- Apa maksud dan tujuan dari kerja dakwah ini ?
Allah berfirman :
“…Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan nasib suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri…” (13 : 11)
Allah Ta’ala baru mau membantu suatu kaum untuk berubah dari keadaan buruk menjadi keadaan baik setelah kaum itu mau berusaha untuk merubah kehidupannya sendiri. Allah akan mendatangkan perbaikan pada suatu kaum jika kaum itu mau buat usaha perbaikan. Apa yang harus diperbaiki pertama kali yaitu kondisi agamanya, karena baik atau buruknya manusia tergantung pada kondisi agama yang ada diri mereka. Sedangkan Agama ini adalah solusi yang Allah berikan untuk menyelesaikan seluruh masalah manusia sampai hari kiamat.
Maksud dan tujuan dari kerja dakwah ini banyak sekali. Tetapi yang terpenting ada 3 diantaranya adalah :
1. Bagaimana Ummat dapat wujud dalam dirinya agama secara sempurna melalui tahapan
2. Bagaimana Ummat ini dapat melanjutkan Kerja Dakwah Nabi SAW
3. Bagaimana Ummat dapat mencapai taraf pengorbanan para sahabat
Namun untuk dapat mewujudkan ini diperlukan 4 Amalan :
1. Dakwah Illallah
2. Taklim Wa Taklum
3. Dzikir Ibadah
4. Khidmat
Caranya mengamalkannya yaitu dengan melakukan 2 amalan :
1. Khuruj Fissabillillah
2. 5 Amal Maqomi
Hasil dari Khuruj Fissabillillah dan Amal Maqomi ini adalah :
1. Islah ( Perbaikan Diri ) à Tazkiyatun : Iman, Nafs, Amal
2. Syukbah ( Persahabatan ) : Ukhwah Islamiyah
3. Biyah ( Suasana Amal ) : Keberkahan dan Pertolongan Allah
Didalam Al Qur’an Allah berfirman :
“ Sesungguhnya Kalian adalah ummat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyeru kepada yang Ma’ruf (dakwah), dan mecegah yang mungkar, dan beriman kepada Allah…”
(3 :111)
Disini Allah bilang kita sebagai Choiru Ummat atau Umat terbaik tentu ada sebabnya. Ini dikarenakan kita diamanahkan untuk memikul suatu kerja yang tidak diamanahkan kepada umat sebelumnya yaitu kerja kenabian atau kerja dakwah. Dakwah ini adalah identitas umat Nabi SAW sebagai pelanjut risalat kenabian. Jika kita tidak melakukan tugas ini maka ini seperti polisi yang berpakaian polisi tetapi tidak mau mengerjakan tugasnya, hanya mau duduk-duduk saja diwarung, pasti dia akan dimarahi atasannya. Baju Jika kita tidak melakukan tugas yang menjadi identitas kita sebagai umat Nabi SAW maka kita akan dimurkai Allah Ta’ala.
Dalam Mahfum Hadits, Dari Aisyah R.ha berkata mendengar Nabi SAW bersabda :
“ Hai Manusia, Allah SWT berfirman kepada kalian : “Serulah (dakwahlah) kepada manusia untuk berbuat kebaikan dan cegahlah mereka dari perbuatan mungkar”, sebelum datang kepada kalian (akibatnya) dimana kalian berdo’a kepadaKu tetapi Aku tidak akan menerima do’a kalian, kalian meminta kepadaKu tetapi Aku tidak akan memenuhi permintaan kalian, kalian memohon pertolongan kepadaKu tetapi Aku tidak akan menolong kalian.” (At Targhib)
Dari Abu Said Al Khudri, Nabi SAW bersabda :
“Barangsiapa melihat suatu kemungkaran maka hendaklah cegah dengan tangannya. Jika tidak mampu cegahlah dengan lidahnya. Jika tidak mampu hendaklah dia merasa benci dalam hatinya dan ini adalah selemah-lemahnya Iman.” (HR Muslim)
Oleh karena itu penting ada diantara kita yang siap melakukan inisiatif untuk mengajak manusia kearah perbaikan seperti yang telah dicontohkan oleh Nabi SAW. Walaupun itu hanya segolongan orang yang memulainya demi tegaknya agama dan perbaikan atas ummat.
Allah berfirman :
“Dan hendaklah ada diantara kalian segolongan ummat (jemaah) yang menyeru kepada kebaikan, menyeru kepada yang Ma’ruf, dan mencegah kemungkaran, dan merekalah orang-orang yang beruntung.” (3:104)
Disini bahkan Allah bilang bagi orang yang mau menyeru manusia kepada kebaikan ini sebagai orang-orang yang beruntung. Dan hanya orang-orang yang mencintai Allah, Rasul, dan Agamanya Allah saja yang mampu berfikir ke arah tersebut dan mau membuat usaha perbaikan atas Ummat. Tanda-tanda kecintaan seseorang kepada Allah yaitu terlihat dari keinginan dia mengikuti orang yang paling Allah cintai agar dia bisa mendapatkan cinta dari Allah kepadanya.
- Apa dalilnya mengenai 3 hari, 40 hari, dan 4 bulan ? kalau tidak ada apakah ini bid’ah ?
“Innamal mu’minunalladzina amanu billahi warrosulih tsumma lam yatahu fajahadu bi amwalihim wa anfusihim fi sabillillahi ulaaika hummus shodiqun…”
artinya : Orang yang beriman itu adalah orang yang beriman kepada Allah dan Rasulnya tanpa ragu-ragu dan mereka berjuang di jalan Allah dengan harta dan jiwa. Mereka Itulah orang-orang yang Imannya benar.”
Konsep keluar di jalan Allah ini adalah suatu jalan atau latihan untuk membuktikan diri kita dihadapan Allah, bahwa kita mau belajar mengikut-ikuti pengorbanan para Nabi dan Sahabat. Walaupun kita belum bisa dibilang menghadapi perjuangan yang sesungguhnya seperti Nabi dan Sahabat, tetapi dengan mengikuti napak tilas mereka, mudah-mudahan Allah tempatkan di kita pada golongan yang sama yaitu golongan orang-orang yang telah mengorbankan dirinya di jalan Allah.
Hadits Nabi SAW mahfum :
“Barangsiapa yang mengikut-ikuti suatu kaum ketika dia mati maka dia akan dibangkitkan bersama kaum yang di ikutinya.”
Allah berfirman :
“ Orang-orang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk islam) diantara orang-orang Muhajirin dan Anshor dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan Allah menyediakan bagi mereka surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Dan mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” ( 9 : 100 )
Inilah harapan kita jika kita berniat mengikuti napak tilas Nabi SAW dan para sahabat, mudah-mudahan dengan meniru-niru hidup mereka Allah bangkitkan kita bersama Nabi SAW dan para Sahabat. Jika kita meniru-niru kehidupan musuh-musuh Allah atau idola-idola orang-orang yang jauh dari agama maka Allah akan bangkitkan kita bersama mereka.
Jadi waktu 3 hari / 40 hari / 4 bulan ini kita harus lihat hanya sebagai pagar atau batasan waktu agar lebih mudah bagi kita mengamalkannya atau mengikutinya. Seperti untuk lulus SD dibutuhkan waktu untuk tamat selama 6 tahun, SMP 3 tahun, SMA 3 tahun, atau di pesantren lulus 8 tahun. Jadi itu hanya sarana saja, agar orang mempunyai target dari batasan waktu tersebut.
Namun walaupun begitu secara ilmu yang menerangkan suatu nash atau hukum tidak ada satu ayatpun atau hadits yang menerangkan tentang tertib 3 hari, 40 hari, 4 bulan, untuk keluar di jalan Allah. Ini karena tertib ini bukanlah suatu kewajiban atau keharusan yang bisa menyebabkan seseorang menjadi kafir jika tidak ikut tertib ini. Jadi tertib ini tujuannya bukan untuk menyusahkan orang lain yang ikut maupun yang tidak. Jadi tidak ada aturan atau maksud yang seperti itu. Tertib ini bukan untuk mengkafirkan orang atau menilai orang, tetapi tertib ini hanya untuk memudahkan orang dalam melakukan kerja dakwah. Dan Tertib dalam kerja dakwah ini adalah hasil ijtihad ulama yang diambil dari :
Mahfum Hadits, Nabi SAW bersabda :
“wahai sahabat-sahabatku jika Allah beri 10 perintah kepada kalian, lalu kalian melanggar 1 perintahnya, maka ini sudah bisa menjadi asbab kalian masuk ke dalam Neraka Allah. Namun nanti ada umatku sesudah kalian, Allah beri mereka 10 perintah namun 1 perintah saja mereka laksanakan sudah dapat menjadi asbab mereka masuk ke dalam SurgaNya Allah Ta’ala.”
(Al Hadits)
Sahabat ini dari 10 perintah Allah, satu saja mereka langgar maka sudah dapat menjadi asbab mereka masuk kedalam neraka. Namun, umat sesudah sahabat di akhir zaman ini kata Nabi SAW dalam mahfum hadits ini, satu perintah saja yang mereka laksanakan dari 10 perintah yang Allah kasih, sudah dapat menjadi asbab mereka masuk kedalam SurgaNya Allah Ta’ala. Atas dasar ini, yang di dapat dari hadits tersebut adalah 1 perintah dari 10 perintah berarti 1/10 nya ( 10 Persen waktu kita sedekahkan ). Bilangan ini digunakan sebagai tertib waktu untuk mempermudah kita mengamalkan agama secara sempurna melalui tahapan-tahapan. Tertib ini merupakan hasil dari Ijtihad para Ulama, sebagai cara atau methode untuk mempermudah manusia dalam beramal dan menjalankan usaha nubuwah atau usaha atas Iman. Atas perkara inilah Ulama membuat tertib atau tahapan untuk mempermudah manusia dalam mewujudkan kesempurnaan agama dalam diri mereka dan diri umat seluruh alam.
Syekh Ibnu Atha’illah Rah.A berkata :
“Jika Allah cinta dengan seorang hamba maka Allah akan sibukkan dia setiap waktu dalam amal-amal Agama. Seluruh waktunya sibuk dengan perkara yang Allah cintai yaitu amal-amal Agama.”
Tahapan itu adalah :
1. Minimal memberikan 1/10 waktunya untuk agama : 2.5 jam tiap hari, 3 hari tiap bulan, 40 hari tiap tahun, minimal 4 bulan seumur hidup. (Tertib Minimum ) : Ijtihad Ulama
2. Memberikan 1/ 3 hidupnya untuk agama : 8 jam tiap hari, 10 hari tiap bulan, 4 bulan tiap tahun. (Tertib Umar RA, Standard para Sahabat)
Umar RA pernah menanyakan pada istri-istri prajurit islam tentang batas kesiapan mereka untuk ditinggal pergi oleh suaminya ketika fissabillillah. Mereka menjawab yaitu 4 bulan. Sehingga Shift prajurit yang berperang diputar setiap 4 bulan. Ijtihad lain yang digunakan untuk massa keluar 4 bulan di jalan Allah ini adalah masa ditiupkannya ruh ke dalam badan. Di dalam Al Qur’an Allah jadikan dari darah menjadi segumpal daging dalam waktu 40 hari. Ketika berumur 4 bulan daging tersebut di tiupkan Ruh oleh Allah Ta’ala. Maka bayi yang gugur sebelum 4 bulan ini tidak perlu di sholatkan, lain dengan yang sudah 4 bulan dan sudah bernyawa, ini wajib hukumnya disholatkan. Inilah yang menjadi harapan para ulama dalam ijtihadnya mudah-mudahan dalam waktu 4 bulan di jalan Allah ini iman kita mempunyai ruh seperti ruh yang ditiupkan ke badan manusia. Badan tanpa ruh ini seperti mayat tidak ada manfaat, badan ini kan mendatangkan manfaat jika hidup atau mempunyai ruh.
