesir, umur 20-22 tahun. Anak dalam pangkuan. Berpisah denga suami
adalah pengorbanan besar bagi seorang istri. Apalagi suami seperti Nabi
Ibrahim AS. Dan ini bukan di rumah, di tengah padang pasir, tentu lebih
menyedihkan lagi. Tanpa bekal yang cukup, lebih menyedihkan lagi. Tidak
ada yang menghibur, kesedihan lebih lagi. Dari pangkuan Ibunda Hajar
ummat ini lahir. Ummat Rasulullah Saw keluar dari pangkuan beliau. Dan
sedemikian hebat beliau mendidik Ismail AS sehingga pada umur kira-kira 8
tahun Nabi Ibrahim AS bertanya, “Wahai anakku, dalam mimpi aku melihat
bahwa aku akn menyembelihmu. Bagaimana menurutmu?” Mestinya, waktu itu
Ismail AS menjawab, “Wahai ayah, itu kan kau lihat dalam mimpi. Apa
salah saya?” Lihatlah anak kita,baru disuruh mengambilkan air minum
sudah ke sana-ke mari bicaranya.
Ini kita lihat bagaiman Ibunda Hajar menyiapkan putranya. Dan itu
adalah saat pertama kali Ismail AS melihat ayahnya. Betapa gembira anak
melihat ayahnya. Di Mina percakapan itu terjadi. Ismail AS tidak
membantah. Bahkan ia panggil “Yaa Abati.” Saya benar-benar keheranan
dengan kata ini. Seorang anak disuruh melakukan kerja kecil saja, dia
terkadang mengatakan, “Apa sih Ayah ini,” dengan nada keberatan dan
pahit. Sedangkan ini, Ismail AS menjawab “Ya Abati.” Ini adalah
panggilan sayang dan kegembiraan. Nampak oleh saya bahwa saat itu ia
sangat gembira mendengar perkataan ayahnya. Seperti gembiranya
mendapatkan sesuati yanglam dicarinya. Seolah dia katakan, ”Wahai Ayah,
aku akan dikorbankan utnuk Allah Swt ? Silakan lakukan. Inilah yang
kuinginkan. Inilah yang kuinginkan.” Ibnu Qudamah meriwayatkan bahwa
tatkal ditanya pendapatnya, Nabi Ismail AS menjawab, “Bila engkau
menyembelihku aku akan mendapakan mendapatkan Allah Swt yang pasti lebih
baik daripada engkau. Mendapatkan surga yang lebih baik daripada
dunia.” Kemudian beliau melepas gamisnya dan berpesan agar diberikan
kepada ibunya. Agar melihatnya bila rindu kepada anaknya. Sebab tidak
ada pertanda apa pun pada ibunya untuk mengenang anaknya. Dan meminta
supaya gamis Nabi Ibrahim AS dijadikan kafannya. “Ikatlah kakiku,
ikatlah tanganku. Baringkan aku pada dahiku.”
فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ (Ash Shaffat: 103).
Maka seperti kambing yang akan disembelih, kaki diikat agar tidak
berontak, tangan diikat agar tidak melawan. Badan ditelungkupkan. Tangan
kiri menggenggam rambut Ismail AS, tangan kanan memgang pedang untuk
menyembelih. Beliau berkata, “Wahai Tuhanku, bila ini engkau perintahkan
karena kemurkaanMu sebab Ismail kadang terlintas dalam hatiku, dengan
ini jauhkanlah kemurkaanMu. Dan bila ini karena Engkau mengujiku,
sukseskanlah aku dalam ujian ini.” Beliau sayatkan pedang ke leher
putranya. Malaikat langit menjerit. Kalimat Nabi Ibrahim AS mengoyak
hati mereka. Andaikan Mina bisa bersuara, tentulah ia akan berteriak
menangis.
قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ (Ash Shaffat: 103-104)
“Bagus…bagus… terbukti bahwa hatimu hanya untukKu bukan untuk yang
lain.” Sukses dalam ujian. Seperti ini ibu yang kita cari. Permata
seperti inilah yang telah lama hilang. Permata ini yang sedang kita
cari. Barang kali terselip bisa diambil dijadikan kalung yang menghias
leher ummat. Bila anak dididik dalam pangkuan yang subur, akan muncul
lentera dan matahari hidayah.
Abdullah bin Zubair RA bersama delapan belas orang terjebak dalam
kepungan tiga ribu pasukan Hajjaj bin Yusuf. Beliau mendatangi ibunya,
Asma binti Abu Bakr RA. “Ibu, Hajjaj menawarkan perdamaian padaku, bila
aku terima, selamat nyawaku. Bagaimana nasehatmu?” Ibunya menjawab,
“Putraku, bila dengan peperangan ini, dunia yang kau cari, binasalah
dirimu dan kawan-kawanmu. Dan bila akhirat yang kau cari, jangan terima
perdamaian. Hidupmu adalah kemuliaan dan matimu pun kemuliaan.” Beliau
menjawab, “Ibu, memimpikan dunia pun sampai sekarang aku tidak pernah,
bagaimana mungkin aku mengangkat pedangku untuk dunia?” “Anakku, ini
adalah pertemuan terakhir kita.” Mereka berpelukan. Saat itu Asma R.ha
merasakan ada besi di balik baju anaknya. “Anakku, apa ini?” “Aku tidak
mau setelah kematianku mereka mencincang tubuhku,” jawab beliau. Asma
R.ha berkata, “Bila kambing sudah disembelih, ia tidak akan takut
sakitnya dikuliti.” Ibu memberangkatkan anaknya menuju kematian. Sang
ibu sendiri yang melepas baju besi. Beliau berangkat. Dari pagi sampai
sore dengan pedang di kedua tangan beliau bertarung bersama delapan
belas orang menghadapi tiga ribu pasukan. Tidak ada musuh yang bisa
mendekati mereka. Menjelang Ashar, dari gunung Abu Qubais musuh
membidikkan batu besar ke arah beliau. Beliau jatuh tersungkur sambil
membacakan sair, “Kami bukanlah kaum yang menghiasi tumit dengan darah
punggung kami. Tetapi kami adalah kaum yang mewarnai cakar kami dengan
darah dari dada kami.” Begitu besar batu itu, Abdullah RA jatuh
tersungkur. “Wahai ibu, jangan kau tangisi aku.” Seperti itu ibunya,
begitulah anaknya.ibu seperi inilah yang kita cari. Tapi itu pasti bukan
ibu yang terbiasa denga nyanyian. Itu pasti bukan ibu yang tanpa hijab
berkeliaran di pasar. Pasti itu adalah ibu yang selalu menutup rapat
auratnya. Pasti itu adalah ibu yang selalu tinggal di rumahnya sebagi
putri Fathimah R.ha dan budak Rasulullah Saw. Kalaupun keluar rumah,
tiap langkahnya akan mendekatkannya kepada Allah Swt.
Rasulullah Saw menangisi kita bertahun-tahun lamanya. Kita malah
membinasakan diri dalam dunia. Di Arafah, lima jam beliau berdoa untuk
ummat. Duduk di atas onta yang tak kenal istirahat. Di bawah teriknya
matahari bulan April. Terkadang beliauangkat tangannya ke arah langit.