3. Memberikan seluruh waktunya untuk Agama. (Tertib Abu Bakar R.A)
Dalam suatu riwayat ketika semua orang menyumbangkan harta untuk agama Utsman RA memberikan 1/3 hartanya untuk agama, Umar menyumbangkan 1/2 untuk agama, sedangkan Abu Bakar RA menyumbangkan seluruh harta dan waktunya untuk agama.
Inilah tertib waktu yang merupakan hasil daripada ijtihad para ulama agar ummat ini dapat melakukan perbaikan qualitas hidup dan agar kehidupan mereka tidak terlalu tertinggal dengan kehidupan sahabat. Maulana Ilyas Rah.A ketika memulai usaha ini asbab fikirnya atas agama dan risaunya terhadap kondisi ummat saat itu di mewat, beliau telah melakukan beberapa usaha atas perbaikan ummat :
1. Usaha Atas Ilmu : Mendirikan Madrasah
Namun ketika itu yang beliau temui adalah kegagalan, dan tidak effektif. Seperti ketika beliau membangun madrasah, salah seorang muridnya yang terbaik setelah lulus pergi kekota, dengan harapan murid tersebut dapat memberikan perbaikan terhadap kehidupan ummat di kota. Ternyata setelah bertemu kembali beberapa lama kemudian, si murid yang terbaik yang telah tinggal di kota ini, ketika bertemu telah hilang dari dirinya ciri-ciri keislamannya. Ini menunjukkan kegagalan atau ketidak effektifan usaha atas madrasah dalam memperbaiki ummat. Ketika si murid dibawa kepada suasana kota dimana amal agama tidak ada sehingga terjadi kemerosotan Iman.
2. Usaha atas Dzikir Ibadah : Menghidupkan Amalan Tarekat
Beliau mempunyai murid dalam membuat amalan dzikir, karena beliau sendiri juga adalah seorang Mursyid tarekat. Namun masalahnya adalah murid-murid tarekat ini mempunyai kecenderungan untuk menyendiri, melakukan uzlah dengan membuat amalan dzikir. Sehingga perbaikan atas kehidupan ummatpun juga tidak nampak melalui cara ini.
3. Usaha atas Kerja Dakwah : Melanjutkan Risalat Kenabian
Asbab fikir beliau yang kuat atas agama dan kerisauannya atas ummat yang sudah rusak ini, sehingga Allah telah memberi petunjuk, ilham, kepada beliau untuk memulai kembali usaha nubuwah. Usaha Nubuwah yaitu usaha yang dibuat Rasulullah SAW pada waktu kurun awal islam berkembang. Apa itu usaha Nubuwah ? yaitu kerja dakwah, menyiapkan ummat melanjutkan risalah kenabian.
Rombongan dikirim untuk Fisabillillah agar dapat membuat dan membawa suasana agama sehingga orang tertarik kembali untuk menghidupkan amal-amal agama di dalam rumahnya, lingkungannya, dan di seluruh alam. Caranya dengan membuat amal maqomi dan amal intiqoli, yaitu usaha atas ketaatan, amar ma’ruf, dan usaha atas pengorbanan, khuruj fissabillillah.
Menurut ulama Bid’ah ini ada 2 :
1. Bid’ah Dholalah : amal yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi SAW, tetapi mendatangkan banyak Mudharat dibanding manfaat
Contoh : Puasa 40 hari berturut-turut ( Pati Geni ), Jimat, Sesajen, Kejawen, tebusan dosa dengan uang, dll.
2. Bid’ah Hasanah : amal yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi SAW, tetapi mendatangkan banyak Manfaat
Contoh : Dijaman Nabi SAW tidak ada pesantren, Terawih berjamaah, dll.
Jadi dalam melihat perkara Bid’ah ini perlu kita banyak konsultasi dan bertemu dengan banyak ulama agar wawasan dan pengetahuan kita bertambah sehingga kita bisa membuat keputusan yang tepat. Seperti pesantren di jaman Nabi tidak ada, tetapi apakah pesantren itu harus dilarang. Coba kita lihat manfaatnya daripada pesantren hari ini ? tentu jawabannya adalah sangat banyak terutama bagi ummat. Nabi SAW hanya melaksanakan haji hanya sekali, tetapi banyak sahabat dan ulama tabi’in naik haji lebih dari sekali, Apakah itu Bid’ah ? Bagaimana dengan mobil, pesawat, apakah itu juga harus dilarang walaupun itu tidak pernah dilakukan Nabi SAW. Hari ini banyak sekali gerakan islam yang ada dalam masyrakat dan ummat di pelosok dunia. Tetapi bagaimana kita mengetahui bahwa gerakan ini adalah yang benar untuk di ikuti. Selama dalam gerakan tersebut masih mengikuti 3 landasan hukum agama :
1. Al Qur’an
2. Hadits dan Sunnah Nabi SAW
3. Ijtihad, Ijma, dan Qiyas Ulama : yang berdasarkan kehidupan sahabat, dan tabi’in-tabi’in
Maka gerakan tersebut masih dalam batas kepatutan, dan perlu di dukung. Sedangkan bagi yang mengikutinya maka kita akan tahu bahwa gerakan ini mendatangkan manfaat jika :
1. Yakinnya menjadi terperbaiki
2. Taqwa dan Amalnya meningkat
3. Akhlaqnya menjadi tambah baik
4. Ilmunya bertambah
5. Pengorbanannya untuk agama bertambah
Tetapi yang pasti bahwa dakwah ini adalah jalan Nabi SAW dan sahabat-sahabatnya :
Allah berfirman :
“Katakanlah (hai Muhammad SAW) : ini adalah jalanku, Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (manusia) kepada Allah dengan Hujjah yang nyata…” (12:108)
Allah telah perintahkan kepada Nabi SAW untuk menjelaskan jalan hidupnya kepada manusia agar mereka mengikutinya. Apa itu jalan hidup Nabi Muhammad SAW dan pengikutnya yaitu mengajak orang untuk taat kepada Allah dan semua Perintah-perintahNya. Inilah yang namanya Dakwah yaitu mengajak orang kepada Allah saja dan untuk taat kepada perintah-perintahNya. Inilah maksud dikirimkan rombongan-rombongan dakwah ke seluruh pelosok dunia. Jadi jalan dakwah ini adalah jalan hidup kenabian dan salah satu sunnah Nabi SAW. Hanya dengan mengikuti jalan yang orang kita cintai baru cinta kita ini dapat dibenarkan. Bagaimana kita bisa mengaku cinta sementara kita tidak mau mengikuti orang yang kita cintai.
Allah berfirman :
“Katakanlah (hai Muhammad SAW) : Jika kamu mencintai Allah , ikutilah Aku, niscaya Allah akan mengasihimu, dan mengampuni dosa-dosamu..” (3:31)
Inilah yang Allah minta kepada orang yang mengaku cinta kepada Allah yaitu dengan mengikuti jalan orang yang paling dicintaiNya yaitu Nabi SAW. Hanya dengan cara Nabi SAW kita akan mendapatkan cinta Allah SWT, ini karena Allah telah mewariskan kepada Nabi Sunnanul Huda atau Jalan-jalan Hidayah (Petunjuk). Jika kita berjalan diluar Sunnanul Huda niscaya tersesatlah kita.
Dalam Hadits Mahfum Nabi SAW bersabda :
“Barang siapa yang mengamalkan sunnahku berarti dia mencintaiku, dan barang siapa yang mencintaiku maka dia akan di surga bersamaku.” (Al Hadits)
“Semua orang dari ummatku akan masuk surga kecuali yang menolak.” Para sahabat bertanya, “Siapakah yang menolak ya Rasullullah SAW ?” Nabi SAW menjawab, “Mereka yang menolak Sunnahku.” (Al Hadits)
- Bagaimana dengan tanggung jawab terhadap anak istri ?
“Katakanlah : Jika Bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, kaum keluargamu, harta kekayaanmu yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiaannya, rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari pada Allah dan rasulNya dan dari berjihad di jalanNya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusanNya. Dan Allah tidak akan memberi petunujuk kepada orang-orang yang fasik.” (9 : 24)
Inilah definisi dunia menurut ulama, dan jangan sampai keduniaan kita menghalangi kita dari berjuang di jalan Allah. Namun walaupun begitu seseorang yang akan pergi di jalan Allah ini hendaklah kepergiannya ini harus di dasari atas Musyawarah dari Mesjid Jami Kebon Jeruk yang merupakan tempat yang bertanggung jawab dalam mengkoordinir jemaah gerak di seluruh Indonesia. Sebelum keberangkatan maka orang tersebut akan di tafakkud ( analisa kesiapan ) terlebih dahulu :
1. Bagaimana kesiapan keluarga yang ditinggalkan ?
2. Bagaimana bekal yang ditinggalkan untuk keluarga ?
3. Bagaimana dengan pekerjaan atau toko yang ditinggalkan ?
4. Bagaimana dengan masalah-masalah yang akan di tinggalkan ?
Intinya bagaimana perginya seseorang di jalan Allah ini harus di iringi dengan bekal yang cukup dan persiapan yang benar. Jangan kita pergi dengan kesan yang tidak baik yaitu meninggalkan anak istri yang pada akhirnya kepergian kita justru menterlantarkan mereka. Inilah pentingnya kesiapan keluarga yang akan ditinggal dari segi pemahaman, amalan, dan kecukupan bekal. Maka atas perkara ini perlu kita mempersiapkan kesiapan keluarga kita untuk ditinggal. Permasalahannya hari ini banyak yang tidak mengerti manfaat dari seorang ayah dan suami yang meninggalkan keluarganya di jalan Allah.
Manfaat Pelajaran Keimanan bagi Keluarga yang ditinggalkan :
Seorang istri dan anak-anaknya hari ini mempunyai kecenderungan sangat bergantung kepada suami dan ayahnya sebagai kepala keluarganya. Sedangkan dalam masalah tauhid, bergantung kepada selain Allah ini adalah haram hukumnya. Apa jadinya jika anak istri kita mati membawa keyakinan yang salah yaitu bergantung bukan kepada Allah tetapi kepada mahluk atau selain Allah yaitu suami atau ayah dari anak-anaknya.
Logikanya :
Bila seorang suami atau seorang ayah pergi di jalan Allah maka insya allah ini akan menjadi sarana tarbiyat atau pendidikan keimanan bagi keluarga. Dengan ditinggalnya istri dan anak di jalan Allah, ini merupakan kesempatan bagi mereka untuk melatih diri mereka menyelesaikan masalah dengan amal-amal agama selama ditinggal sang suami atau sang ayah. Mereka akan belajar membenarkan gantungan dari kepada mahluk atau ayah atau suami mereka menjadi bergantung hanya kepada Allah. Inilah yang harus di persiapkan seorang suami dan seorang ayah sebelum meninggalkan keluarga mereka. Jadi pergi di jalan Allah ini bukan hanya sarana perbaikan iman bagi orang yang pergi di jalan Allah, tetapi juga sarana tarbiyat keimanan untuk keluarga. Sehingga kitapun yang mempunyai kecenderungan pemikiran, “kalau ada saya maka akan beres”, ini bisa dihilangkan. Padahal pemikiran “kalau ada saya maka akan beres” dalam ilmu tauhid ini merupakan syirik. Untuk bisa menghilangkan ini perlu seorang suami atau ayah ini pergi di jalan Allah belajar menemukan yang namanya hakekat Tawakkal, berserah diri kepada Allah. Dan lagi semua pahala dari amalan yang dilakukan suaminya atau ayahnya ketika keluar di jalan Allah akan mengalir kepada keluarga yang ditinggalkan.
Kesalah Fahaman I :
Hari ini banyak orang mempertanyakan tentang kebutuhan bathiyah seorang istri. Padahal maksud dari kebutuhan bathiniyah ini adalah kebutuhan akan bekal agama bukan kebutuhan seksual. Sekarang mana yang lebih penting kebutuhan seksual untuk istri dan perhatian materi seorang ayah atau kebutuhan agama untuk keluarga. Tentu jawabnya nafkah bathiniyah lebih penting yaitu bekal agama buat keluarga. Seorang suami dan ayah ini akan dimintai pertanggung jawaban mengenai bekal agama bagi keluarganya oleh Allah Ta’ala sebagai pemimpin keluarga dan ini merupakan salah satu solusi untuk mempersiapkan bekal kehidupan bagi keluarga kita.
Kesalah fahaman II :
Orang mengira ketika seorang ayah atau suami pergi di jalan Allah maka mereka sudah di cap sebagai orang yang menterlantarkan keluarga. Padahal kalau kita lihat perjalanan Nabi Ibrahim AS yang meninggalkan anak dan istrinya tanpa bekal di padang pasir atas perintah Allah, Apakah itu termasuk menterlantarkan keluarga ? Apakah Ibrahim AS dzolim kepada keluarganya ? Apakah Allah dzolim memerintahkan Ibrahim AS meninggalkan keluarganya di padang pasir ? tentu tidak. Semuanya itu dilakukan atas perintah Allah dan dibalik perintah Allah pasti ada kejayaan dan kesuksesan. Perginya suami atau seorang ayah ini di jalan Allah inipun demi menjalankan perintah Allah yaitu Dakwah Illallah, mengajak manusia taat kepada Allah.
Asbab menjalankan perintah Allah ini keyakinan Ibrahim AS beserta anak dan istrinya terperbaiki bahwa Allah lah yang memelihara mereka. Sang istripun asbab demikian menjadi semakin yakin bahwa Allahlah yang memelihara mereka di padang pasir. Di padang Pasir yang kering kerontang dia bertanya kepada sang suami ketika Ibrahim AS hendak meninggalkan mereka di padang pasir, “Apakah ini perintah Allah ?” Ibrahim AS hanya menganggukkan kepalanya, dan Siti Hajar AS langsung meyakininya bahwa Allah tidak akan mungkin menterlantarkan mereka. Di padang pasir yang tidak ada apa-apa dan tidak ada suami yang menolong, di situlah Siti Hajar AS mendapatkan keyakinan yang benar kepada Allah Ta’ala. Bagaimana dengan keyakinan Ismail AS, asbab pendidikan agama yang diterima dari ibunya, maka Ismailpun mempunyai keyakinan yang lurus kepada Allah SWT. Bagaimana keyakinan Ismail AS yang terbentuk melalui tarbiyah Allah ketika Allah meminta ayahnya meninggalkannya di padang pasir dan didikan ibunya selama pertumbuhannya tanpa seorang ayah. Ketika Ismail AS mengetahui bahwa ayahnya mendapatkan perintah dari Allah Ta’ala untuk menyembelih dirinya maka ismail AS yang masih kecil ini tetap menerimanya dengan ikhlas.
Begitu pula dalam perjalanan kisah Nabi Musa AS. Suatu ketika istri Musa AS sedang sakit dan kedinginan, Musa AS yang biasa menyalakan api dengan kayu agar dapat memberikan kehangatan buat istrinya, kali ini apinya tidak menyala. Lalu Allah nampakkan kepada Musa AS api yang menyala dari bukit Thursina. Demi istrinya, Musa AS, sama seperti kita rela bersusah-susah pergi jauh-jauh untuk mencarikan obat buat istrinya yang sedang kedinginan. Ketika sampai di bukit Thur, Api yang dilihatnya ternyata tidak ada. Disini Musa AS hendak ditarbiyah oleh Allah Ta’ala, bahwa tidak perlu api untuk menghangatkan, atau makanan untuk mengenyangkan, atau air untuk menghilangkan haus, karena semua itu manfaat dan mudharatnya atas izin dari Allah. Itulah yang Allah Ta’ala ajarkan kepada Musa AS ketika tongkatnya menjadi ular lalu menjadi tongkat kembali atas perintah dari Allah Ta’ala. Memang secara logika perintah Allah tidak masuk diakal, ini karena Allah sembunyikan QudratNya dibalik perintahNya. Namun untuk menyempurnakan Iman dan Yakin ini perlu pengorbanan dengan jiwa dan harta. Maka walaupun Musa AS masih dalam keadaan belum sempurna keyakinannya, Allah tetap perintahkan Musa AS untuk pergi Dakwah kepada Firaun. Siapa itu Firaun yaitu Ahli Dunia yang mengaku sebagai Tuhan karena merasa mampu melakukan segala-galanya.
Disitu Musa AS harus membuat keputusan, antara menemani istri yang sedang sakit dan kedinginan, atau menunaikan perintah Allah. Istri jelas-jelas sedang sakit tetapi Allah malah menyuruh Musa AS untuk meninggalkan istrinya pergi di jalan Allah. Perintah Allah ini sangat bertentangan dengan Nafsu Musa AS ketika itu. Ada masalah tetapi malah disuruh pergi di jalan Allah. Musa AS bertanya kepada Allah bagaimana dengan istrinya lalu Allah perintahkan Musa AS untuk memukul batu dengan kayunya. Setalah tiga kali memukul hingga batu itu pecah menjadi batu yang lebih kecil didapati oleh Musa AS, seekor ulat yang sedang memuji Allah karena Allah tidak melupakan Rizkinya. Ulat dalam batupun masih dalam pemeliharaan Allah. Lalu Musa berkata bahwa Firaun mempunyai Bala Pasukan yang banyak, dan ia meminta Harun diangkat sebagai Nabi sebagai teman yang membantunya. Allah berkata mahfum kepada Musa AS untuk tidak takut karena “Aku bersama Engkau”. Namun karena Musa AS memberikan alasan agar Harun AS dapat membantunya dalam menyampaikan Dakwah kepada Firaun, akhirnya do’a Musa AS ini diterima. Walaupun dalam kondisi yang sangat sulit, Musa AS nafikan Nafsunya dan buat keputusan untuk ikuti maunya Allah, keluar ke negeri jauh. Tidak ada Musyawarah dengan istri bahkan ia meninggalkan istri dalam keadaan sakit. Jadi apa yang di korbankan Musa ketika itu, ada 3 perkara :
1. Mal atau Harta : Berupa domba2xnya dan tempat tinggalnya
2. Hal atau Keadaan : Tanggung jawab kepada istri yang sedang sakit
3. Al atau Keluarga : Istri yang dicintai
Inilah Pengorbanan Musa AS demi perintah Allah, dia nafikan (acuhkan) keadaannya dan hanya membenarkan perintah Allah. Hari ini kita logikan perintah Allah, sehingga kita bisa mudah mengikuti Nafsu kita. Istri dan Anak belum diberi uang belum bisa berangkat. Dikira kita ini yang menghidupkan dan memberi makan mereka sehingga perintah Allah kita logikan. Jaga anak dan istri kan perintah juga, nanti kalau sudah siap baru saya berangkat. Siapnya kita ini adalah menurut Nafsu beda dengan siapnya Musa AS. Ini karena kita belum mengambil keputusan, sehingga perintah Allah ini belum bisa kita kerjakan secara sempurna.
Begitu juga pendidikan yang diterima oleh para Sahabat RA. Bagaimana Abu Bakar RA tidak meninggalkan harta sedikitpun untuk keluarga ketika pergi di jalan Allah. Semua sahabat ketika takaza jihad atau dakwah datang maka mereka meninggalkan semua perkara yang mereka cintai untuk memenuhi panggilan agama. Sehingga kita menemukan banyak makam sahabat di luar negeri seperti Saad bin Abi Waqqash RA di China, Abu Ayub Al Anshari di Turkey, Tariq bin Ziyad RA di Spanyol, dll. Kalau sahabat kerjanya hanya memikirkan keluarga saja maka islam tidak akan mungkin tersebar keseluruh dunia, dan kita mungkin masih menjadi orang penyembah berhala. Hari ini banyak orang yang marah asbab melihat mereka yang pergi meninggalkan keluarga untuk pergi di jalan Allah. Sedangkan hari ini kalau kita bicarakan orang yang meninggalkan anak istrinya demi kepentingan dunia tidak ada yang ambil pusing atau protes. Tetapi orang yang meninggalkan anak istrinya demi perbaikan agamanya banyak yang protes dan tidak terima. Berapa banyak hari ini perempuan lagi bukan laki-laki yang meninggalkan keluarganya untuk kerja di luar negeri ? apa ada yang protes ? berapa banyak keluarga yang ditinggal ayahnya atau suaminya ke luar negeri karena dinas atau belajar di universitas mengambil gelarnya ? apakah ada yang tidak terima ? padahal ini semua hanya demi kepentingan dunia saja. Sedangkan ketika di jalan Allah ini yang jemaah kerjakan adalah demi kepentingan agama, akherat, ummat, dan keluarganya. Dan lagi segala hak atas keluarga dan Kewajiban-kewajiban yang lainnya akan gugur jika dihadapkan dengan kepentingan Jihad buat agama ataupun buat mencari ilmu. Ini karena Jihad dan menuntut ilmu ini lebih tinggi prioritasnya dibanding amal-amal lain. Seperti Nabi SAW dan para Sahabat RA yang meninggalkan keluarga mereka demi membela agama. Jadi Jihad ini harus didahulukan diatas segala kewajiban kecuali sholat. Hak istri, hak anak, hak bertetangga, semuanya gugur jika takaza ( pembentangan kepentingan menyelamatkan agama ) sudah di tawarkan. Jadi Jihad lebih utama dibanding amal-amal lain menurut kondisi atau keadaan-keadaan tertentu.