Terkadang beliau letakkan pada dada. Terkadang bila onta bergerak-gerak,
satu tangan memgang tali kekang. Bila sudah tenang kembali kedua tangan
beliau angkat ke atas. Beliau hanya berdoa untuk ummat saja. Buka untuk
anak dan keturunan beliau. Padahal beliau sudah mendengar kabar musibah
yang akan menimpa keturunan beliau. Beliau peluk cucu beliau Husain RA
dalam pangkuan sambil menangis lama. Salman RA yang melihat kejadian itu
bertanya. Beliau menjawab, “Baru saja Jibril AS mendatangiku dan
memberi kabar bahwa cucuku ini akan dibunuh oleh ummatku. Dinampakkan
padaku bagaimana mereka menumpahkan darah.” Enam belas orang keluarga
Husain RA dibantai dan dipotong-potong. Ditambah lima orang saudara
seayah beliau. Tujuh puluh dua kepala dipenggal. Terakhir, Abdullah,
anak kecil yang tidak berdosa pun dibunuh juga. Sedangkan para wanita
ditawan dibawa oleh pasukan ibnu Ziyad. Takala mereka melewati kepala
yang bertebaran, salah seorang berkata, “Wahai Muhammad, wahai Muhammad,
ini Husain dipenggal kepalanya, bertebaran anggota tubuhnya. Keturunan
laki-lakimu dibunuh. Dan putri-putrimu dijadikan tawanan.” Mendengar
itu, semuanya menangis. Musuh pun menangis. Pembantaian yang akan
menimpa keturunan beliau tahan. Tapi untuk ummat merengek-rengek beliau
memohon.
Rabiul Awwal tiba. Saatnya beliau meninggalkan dunia. Datang malaikat
Jibril AS berkata, “Ada satu malaikat lagi, besar, menunggu di luar.
Belum pernah datang sebelumnya, dan tidak akan datang lagi selamamnya.
Malaikat maut minta izin padamu untuk masuk.” Betapa tingginya derajat
Nabi kita, malaikat maut pun minta izin dulu sebelum masuk ke dalam
rumahnya. “Masuklah,” kata beliau. Izrail AS berkata,”Ya Rasulullah,
sejak aku ditetapkan sebagai malaikat maut, ini pertama kali Allah
berfirman padaku, ‘Mintalah izin. Bila diizinkan masuklah. Bila tidak,
kembalilah. Tanyalah dulu, akan pergi atau akan tinggal. Bila memilih
tinggal, kembalilah.’” Rasulullah Saw bertanya kepada Jibril AS, “Apa
pendapatmu?” “Ya Rasulullah, Allah Swt rindu untuk bertemu denganmu.”
“Benarkah? Tapi aku tidak bisa pergi sebelum kuselesaikan urusan
ummatku.” Jibril AS pergi, Izrail AS diam menanti. Sebentar kemudian
datang dan berkata, “Allah Swt berfirman bahwa ummatmu tidak akan
dibiarkan sendirian.” “Sekarang, sudah tenang hatiku,” kata beliau.
Andaikan bukan karena jerih payah beliau, tentulah kita ini sudah
menjadi hewan yang berkeluiaran. Pahamilah, hargailah tangisan beliau
untuk ummatnya. Untuk keturunan beliau pun beliau tidak berdoa seperti
itu.
Belaiu bersabda kepada malakul maut, “ Lakukan tugasmu!” Jibril AS
berteriak, “Ya Rasulullah, begitukah keputusanmu? Berarti,inilah kali
terakhirku datang ke dunia. Silsilah wahyu berakhir sudah.” Tatkala
Izrail AS mulai mengambil ruh beliau, shahabat Ali RA yang memegang
tubuh beliau berkata, “Ya Rasulullah, tidak ada kematian di dunia ini
seperti kematianmu. Andaikan engkau tidak memerintah kami untuk
bersabar, tentulah kami akan tunjukkan pada dunia, bagaimanakah menangis
itu? Tentulah dunia akan melihat, seperti apakah yang namanya
bersedih.” Di akhir nafas, beliau berpesan kepada ummat, “Janganlah
ummatku meninggalkan shalat. Dan perhatikan hamba sahaya kalian.” Hari
ini berapa banyak wanita bertenbaran di pasar meninggalkan shalat?
Anak-anak muda nongkrong, berapa yang shalat? Dan pesan yang kedua, apa
maksudnya? Berbuat baiklah pada orang miskin, pada bawahan, pada para
pembantu. Mereka juga orang mukmin. Mereka pun punya keluarga. Punya
anak. Punya ibu. Jangan sampai karena kesalahan-kesalahan kecil kita
berlaku kasar pada mereka. Itulah pesan terakhir Nabi kita. Dan tatkala
suara beliau makin lemah, beliau bersabda, “Shalat, shalat,shalat.