Kesalah fahaman III :
Banyak orang bilang kalau mau jihad, memberi nafkah fakir miskin juga jihad, mencari uang untuk menafkahai keluarga juga jihad, membela hukum islam juga jihad, membela yang orang yang di dzolimi juga jihad, kenapa harus susah-susah pergi di jalan Allah ? inilah anggapan mereka yang kurang pengetahuannya. Dalam ilmu agama setiap keadaan itu ada amal-amal yang di dahulukan atau di prioritaskan. Tidak mungkin ketika orang sedang berperang, ummat sedang terancam, kita lebih memilih duduk saja dirumah dan berdzikir dengan mengatakan dzikir itu jihad juga, lalu meninggalkan jihad membela agama Allah, ini namanya kebodohan. Dalam keadaan sekarang ketika kemaksiatan sudah merajalela dan penentangan terhadap perintah Allah sudah dilakukan secara terang-terangan, maka dengan adanya gerakan untuk keluar di jalan Allah dalam rangka memperbaiki diri dan menyampaikan agama maka jihad yang seperti ini lebih tepat. Jihad yang seperti apa maksudnya ? yaitu dengan harta dan diri meluangkan waktu untuk pergi di jalan Allah.
Nasehat dari orang tua dalam kerja dakwah ini :
“ Hari ini manusia sibuk membuat usaha yang tidak akan ditanya oleh Allah di pengadilan Agama nanti yaitu perkara rizki, dan melupakan perkara yang pasti akan ditanya oleh Allah yaitu agama. Asbab ketidak pahaman kita hari ini, kita berani menjawab bahwa mencari rizki itu wajib dan memperjuangkan agama itu tidak wajib. Cari rizki itu wajib hukumnya, betul itu, tetapi ini hanya keperluan bukan sebagai maksud. Kita Allah kirim ke dunia ini bukan untuk berdagang, bertani, bermewah-mewahan, bersaing dalam teknologi, tetapi kita dikirim untuk Ibadat kepada Allah, menyempurnakan kehendak Allah atas diri kita di dunia ini. Mewujudkan Agama dalam diri kita dan menyampaikan agama pada setiap orang di seluruh alam, inilah maksud Allah kirim kita kemuka bumi. Sholat itu wajib dan wudhu itu juga wajib, tetapi wudhu itu hanya keperluan saja. Apa yang terjadi jika orang maunya wudhu saja karena wajib sehingga gak sholat-sholat. Sudah mubazir Airnya, dan Allah akan marah karena telah melupakan maksud yaitu sholat. Kita boleh berdagang, bertani, dan lain-lain, tetapi ini hanya keperluan saja, jangan sampai menjadi maksud. Kita pergi haji bukan untuk tidur-tiduran saja, tidur itu hanya keperluan, jangan sampai kita datang ke mekah hanya untuk tidur saja tetapi melupakan maksudnya yaitu naik hajinya. Ali Karamallah Wajhahu berkata kalau manusia itu fikirnya hanya memikirkan apa yang akan masuk kedalam perutnya maka derajatnya disisi Allah sama dengan apa yang telah dikeluarkan dari perutnya. Beginilah hasilnya jika manusia tidak diperjuangkan yaitu mereka akan menjadi rendah dan hina. Derajatnya di sisi Allah seperti apa yang dikeluarkan perutnya yaitu kotoran, tidak ada nilai, rendah, bahkan tidak pantas untuk dilihat atau dipandangi.”
- Bagaimana dengan pekerjaan yang ditinggalkan ?
“Lakukan apa yang kamu mampu, nanti Allah akan sempurnakan apa yang kamu tidak mampu lakukan.”
Jadi jika orang ini tidak mempunyai waktu asbab keterikatannya dengan kantor maka anjurannya tidak boleh memaksakan diri. Tetapi dia dianjurkan membuat usaha dengan memberikan prestasi yang terbaik kepada kantornya sampai pada saat dia mempunyai “Bargaining Power”. Jadi untuk saat ini di anjurkan dia memberikan waktunya semampu dia saja, lalu dia meningkatkan usahanya di kantor agar bisa mendapatkan bargaining power untuk mendapatkan cuti. Pengorbanan ini dapat dilakukan berdasarkan kemampuan bukan paksaan. Tidak ada tertib baku mengenai waktu yang disediakan untuk khuruj fissabillillah ini bagi orang yang terikat dengan pekerjaannya. Dan kita di anjurkan menghargai pengorbanan orang yang telah meluangkan masanya untuk di jalan Allah walaupun itu hanya sesaat saja. Karena sesaat di jalan Allah ini nilainya disisi Allah jauh lebih baik dari pada dunia beserta seluruh isinya.
Seorang teman pernah memberi nasehat kepada saya mengenai perkara ini. Dia katakan ketika saya bertanya, “Apakah saya harus buat usaha sendiri saja dan tidak kerja di kantor orang, agar bisa tetap ada dalam usaha dakwah ini ?” lalu dia jawab :
“ Memangnya kerja dakwah ini spesial bagi para wirausahawan saja ? Gak adil dong, masa utk sempurna agama seluruh manusia harus ganti profesi dulu? Repot amat, dijamin agama semakin gak laku. Jadi kalau memang ada kesempatan untuk bekerja dan mendapatkan penghasilan atau kondisi yang lebih baik, ya sudah istikarah, musyawarah, plus jaga prasangka baik, apapun hasil keputusannya. Terus kita betulin prestasi kerja kita, hingga kita punya posisi : dibutuhin kantor. Ini yang namanya Bargaining Power, sehingga kita bisa meminta seperti ini :
“Pak akhir bulan ini saya mau cuti dulu karena ada pekerjaan penting (Dakwah Khuruj Fissabillillah). Semua tugas dan pekerjaan sudah saya set dan saya selesaikan jauh-jauh hari, Insya Allah 3 hari / 40 hari / 4 bulan yang akan datang semuanya sudah beres….”
kita sudah biasa menyenangkan employer atau kantor kita asbab kita berfungsi dengan baik dan dapat menunjukkan prestasi yang baik bahkan extra baik. Sehingga hasilnya adalah kita dikhususkan oleh kantor kita, dan dikasih berbagai fasilitas, termasuk cuti untuk khuruj fissabillillah. Hari ini orang yang extra-giat kerjanya mereka mengambil kesempatan dengan berebut meminta jatah kebendaan yang extra dari naik gaji, naik pangkat, naik fasilitas lainnya, tetapi kita sebagai pekerja agama bisa meminta “Jatah Extra Waktu”.
Pokoknya agama ini mulia dan usahanya juga mulia, jadi jangan sampai kita meminta-minta kepada mahkluk untuk agama seperti, minta duit, minta kesempatan, minta cuti, dll. Banyak Da’i yg masih suka minta waktu sama bosnya, tetapi tidak ada prestasi malah menyusahkan kantornya. Sehingga ketika dia minta izin yang keluar dari bossnya :
“Bagimana sih kamu ini, udah kerja tidak ada prestasi, pekerjaan jadi banyak yang terbengkalai, disuruh kerja juga tidak becus, malah minta cuti lagi. Inikan namanya enak dikamu tidak enak di saya. Enak-enak saja pergi dengan alasan agama, tapi saya yang susah jadinya ditinggalkan beban oleh kamu ?”
Ini tanda bahwa bargaining position, posisi tawar, kita belum bagus, baik di sisi bos maupun di sisi “The Real Only Boss”, yang Maha mempunyai Kuasa atas diri kita dan hati boss kita, yaitu Allah Ta’ala. Siapa bilang kita keluar karena uang atau waktu luang? Kita keluar karena adanya pertolongan Allah atas diri kita. Untuk dapat pertolongan Allah ini kita harus berkorban, tetapi jangan mengorbankan kepentingan orang lain. Kita korban dengan harta dan diri kita tanpa harus mengganggu orang lain. Ini perlu keyakinan yang benar pada Allah. Orang kaya bisa keluar ke negeri jauh, ini sih biasa, karena mereka punya uang, tetapi mungkin susah waktunya. Tetapi kalau orang miskin bisa pergi keluar negeri, dia bisa punya banyak waktu tetapi uang dari mana, sedangkan dia miskin judulnya, statusnya. Tetapi jika si miskin tadi bisa berangkat keluar negeri, itu baru luar biasa dan itulah yang namanya mendapatkan keyakinan yang benar namanya. Kita yakin jadinya bahwa bukan harta yang mampu memberangkatkan si orang miskin tadi tetapi Allahlah yang memberangkatkan dia. Begitu juga dengan wiraswatawan, usaha sendiri, dia bisa jaga nishab dan ambil takaza, ini bukan sesuatu yang luar biasa tetapi biasa aja karena dia mampu, tetapi bagi pekerja yang sibuk dan terikat dengan kantornya bagaimana dia bisa keluar lama dan ambil takaza? Jika dia bisa ambil takaza dan pergi waktu nishab, ini baru yang namanya “Amazing” atau “Luar Biasa”. inilah yang namanya pengorbanan yaitu mengusahakan yang tidak ada ! saya pernah lihat di pakistan para pegawai negri bisa keluar jauh dan lama? Contohnya Dr Saleem, ahli bedah, direktur rumah sakit pemerintah di Pakistan, bisa keluar negeri sebagai jemaah jalan kaki selama satu tahun di Russia ! kok bisa? Kenapa kita tidak bisa ? Ini karena kita masih belum yakin dengan rancangan Allah dan kekuasaan Allah. Makanya kita perlu keluar untuk memperbaiki keyakinan kita ini.”
Teman saya Abdurrahman Ugan pernah memberikan nasehat kepada saya yang diambil dari nasehat Prof. Abdurrahman dari masyeikh india. Asbabun nuzulnya dari nasehat ini adalah ketika temen saya, ugan, mau minta ijin khuruj namun cutinya cuma dapat 17 hari :
Kata Prof Abdurrahman: “you should proud of your work (dunia) no matter how small it is, Da’i should do his duties properly at their best. When your office only give you 2 minuntes for takaza, you should be back in your office before 2 minutes ….. but those 2 minutes you give for din (agama) you should do with bathin (full tawajjuh).”
Sedangkan yang tidak terikat dengan kantor, maka dianjurkan agar dia mempersiapkan pekerjaannya terlebih dahulu sebelum ditinggal sampai pada kesiapan untuk ditinggalkan selama dia pergi di jalan Allah. Sehingga dengan demikian tidak akan menimbulkan fitnah atau masalah di kemudian harinya. Bagi pelajar tertibnya adalah hanya 1 hari saja keluar di waktu libur hari minggu dalam seminggu itupun kalau tidak mengganggu kegiatan belajarnya dan prestasinya. Mereka dilarang untuk keluar di jalan Allah dalam waktu 3 hari, 40 hari, apalagi 4 bulan. Ini karena target dakwah bagi seorang pelajar adalah menunjukkan prestasi yang baik disekolahnya sehingga mereka bisa berdakwah diantara teman-temannya dan orang tuanya.
- Mengapa banyak orang yang tadinya bekerja lalu lebih memilih jadi pengangguran setelah ikut dalam pergerakan ini ?
Namun untuk Da’i yang memilih menjadi pengangguran ini ada banyak kemungkinan :
1. Mungkin Da’i ini kurang mendapatkan mudzakaroh / pemberian materi yang cukup
2. Mungkin memang suasana kerja yang dia punyai sebelumnya sudah tidak mendukung lagi untuk di ikuti.
3. Mungkin dia kurang mempunyai rencana terhadap masa depannya
4. Mungkin dia terlampau bersemangat dalam mengamalkan agama sehingga dia terlalu menjadi berhati-hati dalam hal yang dapat menganggu aktifitas agamanya.
5. Mungkin dia sudah merasa cukup dengan keadaannya dan yakin tidak akan menyusahkan orang lain dan keluarganya.
Jadi kemungkinannya banyak sekali. Namun dibalik semua masalah yang ada di dalam hidup ini, itu semua merupakan suatu proses pendewasaan dan proses pembelajaran bagi seseorang, yang seharusnya bisa menjadi pelajaran untuk ke arah yang lebih baik. Inilah pentingnya bertemu dan meminta nasehat dengan para orang tua kita dalam kerja dakwah ini terutama kepada para ahli syuro Indonesia dan pada para ulama. Penting juga kita aktif dalam kerja dakwah ini di Markaz, di hallaqoh, di mahalah, dan di majelis-majelis ilmu, sehingga kita tidak salah faham atas kerja ini.
Yang jelas kalau soal kerja, tertib dari masyeikh kita adalah bahwa kita ini harus bekerja, mempunyai asbab dunia. Sedangkan mengenai jenisnya tidak ditertibkan. Bebas bentuk selama halal jalurnya. Namun perlu di ingat bahwa semua perkerjaan dunia kita ini sifatnya cuma sambilan atau keperluan saja bukan kebutuhan atau kerja utama. Kerja utama kita adalah jadi hamba Allah, mengedepankan segala perintah Allah dan sunnah Nabi pada setiap celah kehidupan. Jangan kita sampai terpengaruh sama pendapat kerdil orang-orang yg menyimpulkan bahwa makin banyak kerja makin banyak rezeki, kalau kerja di big company berarti big rizqi, ini namanya tidak nyambung ! Rizki kita telah ditentukan oleh Allah baik kita tidak ada pekerjaan maupun ketika ada pekerjaan. Kita tidak mungkin mengambil rejeki orang dan orang lain mustahil bisa mengambil rezeki kita, karena semuanya sudah ditentukan oleh Allah dan Allah tidak mungkin salah. Namun memang ada orang mendapatkan rezkinya dengan cara yang haram, ini karena cara yang dipikirkan adalah dengan cara melanggar perintah Allah. Sehingga rizkinya datang dari benda yang haram. Yang terpenting bahwa kerja ini adalah perintah Allah dan sunnah Nabi SAW, itu saja. Kita kerja bukan buat menambah-nambah rizki tetapi karena perintah Allah. Sedangkan rezeki ini sudah Allah tentukan dengan kita kerja ataupun tanpa kerja. Hanya saja kalau kita mempunyai masalah atau keinginan, ini Allah serahkan pada kita untuk mencari jalan keluarnya. Contoh kalau kita mau jabatan yang lebih tinggi atau gaji yang lebih besar maka kita harus lebih giat lagi kerjanya walaupun hasilnya nanti Allah yang tentukan. Sedangkan jabatan yang lebih baik atau gaji yang lebih besar ini tidak mutlak berhubungan dengan rezeki. Contoh uang yang di bank ini hanya tersimpan dan kita hanya lihat saja nominalnya, ini bukanlah rejeki karena yang namanya rejeki itu yang habis terpakai dan yang masuk kedalam perut inilah yang namanya rejeki. Lapar maka kita harus usaha mencari makan, ini perintah Allah, hasilnya dapat atau tidaknya makanan ini Allah yang tentukan.
- Mengapa ada kesan jemaah tabligh ini kecederungannya membawa orang kepada kemiskinan ?
“Miskin, kaya, sehat, sakit, di kota, di desa, yang punya pekerjaan dan yang pengangguran, ini semuanya hanya keadaan-keadaan saja bukan tujuan. Tujuannya adalah bagaimana semuanya bisa taat kepada Allah.”
Tidak pernah ada anjuran dari orang tua kita kepada kita untuk mengubah hidupnya menjadi miskin atau hidup susah dalam kerja ini. Tetapi yang ada bagaimana kita semua bisa meningkatkan ketaqwaan dan ketaatan kita kepada Allah. Saya pernah membaca kitab karangan Said Hawwa Rah.A, seorang ulama dari gerekan Ikhwanul Muslimin, `yang menjelaskan hukum “Tajrid”. Apa itu hukum Tajrid yaitu apabila seseorang ini memilih keadaan miskin agar bisa dekat dengan Allah, sementara kemiskinannya ini bisa menyebabkan dia durhaka pada perintah Allah, maka ini hukumnya adalah haram. Haram bagi dia untuk merubah keadaannya dengan kemampuannya dari kaya menjadi miskin jika perubahan keadaan tersebut dapat menyebabkan dia lalai atau durhaka terhadap perintah Allah. Jadi haram hukumnya kita berpindah dari suatu keadaan yang menyebabkan diri kita menurun amal-amal agamanya asbab pindahnya kita dari keadaan tersebut dengan disengaja. Lebih baik dia kaya tetapi bisa taat beribadah daripada dia menjadi miskin akibatnya dia malah kecewa pada agama dan menjadi durhaka kepada Allah.
Dan tidak pernah Nabi SAW menganjurkan kepada sahabatnya untuk jadi miskin saja agar bisa taat kepada Allah. Dan Nabi SAW juga tidak pernah menganjurkan sahabat ini untuk menjadi kaya agar bisa taat kepada Allah. Jadi jangan kita mengajak orang untuk miskin ataupun kaya, miskin kaya ini hanya keadaan-keadan saja. Miskin kaya ini hanya mahluk, jika seseorang mengajak kepada mahluk ini syirik namanya. Tetapi ajaklah kepada Allah dan bagaimana mentaati perintah-perintah Allah. Namun walaupun begitu banyak ulama yang menganjurkan kita agar giat atau gigih dalam bekerja dan sabar dalam segala keadaan. Ini karena kerja ini adalah perintah Allah dan sabarpun perintah Allah. Sedangkan Allah tidak suka orang yang malas, dan menggantungkan hidupnya kepada orang lain, sehingga menjadi beban buat orang lain. Justru Allah sangat menyukai hambanya yang bisa memberikan manfaat kepada orang lain, dan bukannya menjadikan dirinya beban bagi orang lain.
Kisah Umar Al Faroukh RA :
Suatu ketika ada jemaah haji datang dan bertemu Umar RA di Mekkah. Lalu Umar RA bertanya kepada mereka, “Siapa kalian ?” lalu rombongan itu berkata, “Kami adalah orang-orang yang mutawakkilin ( orang-orang yang bergantung hanya kepada Allah ) !” ini karena ketika haji mereka tidak membawa bekal apa-apa. Lalu apa kata Umar RA kepada mereka : “Kalian bukan orang-orang yang bergantung kepada Allah tetapi kalian adalah orang-orang yang bergantung pada kantong-kantong orang islam !”
Jadi menjadikan diri kita ini beban bagi orang lain, ini juga tidak baik. Dalam mahfum hadits justru kita ini dianjurkan untuk harus menjadi seorang mukmin yang bermanfaat bagi orang lain atau saudaranya, bukan yang menyusahkan orang lain dan saudaranya. Minimal kita jangan jadikan diri kita beban bagi keluarga kita, saudara kita, anak kita, tetangga kita, kerabat kita, teman-teman, kita bahkan ummat pada umumnya. Jangan biarkan diri kita ini berharap kepada mahluk atau meminta kepada mahluk selain kepada Allah. Inilah pentingnya kita gigih dalam bekerja agar kita tidak menggantungkan harap kita dan diri kita kepada orang lain. Seharusnya kita menjadi seorang mukmin yang dapat memberikan manfaat kepada keluarga, tetangga, saudara, teman, dan ummat seluruh alam, sehingga kita bisa menjadi seorang mukmin yang rahmatan lil alamin. Namun itupun ada porsinya, jangan sampai dengan alasan mempunyai tanggungan keluarga kita tidak mau berjuang di jalan Allah meninggalkan anak dan istri dengan jiwa dan harta kita. Dan jangan juga dengan alasan Fissabillillah kita melupakan hak-hak istri, anak, tetangga, pekerjaan, karena ini semuanya mempunyai hak atas diri kita. Jadi semuanya mempunyai keutamaan masing-masing tergantung pada keadaaannya dan ada porsinya masing-masing. Jadi kita ini harus berjalan diatas porsinya masing-masing dan diatas keutamaannya masing-masing. Ini karena dalam setiap keadaan ada derajat amal atau amal yang di prioritaskan dalam keadaan tersebut.
Seperti ada kisah dalam mahfum hadits :
Seseorang di jaman Nabi SAW kerjanya menghabiskan waktu di mesjid sehingga istrinya mengadu kepada Nabi SAW. Lalu Nabi SAW tegur orang itu dengan berkata, “Tidak ada orang yang lebih dekat kepada Allah melebihi aku, dan tidak ada orang yang derajat ketaqwaannya melebihi aku, tetapi akupun masih menunaikan hak istriku, hak tetanggaku, hak kepada sahabatku, dan hak kepada pekerjaanku.” Maksudnya adalah Nabi ini adalah mahluk yang paling dekat dan paling tinggi derajatnya disisi Allah tetapi walaupun begitu Nabi SAW tidak melupakan kewajibannya kepada istrinya, keluarganya, kerabatnya, sahabatnya, tetangga, pekerjaannya, dan kepada ummat. Ini karena itu semua mempunyai hak atas diri kita yang harus kita tunaikan. Jadi tidak bisa kita dengan alasan pergi di jalan Allah secara terus menerus kita lupakan kewajiban-kewajiban kita kepada yang lain.
Sabda Rasulullah SAW mahfum hadits :
“Sesungguhnya Nabi Allah Daud AS juga makan dari hasil kerja tangannya.”
Jadi jangan sampai diri kita ini melupakan kewajiban-kewajiban kita yang lain dengan bersembunyi dibalik alasan menjaga Amal Khuruj Fissabillillah. Kitapun juga harus buat usaha atas keduniaan kita agar bisa memenuhi takaza-takaza agama. Yang tidak boleh adalah menggantungkan keyakinan kita pada asbab-asbab keduniaan. Tetapi yang namanya dunia ini harus kita lewati dengan siasat dan atas dasar perintah Allah.