Allahumma ma’arrafiqil a’la.” Beliau wafat. Ibunda ‘Aisyah R.ha
menjerit. Mendengarsuara jeritan dari dalam rumag Rasulullah terjadi
keributan di luar. Umar RA segera menghunus pedangnya dan berkata,
“Awas, barangsiapa mengatakan bahwa Rasulullah SAW telah wafat,
kupenggal lehernya. Beliau hanya pergi uintuk bermunajat kepada Allah
sebagaimana Musa AS bermunajat. Beliau akan kembali.” Abu Bakar RA
datang, langsung masuk ke dalam rumah dan membuka selimut Rasulullah
Saw. Beliau cium kening beliau Saw, menangis sambil berkata, “Wahai
Nabi, wahai Kekasih, wahai belahan jiwa.” Dengan tenang beliau melangkah
ke dalam masjid. “Duduk!”kata beliau pada Umar RA. Umar RA dengan tegas
menolak, “Saya tidak akan duduk.” Abu Bakar RA naik mimbar dan
berkhutbah, “Wahai manusia, barangsiapa menyembah Muhammad maka
sesungguhnya Muhammad telah wafat. Dan barangsiapa menyembah Allah, maka
sesungguhnya Allah adalah Maha Hidup dan Kekal. Lalu beliau bacakan
firman Allah Swt :
وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ
أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ وَمَنْ
يَنْقَلِبْ عَلَى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا وَسَيَجْزِي
اللَّهُ الشَّاكِرِينَ (Ali Imran: 144).
Mendengar itu, UmarRA jatuh tersungkur. “Seolah ayat itu baru hari
itu diturunkan,” kata Umar RA. Di hari berkabung itu, tiba waktu Zhuhur
Bilal RA mengumandangkan adzan. Begitu sampai pada kata “Asyhadu anna
Muhammadarrasulullah” suara tersekat. Dua puluh kali diulang. Suara
melemah. Madinah gemuruh dengan dengan suara tangis. Para wanita tidak
mampu menahan suara mereka. Begitu turun, Bilal RA mengatakan, “Mulai
hari ini aku tidak akan adzan lagi.”
Musafir yang menangisi ummat telah pergi. Di saat kepergiannya pun
ummatnya yang dipikirkan. Dan setelah kematiannya pun ummatnya yang
dipikirkan. Imam Al Atabiy, Annawawi, Ibnu Katsir meriwayatkan kisah: Al
Atabiy berkata, “Takala aku duduk di dekat kubur Rasulullah Saw seorang
badui datang ke kubur Rasulullah Saw dan membaca ayat:
وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ جَاءُوكَ فَاسْتَغْفَرُوا
اللَّهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُوا اللَّهَ تَوَّابًا
رَحِيمًا
Sesungguhnya Jikalau mereka ketika Menganiaya dirinya datang
kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun
untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi
Maha Penyayang.
Aku datang dengan memohon ampun atas dosaku dan meminta syafaat padamu pada Rabbku. Lalu membaca bait sair:
يا خيرَ من دُفنَت بالبقاع أعظُمُه … فطاب منْ طيبهنّ القاعُ والأكَمُ
نَفْسي الفداءُ لقبرٍ أنت ساكنُه … فيه العفافُ وفيه الجودُ والكرمُ
Wahai yang dikubur di pelataran yang dengannya tanah menjadi berkah, lambah menjadi berkah, dan gunung pun menjadi berkah.
Aku korbankan diriku kubur yang engkau tempati, di situlah kedermawanan, di situlah kemuliaan, di situlah keluhuran
Dua bait sair ini tertulis di kubur beliau yang mulia hingga hari ini. Tambah dua bait lagi:
أنت الشفيع الذي ترجى شفاعته … على الصراط إذا ما زلت القدم
وصاحباك فلا أنساهما أبدا … مني السلام عليكم ما جرى القلم
Engkaulah pemberi syafaat yang diharapkan syafaatnya di atas shirat tatkala telapak kaki tergelincir
Juga kedua sahabatmu tidak akan aku lupakan selamanya, salam dariku untuk kalian selama qalam masih berjalan.”