Contoh I :
Seorang Petani dalam menanam di pertaniannya, apa kemampuannya, atau apa yang bisa dia lakukan semampunya ? yaitu menggali tanah, menanamkan biji, kasih pupuk, dan kasih air, kasih pagar, ini saja kemampuan petani. Petani mampu tidak untuk menumbuhkan pohon, atau tumbuhan, atau padi ? Yang memberi warna pada Apel ini supaya menjadi merah itu siapa ? yang memberi rasa itu siapa ? apakah petani mampu memberi warna dan memberi rasa ? Tidak, ini semua kerja Allah. Tetapi Allah ini ingin lihat batas akhir kemampuan petani itu dimana. Ketika petani sudah bekerja sampai batas kemampuan yang terakhir : dia gali tanah, dia tanam biji, diberinya pupuk, dan disirami setiap hari seperlunya, kasih pagar, dan tiap hari dia kontrol, inilah batas kemampuan terakhir petani. Ketika petani telah memberikan pengorbanan sampai batas terakhir daripada kemampuannya, maka apa yang petani yang tidak mampu, Allah sempurnakan. Seperti : mendatangkan panas yang cukup, hujan yang cukup, menumbuhkan padi atau pohon, mengeluarkan buah, memberi rasa manis, ini semua kerja Allah menyempurnakan apa yang tidak bisa dilakukan petani tadi. Ini semua dengan syarat petani tadi bekerja sampai batas akhir kemampuan. Begitu juga dalam mempersiapkan asbab-asbab kedunian kita, kitapun harus melakukan tertib-tertib usaha seperti yang dilakukan petani tersebut.
Contoh II :
Ada petani konyol dan bodoh, berkata : “Sudah Tawakkal saja, lempar aja bijinya, terus sabar aja, gak usah diurusin perkara dunia kayak gini, buang-buang tenaga. Katanyakan : “wamai yatakilloha yaj’alahu makhroja. Wayarzukhu min haisu la yahtasib” artinya : “Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Allah akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangka. Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya.”
Jadi petani konyol ini menafsirkan ayat ini, untuk santai saja, semuanya itukan sudah ditangan Allah, sedangkan dia tidak memaksimalkan kemampuannya. Tahu-tahu akhirnya yang tumbuh malah ilalang, semak belukar, tidak sesuai dengan yang diharapkan. Apakah petani yang macam ini mau menyalahkan Allah ? padahal dia belum lakukan kerja apa-apa. Katanya, “Rezekikan ditangan Allah, jadi terserah Allah. Dikasih syukur gak di kasih yah buat apa diusahakan ?” Ini bodoh namanya. Dia tidak mengerjakan apa-apa, tetapi berharap pada Allah. Ini seperti orang yang berdoa minta punya anak tetapi tidak mau kawin. dia tidak mengerti maksud dari ayat ini. Dia pikir Allah ini pembantu bisa seenak-enaknya disuruh-suruh, sementara dia santai-santai saja. Dia mengharapkan Allah untuk mananam bibit, lalu menumbuhkannya, dan memberikan hasil yang maksimal, tanpa dia buat usaha. Inilah yang namanya kebodohan. Maksimalkan kemampuannya dulu baru Allah kasih hasil yang layak dan sesuai dengan pengorbanan dan kemampuannya. Lakukan dulu apa yang kita mampu sampai batas akhir kemampuan kita, nanti Allah akan melengkapi apa yang kita tidak mampu.
Jadi bila seseorang sudah bekerja atau berbuat sampai batas akhir kemampuan dia, maka nanti yang dia tidak mampu Allah akan sempurnakan. Bahkan semakin hari kemampuannya akan semakin ditingkatkan oleh Allah, baik dalam urusan agama dan keduniaan. Jangan sampai kita terperosok dengan alasan mengejar akherat kita lalu kita melupakan asbab-asbab dunia. Ini karena walau bagaimanapun menurut ulama dunia ini adalah Darrul Asbab, tempat mengusahakan asbab-asbab untuk ke akherat. Namun asbab bagi orang beriman ini adalah perintah-perintah Allah, dan bekerja atau berusaha ini adalah perintah Allah. Kita kerja agar kita ini tidak menyusahkan oang dan tidak menjadikan diri kita beban bagi orang lain. Jadi jangan kita mencari masalah dengan kemiskinan atau pengangguran seolah-olah kita hendak menguji Allah, sementara Allah tidak suka kita uji. Kita bekerja agar kita ini tidak menjadikan diri kita orang yang suka menggantungkan harap dan diri kepada Mahluk. Tetapi kita hanya menggantungkan diri kita pada Allah dan apa yang diperintahkan. Yakini saja dibalik apa yang Allah perintahkan pasti tersimpan banyak kebaikan dan pertolongan dari Allah.
Kisah Nabi Isa AS dengan Iblis :
Iblis berkata kepada Nabi Isa AS, “Wahai Isa tahukah kamu bahwa yang menghidupkan dan yang mematikan itu adalah Allah”, Isa bilang, “Ya tahu saya itu, dan yakin sekali.” Lalu Iblis berkata kepada Isa AS, “Sekarang kamu naik ke gunung, nanti kalau engkau sudah sampai dipuncaknya sana, kau lompat. Untuk membuktikan keyakinan kamu, bahwa yang menghidupkan dan yang mematikan adalah Allah.” Sekarang coba posisikan diri kita seperti Nabi Isa AS. Seandainya ada orang yang sok dengan alasan yakin saja pada Allah bahwa kaya miskin ditangan Allah katanya, di tempatkan dalam keadaan seperti Nabi Isa tadi bagaimana ? kita di tantang Iblis masalah keyakinan seperti Nabi Isa, apa yang akan kita lakukan ? Kita diminta Iblis untuk naik ke atas gedung lalu kita disuruh lompat, iblis nantang, kan kita sudah yakin katanya bahwa yang menghidupkan dan yang mematikan adalah Allah. Bagaimana ? berani atau tidak kita menjawab tantangan iblis tadi ? apa kata iblis ini misalnya kepada kita, “Kamu ini bicara yakin-yakin sekarang coba tantang kereta api yang lagi jalan, kamu tunggu di rel.” Berani tidak kita ? untuk membuktikan bahwa hidup dan mati ini ditangan Allah. Tetapi apa jawab Nabi Isa ketika ditantang oleh Iblis seperti ini, “Wahai Iblis, yang berhak menguji itu Allah. Bukan kamu.” Allah yang menguji hamba, atau hamba yang menguji Allah ? Jelas disini Allahlah yang berhak menguji hambanya, bukan hambanya yang menguji Allah. Jadi jangan kita sok untuk mencari-cari kesusahan dengan menjadi miskin. Tetapi kita fikirnya adalah bagaimana kita ini bisa tetap taat pada perintah Allah waktu kaya dan waktu miskin. Lalu lakukan apa yang kita mampu agar bisa untuk taat kepada Allah.
Kiasan :
Dunia ini seperti air laut pada kapal. Agar kapal bisa sampai kepada tujuan maka memerlukan air laut. Tetapi jangan sampai kapal ini bolong sehingga air laut masuk kedalamnya. Maksudnya adalah jangan sampai kebesaran dunia ini masuk kedalam hati. Walau bagaimanapun dunia ini hanya keperluan bukan tujuan. Jika air sudah masuk ke kapal maka kapal ini akan tenggelam dan karam. Begitu juga diri kita jika sudah masuk kebesaran dunia dalam diri kita maka kitapun akan tenggelam karam dalam keduniaan kita.
Jadi kita harus tetap bekerja sebagai asbab dunia karena ini perintah Allah, dan kita harus bisa menjadi mukmin yang bermanfaat bagi orang lain, jangan jadikan diri kita seorang mukmin yang malas dan menggantungkan dirinya dari kantong orang lain. Betul tujuan kita adalah akherat bukan dunia, tetapi kitapun tidak boleh melupakan urusan keduniaan kita. Pada intinya gerakan ini tidak pernah menganjurkan orang-orang untuk menjadi miskin. Namun dalam gerakan ini memang ditekankan untuk hidup sederhana dan tidak mubazir. Dalam kata lain istilah tidak mubazir ini adalah lebih mengutamakan effesiensi harta dan waktu dalam menjalani hidup. Inilah salah satu point yang ditekankan dalam tertib dakwah yaitu menghindari sifat boros dan mubazir.
- § Mengapa kegiatan ini tidak menitik beratkan pada perbaikan ekonomi ?
1. Hasil yang didapat bisa mencukupi kebutuhan dan keperluan keluarga. Sedikit tetapi cukup bagi semuanya
2. Perkara yang kecil tetapi dapat menyelesaikan masalah yang besar
Lalu ciri-ciri sistem ekonomi yang berkah itu bagaimana :
1. Didapatkan dengan cara yang Halal
2. Untuk mendapatkannya tidak membutuhkan waktu yang lama
3. Untuk mendapatkannya tidak sulit dan tidak menjadi beban pikiran
4. Untuk mendapatkannya tidak jauh jaraknya
5. Mencukupi kebutuhan yang ada
Jadi Muamalah atau hubungan dagang atau ekonomi dalam islam ini adalah aturan atau perintah Allah yang hasilnya adalah keberkahan. Penekanan dalam gerakan ini bukannya pada sistem ekonomi seperti dalam ilmu ekonomi kapitalis ataupun liberal tetapi dalam ilmu amal-amal agama. Ini karena amal agama ini dapat menghasilkan keberkahan hidup. Dengan amal agama dapat memancing pertolongan Allah turun dalam kehidupan kita. Memang ada mahfum hadits yang mengatakan jangan mendekati kemiskinan karena itu lebih mendekati kepada kekufuran. Namun kita jangan jadikan diri kita kaya sebagai tujuan karena Nabi SAW pun tidak pernah menyuruh orang untuk jadi kaya agar bisa taat. Melihat keadaan dzohiriyah Nabi SAW yang serba kekurangan, banyak ulama yang menafsirkan maksud dari hadits tadi adalah miskin hati bukannya miskin harta. Miskin kaya itu jangan dilihat dari kebendaan materi tetapi harus dilihat dari hati. Hati yang miskin walaupun dia hidup kaya akan materi dan kebendaaan, tetapi karena miskin hati akan selalu dalam keadaan meminta-minta dan selalu dalam kekurangan. Hati yang kaya, walaupun dia hidup sebagai orang miskin yang tidak punya kebendaaan, namun karena hatinya kaya maka dia akan merasa hidupnya penuh dengan kecukupan dan jauh dari meminta-minta. Orang yang miskin hati walaupun dia kaya maka dia akan mempunyai sifat meminta-minta seperti orang miskin. Tetapi kalau dia kaya di hati walaupun miskin dzohirnya maka dia tidak akan terpikir untuk meminta-minta pada mahluk hanya kepada Allah. Dan dalam suatu riwayat dikatakan bahwa penghuni surga terbanyak adalah daripada golongan orang-orang miskin. Lalu dalam riwayat lain dikatakan bahwa Allah sangat dekat dengan para orang fakir miskin, tetapi yang sabar dan bisa menahan diri dari meminta-minta. Ini karena Allahpun tidak menyukai orang yang suka mengemis atau meminta dari orang lain. Jadi Kaya atau Miskin ini bukan tujuan, tetapi hanya keadaan-keadaan saja, yang penting bagaimana ketika miskin kita bisa taat dan ketika kaya kita bisa taat.
Dalam Dunia ini ada 2 macam asbab :
I. Al Asbab Ad dzohiroh à Asbab-asbab yang nampak :
Dari pakaian, makanan, rumah, transportasi, keluarga, jabatan, status sosial, dan asbab-asbab materi kebendaan yang lainnya. Secara Dzohir memang bisa memberikan kebahagiaan, tetapi tidak mutlak jaminannya. Asbab ini bisa juga menjadi asbab datangnya kesusahan. Contoh : Manusia membeli mobil mewah karena bisa memuaskan nafsu keinginan yang harapannya adalah datangnya kebahagiaan. Tetapi dengan mobil yang sama manusia bisa mendapatkan kesusahaan dan penderitaan. Seperti biaya perawatan yang mahal artinya lebih berat lagi mencari uang untuk menutupi biaya. Bahkan dengan mobil yang sama manusia bisa menderita bila terjadi kecelakaan yang bahkan dapat merengut nyawanya.
II. Al Asbab Al Ghoibiyah à Asbab-asbab yang tidak nampak :
Inilah yang menjadi asbab kebahagiaan yang hakiki, yang sebenarnya, yaitu dengan Iman dan Amal. Semua amalan agama ini datangnya dari Allah, maka jaminan kebahagiaannya adalah mutlak kepastiannya. Dibalik perintah-perintah Allah ini ada pertolongan Allah. Jadi inilah asbab mutlak datangnya kebahagiaan. Walaupun dia secara dzohir tidak memiliki apa-apa, tetapi jika dia mau beriman dan beramal maka pasti dan pasti dia akan bahagia, dan pasti Allah akan tolong dia. Contoh : Nabi ditawari gunung emas oleh Allah tetapi ditolak Nabi dan Nabi SAW lebih memilih amalan sabar dan syukur. Padahal kondisi dzohiriah Nabi SAW sangat memprihatinkan seperti 3 hari tidak makan, 2 bulan tidak mengepul asap di dapur, dll. Ini karena beliau SAW yakin kunci kebahagiaan ini ada dibalik amal-amal agama bukan pada kebendaan.
Al Asbab Ad Dzohiroh sangat bergantung pada Al asbab al ghaibiyah untuk bisa mendatangkan ketenangan dan kebahagiaan. Sedangkan asbab ghaibiyah tidak bergantung kepada asbab dzohiriyah untuk mendatangkan kebahagiaan yang sempurna. Asbab dzohir yang sempurna terlihat dimata manusia, tanpa asbab ghaibiyah, tidak akan mampu mendatangkan kebahagiaan sedikitpun. Contohnya seperti Firaun, Qorun, Namrud LA yang memiliki kesempurnaan asbab dzohiriyah, namun karena mereka tidak mempunyai asbab al ghaibiyah, maka mereka sengsara dunia dan akherat. Beda dengan para Anbiya AS dan para Sahabat RA yang secara asbab dzohiriyah mereka nampak sangat kekurangan, tetapi mereka adalah orang-orang yang bahagia di dunia dan di akherat, kenapa bisa ? ini karena sempurnanya asbab ghaibiyah mereka. Nabi SAW bagi beliau sudah biasa tidak makan 3 hari berturut-turut, tidak pernah menyimpan makanan untuk hari esok, atau 2 bulan asap tidak mengepul di dapur beliau SAW, tidur hanya beralaskan anyaman daun kurma sehingga berbekas pada kulit dan pipi beliau SAW. Namun walaupun begitu para ulama sepakat bahwa Nabi SAW adalah orang yang paling bahagia di dunia dan di akherat. Ini dikarenakan Iman dan Amalan, asbab al ghoibiyah, beliau yang sempurna.
Pernah suatu ketika 2 utusan romawi datang untuk melihat kehidupan pimpinan umat islam yang berhasil menaklukkan dataran Persia dan Romawi sebagai bangsa terkuat secara asbab dzohiriyah saat itu. Ketika mereka sampai di madinah ketika itu utusan ini yang pertama kali ditanyakan adalah kehebatan asbab-asbab dzohiriyah yang dimiliki pemimpin orang islam ketika itu. Seperti dimana raja kalian, dimana kerajaannya, namun orang islam ketika itu membantah bahwa pemeimpin mereka bukanlah raja dan tidaklah memiliki kerajaan yang dimaksudkan oleh utusan tersebut. Mereka tidak mempunyai raja yang dilayani tetapi seorang khalifah yang melayani ummatnya, tidak ada istana tempat resmi pejabat pemerintahan, tetapi yang ada hanya mesjid tempat para sahabat sering berkumpul. Lalu dihantarlah utusan tersebut menghadap khalifah Umar RA yang ketika itu tertidur dibawah pohon hanya dengan bermodal tongkat. Umar pulas tertidur setelah beronda keliling kampung tidak ada yang menjaganya, tidak ada satpam, anjing, pengamanan, yang ada hanya Allah di hati Umar RA.. Maka terkejutlah utusan tersebut melihat keadaaan umar RA seorang penakluk bangsa yang besar dibandingkan dengan Raja mereka. Ini Umar seorang pemimpin penakluk 2/3 dunia bajunya bertambal-tambal, tidur tidak ada yang menjaga, beralaskan bumi beratapkan langit, tidak mempunyai pengawal dan kerajaan, namun tidur dengan tenang dan nyenyak. Sementara Rajanya mempunyai lemari baju yang banyak, tidur dikasur yang empuk, dikawal ribuan tentara, tidur di istana yang megah, tetapi hidup selalu dalam ketakutan, tidak ada ketenangan, dan tidak bisa tidur nyenyak. Umar yang miskin dari asbab adzhohiriyah tetapi sempurna asbab al ghaibiyahnya maka ketenangan dan kebahagian telah datang padanya. Sedangkan si Raja yang sempurna asbab adzhohiriyah tetapi kosong dari asbab al ghoibiyah maka yang datang kepadanya adalah ketidak tenangan dan penderitaan. Inilah perbedaan diantara mereke berdua seorang Umar RA dan si Raja Romawi. Umar karena sempurna asbab al ghaibiyahnya Allah masukkan kekayaan ke dalam hatinya sehingga hatinya menjadi kaya seperti kayanya dzohirnya seorang raja.
Tidak ada satu nabipun yang menganjurkan kaumnya untuk kerja lembur banting tulang, membangun pabrik, meluaskan sawah, memperbesar toko, memperbaiki perdagangan, dan asbab dzohiriyah lainnya untuk bisa mencapai kebahagiaan. Tetapi semua Nabi AS mengajak kaumnya hanya kepada Allah dengan jalan menyempurnakan keyakinan dan asbab-asbab ghaibiyah untuk mencapai kebahagiaan yang sempurna. Ini dikarenakan ketenangan dan kebahagiaan yang hakiki akan datang melalui asbab ghaibiyah bukan dengan asbab dzahiriyah. Jika asbab ghaibiyah sempurna diamalkan maka asbab dzahiriyah akan datang, namun ketika itu kebutuhan akan asbab dzahiriyah akan berkurang. Sebagaimana di jaman sahabat ketika harta ghanimah datang melimpah ruah ke pintu-pintu rumah para sahabat tetapi semuanya tidak ada yang menyimpannya dibagi-bagikan hingga habis. Ini karena asbab ghaibiyah sempurna diamalkan sehingga kebutuhan akan dzohiriyah berkurang.
Di jaman para Sahabat RA dalam setahun sahabat ini menghabiskan waktu 8 bulan di jalan Allah dengan perhitungan 2 kali taskil, ajakan, menyambut takaza agama. Mereka 4 bulan taskil, lalu pulang dan di taskil lagi 4 bulan di jalan Allah menurut perhitungan di jaman Umar RA. Sisanya hanya 4 bulan saja tinggal di kampungnya. Sedangkan 4 bulan ini, setengah dari pada waktunya untuk mesjid dan setengahnya lagi untuk keduniaan mereka. Jadi jika 24 jam itu adalah 50%-50% waktunya perhitungannya adalah 12 jam untuk mesjid dan 12 jam untuk dunia. Jadi perhitungannya bagi mereka adalah 2 bulan untuk mesjid, dan 2 bulan lagi untuk keduniaan. Apa itu 2 bulan untuk keduniaan ? itu adalah 1 bulan di rumah bersama keluarga dan 1 bulan ( 24 jam x 30 hari = lamanya waktu sahabat RA di sawah / di pasar ) lagi untuk buat kerja yang mampu memenuhi keperluan untuk 1 tahun. Allah telah ringkaskan buat sahabat kerja untuk 1 tahun dapat dilakukan dalam 1 bulan saja. Ini karena apa ? ini adalah berkat amalan agama yang mereka dahulukan sehingga kehidupan sahabat ini penuh dengan keberkahan. Hari ini ummat kerja satu tahun tidak cukup untuk satu bulan, justru sebaliknya hari ini, tidak seperti di jaman sahabat RA. Di Mekkah tidak ada sawah, pengairan kurang, pohon tidak banya tetapi Mekkah ini diberkahi oleh buah-buahan kurma yang banyak, sumber air yang tidak habis, makanan yang melimpah ruah. Sedangkan banyak negara yang subur tanahnya, tetapi penduduknya kelaparan dan tidak bisa memenuhi kebutuhannya. Inilah maslahnya hari ini. Lalu bagaimana cara mengembalikan keberkahan ini tidak lain hanya dengan pertolongan Allah. Caranya bagaimana mendatangkan pertolongan Allah ini yaitu dengan menyibukkan diri kita dengan perintah-perintah Allah dan amal-amal agama.
Lagi pula hari ini organisasi-organisasi yang menitik beratkan pada sektor ekonomi ini sudah banyak. Sementara yang kita cari dari kerja ini adalah keikhlasan dan istikhlas. Jadi bekerja membantu agama Allah hanya semata-mata mengharapkan ridho Allah ini namanya ikhlas, sedangkan istikhlas yaitu kita tingkatkan kerja kita dan qualitas amal kita demi mendapatkan ridho Allah. Kekhawatiran orang tua kita dalam kerja dakwah ini adalah jika kerja ini dicampur adukkan dengan kerja atas kebendaan atau ekonomi, maka akan datang 4 perkara yang ditakuti dan di khawatirkan :
1. Kesibukan mengurus harta sehingga lalai dari amal agama.
2. Asbab perpecahan ummat di dalam kerja ini sehingga terjadi tarik menarik kepentingan
3. Mengeraskan hati ( asbab datangnya akhlaq yang buruk : sombong, ghibbah, ujub, dll )
4. Pintu-pintu kemaksiatan akan terbuka karena mudah didapat asbab masuknya harta.
Jadi untuk masalah peningkatan kebendaan itu akan dibalikkan kepada kepentingan masing-masing, namun tidak di anjurkan dilakukan di dalam kerja ini. Di luar kerja ini mereka bisa meningkatkan kesejahteraan ekonomi mereka menurut keperluan dan kebutuhan masing-masing.
- § Mengapa Politik tidak di anjurkan dalam kerja dakwah ini ?