Sair yang sudah ratusan tahun ini abadi hingga hari ini. Lalu orang
badui itu pergi dan Imam Al Atabi tertidur. Beliau bermimpi bertemu
dengan Rasulullah Saw yang bersabda, “Kejar orang badui itu dan
sampaikan padanya bahwa Rabb telah mengampuni dosanya.” Setelah wafat
pun masih berjalan bantuan untuk ummatnya. Tidak adakah yang sadar?
Tidak adakah yang terguagah? Ini baru di dunia, lihatlah jauh ke depan.
Tatkala semua orang mengatakan nafsi…nafsi.. (diriku…diriku…). Suami
tidak ingat istri, istri tidak ingat suami. Anak tidak ingat orang tua,
ayah dan ibu tidak ingat anak. Adam AS berkata, “nafsi…nafsi.” Nabi
Idris AS berkata, “nafsi…nafsi.” Nabi Nuh AS berkata, “nafsi…nafsi.”
Nabi Hud AS berkata, “nafsi…nafsi.” Nabi Shalih AS berkata,
“nafsi…nafsi.” Nabi Yunus AS berkata, “nafsi…nafsi.” Nabi Musa AS
berkata, “nafsi…nafsi.” Nabi Harun AS berkata, “nafsi…nafsi.” Nabi Yahya
AS berkata, “nafsi…nafsi.” Nabi Zakaria AS berkata, “nafsi…nafsi.” Nabi
‘Isa AS berkata, “nafsi…nafsi.”
Tapi ada satu pribadi yang berbeda dengan lainnya, yang berseru Ya
Allah ummatku, ummatku. Padahal semua Nabi memikirkan diri
masing-masing. Ibu memikirkan diri masing-masing. Nabi kita tetap setia
memikirkan ummatnya. Maka mengapa kita ingkari beliau? Mengapa kita
khianati beliau? Mengapa kita durhakai? Tidak adakah orang lainnya? Maka
segeralah bertaubat, segeralah bertaubat. Sebenarnya saya ingin
berbicara singkat, tetapi pembicaraan menjadi panjang. Saya tidak tahu
kapan bertemu lagi dengan majma seperti ini? Orang mengatakan kita gila,
mondar-mandir meninggalkan keluarga. Bukan sembarang gila, tetapi
kengerian pemandangan akhirat membuat kita lupa. Membuat kita gila.
Kengerian kematian membuat kita melupakan segala kesusahan. Dan surga
serta indahnya keadaan setelah kematian telah membuat kita lupa pada
masalah-masalah dunia.
Kita inginkan, Nabi Saw akan menyambut, “Wahai wanit muslimah dari
abad lima belas yang telah memperjuangkan perasaan malunya. Tatkala para
wanita hidup ala barat, berkeliaran di pasar-pasar, dan kalian menjaga
hijab kalian, bangkitlah bersama Fathimah putriku. Betapa indahnya saat
itu bila kita berhasil meminum air telaga kautsar yang diberikan dengan
tangan mulia Rasulullah Saw sendiri. Tatkal beliau memeluk ummatnya
dari abad 1ima belas. Tidakkah itu menjadi cita-cita kita? Bertaubatlah,
bertaubatlah, berangkatkan segera para suami, ayah, anak, saudara empat
bulan empat puluh hari bersama jamaah. Dan ibu-ibu juga bentuk jamaah
keluar bersama suami, ayah, anak, saudara. Hidupkan amal agama di rumah.
Shalat, tilawah Al Quran, pendidikan anak secara Islami, menunaikan hak
suami, menunaikan hak istri. Meyiapkan makanan yang halal untuk
keluarga. Keluar denga hijab sempurna. Allah Swt tidak melarang wanita
keluar rumah. Tetapi bila keluar hendaklah meniru putri Nabi Syu’aib AS
yang memanggil Nabi Musa AS. Allah Swt kisahkan bahwa ia datang berjalan
di atas rasa malu. Seolah-olah rasa malu itulah kendaraan yang
dinaikinya.
Ummu Salamah R.ha bertanya, “Ya Rasulullah, siapakah yang lebih utama
antara bidadari dan wanita yang masuk surga. Bidadari diciptakan dari
kasturi, ambar dan lain-lainnya. Sedangkan wanita dunia diciptakan dari
lumpur dan air?” Beliau Saw menjawab, “Wahai Ummu Salamah, wanita
mukminah yang masuk surg alebih utama daripada bidadari.” “Mengapa wahai
Rasulullah?” “Sebab shalat mereka, sebab puasa mereka, sebab ibadah
mereka kepada Allah Swt, sebab kitab Allah Swt. Allah Swt memberikan
nur dariNya pada wajah mereka. Kecantikan bidadari redup di depan
mereka. Bidadari tinggallah sebagi pemabntu mereka. Bidadari yang
membantu mengangkat rambut mereka. Ujung pakaian mereka menjuntai
samapai tiga mil jauhnya. Tiga mil. Lama saya berpikir tentang pakaian
tiga mil ini. Akhirnya saya mengerti bahwa pakaian penduduk surga
terbuat dari cahaya. Sedangkan cahaya tidak ada berat jenisnya. Tiga mil
atau tiga ratus mil tidak akan terasa beratnya. Sekali pakai seratus
stel setiap stel berbeda corak dan warna. Dan setiap stel memiliki
pengaruh kecantikan pada wajah tersendiri. Allah berikan kecantikan pada
mereka sehingga suami istri berpandangan empat puluh tahun lamanya
tidak ada bosannya.
Maka kita taubat. Semuanya, laki-laki dan wanita taubat. Mengganti
arah hidup kita. Kita ini bukan jamaah, jamaah tabligh seperti yang
dianggap orang. Kita ingin hidup sesuai dengan kekasih kita. Bila untuk
memasak saja kita perlu belajar, dan kita mesti menyempatkan waktu untuk
itu. Untuk hidup sesuai denga cara Rasulullah Saw pun perlu
diusahakan. Selain itu, kita punya tanggung jawab untuk menyampaikan
agama ke ujung-ujung dunia.Wanita tentukan satu bagian dari rumahnya
untuk tempat shalatnya. Laki-laki bagus shalat sunnat di sana. Sedangkan
shalat wajib di rumah. Satu waktu ditentukan utnuk taklim bersama-sama.
Saling pahami hak dan kewajiban suami istri. Jangan sampai karena
kebodohan akhirnya yang terjadi berlebihan. Suami melarang istri untik
bertemu orang tuanya. Atau orang tua istri merasa berat untuk melepaskan
putrinya. Sehingga setelah pernikahan malah musibah dan kesedihan yang
didapati. Ini semua karena kebodohan. Hiasi anak-anak dengan akhlak.
Jangan merasa cukup menjadikan anak sebagai dokter, insinyur, pejabat,
pedagang. Sudahkah kita jadikan anak kita sebagai manusia.
Ada orang yang Allah Swt pandang dengan sangat jijik seperti
jijiknya kita memandang kotoran manusia. Siapakah mereka? Orang yang
merasa gembira dengan mengadu domba. Dia sampaikan pembicaraan dari
sana-sini sehingga terjadi pertengkaran. Hidup adalah akhlak. Walaupun
tinggal di rumah yang gelap gulita maka akan nampak cahaya rembulan di
sana. Dalam pernikahan jangan jadikan harta sebagai ukuran. Jangan lihat
berapa mahar yang mampu dia berikan, apa profesinya, apa saja
bingkisannya. Yang paling utama, bagaimana akhlaknya. Jagalah tilawah Al
Quran, tentukan waktu untuk berdzikir kepada Allah Swt.
Doa ………
sumber : http://imanamalsoleh.wordpress.com/