1. Politik hari ini sarat dengan hujat menghujat saudaranya seiman dan seislam
2. Politik hari ini tujuannya mengajak orang kepada perbaikan kebendaan
3. Politik hari ini membawa ummat kepada perpecahan
4. Politik hari ini mengajak manusia kepada figur dan partai bukan kepada Allah
5. Politik hari ini berlawanan dengan kerja amar ma’ruf nahi mungkar
Dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda mahfumnya :
“Apabila umatku sudah mengagungkan dunia (maksudnya : mendahulukan dunia dibanding perintah Allah), maka tercabutlah dari mereka dari kehebatan islam. Apabila umatku meninggalkan Amar Ma’ruf Nahi Mungkar (Dakwah), maka diharamkan bagi mereka keberkahan wahyu (Kefahaman Agama). Dan apabila umatku sudah saling caci mencaci (hujat menghujat) satu sama lain, maka jatuhlah mereka dari pandangan Allah Ta’ala.” (HR Hakim dan Tirmidzi)
Bila kita jadikan hadits ini sebagai acuan, maka sulit bagi kerja dakwah ini untuk melibatkan diri dalam Politik. Bahkan sudah banyak ditemukan di daerah-daerah asbab perang politik, mesjid mesjid menjadi korbannya. Mesjid jadi sepi dari jemaah karena mesjid telah dijadikan ajang tempat permusuhan. Jadi dalam kerja dakwah ini kita ajak orang kepada Allah bukan kepada figur, kepada organisasi, kepada partai, kepada harta benda, tetapi hanya kepada Allah. Sehingga asbab usaha ini orang yang tadinya terpecah karena perang politik dapat bersatu karena memperjuangkan agama Allah. Jadi jangan kita mengajak orang kepada selain Allah, ini karena segala sesuatu selain Allah ini adalah dunia atau mahluk termasuk itu figur, partai, kepentingan golongan, dan lain-lain. Hari ini orang saling ajak mengajak kepada golongannya, ini malah akan memecah belah islam. Seperti partai-partai, firqoh-firqoh atau aliran-aliran yang ada, mereka mengajak orang kepada golongannya masing-masing. Apa yang mereka lakukan adalah membenarkan firqoh mereka dan menyalahkan yang lain sehingga terpecah belah semuanya. Jika ummat sudah terpecah belah maka pertolongan Allah tidak akan turun, dan jika umat sudah saling menghujat maka jatuhlah mereka dari pandangan Allah. Pada hakekatnya, yang benar itu hanya Rasullullah SAW dan sahabatnya saja, itulah yang seharusnya jadi acuan kita, bukan alirannya. Kalau ditanya siapa yang paling benar, jawab saja yang paling benar itu adalah Nabi SAW dan sahabat RA, cukup itu saja. Kita ikuti saja Nabi SAW dan para Sahabat RA, yaitu mereka yang sudah jelas-jelas ada jaminannya dari Allah. Bukan aliran kita, atau aliran saya, atau guru saya, atau pendapat saya yang bener, tetapi yang benar itu hanya Nabi SAW dan para sahabatnya. Jadi bagaimana semua aliran yang ada sama-sama bahu membahu bersatu bersama memikul tanggung jawab dakwah ini. Jangan sampai perbedaan yang ada malah membuahkan perpecahan antar umat dan terhalangnya umat dari tanggung jawab meneruskan risalat kenabian. Tetapi seharusnya kita jadikan perbedaan ini sebagai rahmat dan wacana keilmuan untuk dipelajari.
Kisah Ulama :
Pernah dalam suatu riwayat tentang 2 pimpinan Islam terbesar di Indonesia yaitu Buya Hamka dari Muhammadiyah dan KH. Idham Khalid dari Nahdlatul Ulama pergi Haji bersama. Ketika sholat subuh hari pertama maka KH Idham Khalid memimpin sholat subuh berjamaah sebagai Imam. Ketika itu KH Idham Khalid menyadari dibelakangnya ada Buya Hamka dari Muhammadiyah yang menganut faham sholat subuh tanpa Qunut. Walaupun KH Idham Khalid adalah dari NU yang menganut Qunut ketika subuh, tetapi ketika itu malah melakukan sholat subuh tanpa Qunut seperti Muhammadiyah. Hari esoknya, ketika Buya Hamka menjadi Imam Subuh, beliau menyadari dibelakangnya ada KH Idham Khalid dari NU yang memakai Qunut ketika subuh, maka ketika itu beliau memilih melakukan Subuh tidak seperti biasanya, bukan ala muhammadiyah tetapi ala NU yaitu dengan menggunakan Qunut. Inilah toleransi dan akhlaq yang baik yang dicontohkan oleh 2 ulama besar dalam menghadapi perbedaan. Bukannya kita malah saling menyalahkan atau saling menghujat dengan keyakinan, “saya yang paling benar”. Kebenaran itu pada hakekatnya hanya Allah yang tau, dan siapa yang paling benar yaitu Nabi SAW dan para sahabatnya RA. Selama dia mengakui Allah dan Rasulnya maka mereka saudara kita. Jangan kita pernah merasa menjadi yang paling baik dan paling benar karena ini sifatnya setan. Posisikan diri kita sebagai orang yang ingin menambah ilmunya, dengan demikian kita akan siap menerima perbedaan. Inilah maksud dari hadits Nabi SAW bahwa perbedaan diantara umatku ini adalah Rahmat. Sedangkan yang bukan rahmat dan mendatangkan Laknat adalah jika perbedaan menjadi perpecahan dan permusuhan.
Namun usaha dakwah ini bukannya mengharamkan kerja politik, hanya saja orang tua kita tidak menginginkan kerja ini dipolitisir untuk kepentingan golongan. Yang seharusnya kerja ini menjadi pemersatu ummat asbab dunia politik menjadi pemecah belah ummat. Asbab kerja ini sudah banyak orang dari berbagai macam firqoh yang ada tetapi mereka bisa bersatu dan saling bahu membahu dalam kerja ini tanpa harus mengedepankan kepentingan masing-masing. Ini karena dalam usaha ini yang ada kepentingan Agama dan Ummat.
- § Bagaimana cara menuntaskan kemiskinan dan masalah negara, jika tidak ada perbaikan ekonomi ?
“…Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan nasib suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri…” (13:11)
Maksudnya adalah Allah Ta’ala baru mau membantu suatu kaum untuk berubah dari keadaan buruk menjadi keadaan baik setelah kaum itu mau berusaha untuk merubah kehidupannya sendiri. Allah akan mendatangkan perbaikan pada suatu kaum jika kaum itu mau buat usaha perbaikan. Apa yang harus diperbaiki pertama kali yaitu kondisi agamanya, karena baik atau buruknya manusia tergantung pada kondisi agama yang ada diri mereka. Sedangkan Agama ini adalah solusi yang Allah berikan untuk menyelesaikan seluruh masalah manusia sampai hari kiamat.
Hari ini orang sibuk menilai kerja ini untuk akherat saja dan melupakan masalah-masalah Riil, yang nyata, yang ada di dunia ini dan bagaimana mengatasinya. Ini adalah pendapat yang keliru. Kita sebagai hamba Allah memang diperintahkan untuk menyelesaikan masalah dengan asbab dan do’a. Nabi SAW mengajarkan kita untuk dapat menyelesaikan masalah ini dengan memohon pertolongan Allah. Dengan demikian keyakinan kita dapat terjaga dari syirik. Ini karena rasa mampu atau berkuasa menyelesaikan masalah dengan mengandalkan diri atau yang lain selain dari Allah, merupakan syirik kecil. Dalam menyelesaikan masalah yang ada ini tentu diperlukan asbab-asbab atau cara-cara untuk menyelesaikan masalah. Namun asbab orang beriman dalam menyelesaikan masalah ini adalah amal-amal agama atau perintah Allah. Jadi yang perlu kita cari tahu adalah apa perintah Allah ketika dalam keadaan susah.
Allah berfirman :
“Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu….”
Sahabat dahulu karena tingkat keimanan mereka sudah benar, sehingga mampu menyelsaikan seluruh masalah mereka sehari-hari hanya dengan sholat 2 rakaat saja. Jadi sholat 2 rakaat sahabat ini mampu mendatangkan pertolongan Allah dalam kehidupan mereka. Sahabat dengan sholat 2 rakaat mampu :
- Mengeluarkan air dari tanah
- mendatangkan hujan hanya pada kebunnya
- membawa 10.000 tentara berjalan diatas air tanpa air menyentuh telapak kaki kudanya
- menghidupkan keledai yang mati
- Menyelesaikan masalah kelaparan
- Dan lain-lain
Kisah Abu Bakar RA :
Setelah wafatnya Nabi SAW terjadi kekacauan di dalam ummat islam diantaranya :
- Orang murtad dimana-mana
- Orang islam tidak mau membayar zakat ( ekonomi mandeg )
- Nabi-nabi palsu bermunculan
- Musuh Islam di luar madinah sudah siap menyerang ummat islam.
Dimana Abu Bakar RA dengan penuh keyakinan bahwa Allah akan menolong mereka. Jika kita keluar di jalan Allah untuk melaksanakan perintah Allah, maka pasti Allah akan tolong kita. Ketika itu kira-kira 1 minggu, 7 hari saja, sahabat-sahabat di kota Madinah semuanya buntu, tidak mempunyai jalan keluar atau solusi. Orang-orang di madinah hanya memikirkan bagaimana nasib orang-orang islam dan siapa yang akan menggantikan Nabi SAW, ini saja kesibukan sahabat selama seminggu. Asbab kefakuman sahabat ini tidak keluar di jalan Allah, sehingga menyebabkan 100.000 orang islam menjadi murtad. Satu minggu saja sahabat ini vakum dari dakwah, dari keluar di jalan Allah, walaupun di jaman itu hidup ulama-ulama besar dan sahabat-sahabat yang besar dan kuat, 100.000 orang murtad dari islam. Lalu Nabi palsu bermunculan, dan tentara Rome sudah sampai di perbatasan siap masuk ke madinah untuk menghancurkan ummat islam. Jadi keputusan Abu Bakar ini untuk mengeluarkan seluruh laki-laki ke luar madinah di jalan Allah ini sungguh tidak masuk diakal bagi sahabat yang lainnya. Apalagi ketika itu hewan-hewan buas bisa masuk kapan saja memangsa wanita dan anak-anak di Madinah, jika semua laki-lakinya keluar dari Madinah. Secara logika laki-laki yang ada seharusnya dibagi menjadi dua yaitu yang menjaga dalam kota dan yang menjaga diluar kota atau yang pergi di jalan Allah. Tetapi disini Abu Bakar RA justru menyuruh laki-lakinya untuk semuanya keluar pergi di jalan Allah.
Abu Bakar RA menyelesaikan masalah dengan menggunakan 2 prinsip :
- Prinsip Taqwa :
à Takwa ini maksudnya adalah Sempurna Amal. Jadi atas dasar prinsip ini, Abu Bakar RA tidak rela dijamannya agama ini berkurang sedikitpun walaupun itu hanya seutas tali yang mengikat leher hewan korban. Fikirnya Abu Bakar RA ini adalah bagaimana agama dapat sempurna diamalkan oleh umat islam ketika itu. Inilah prinsip yang digunakan untuk menghadapi orang-orang islam yang tidak mau membayar zakat. Jadi mereka diancam akan diberantas jika mereka tidak mau membayar zakat.
- Prinsip Tawakkul :
à Abu Bakar RA lebih rela melihat keluarga Nabi dalam bahaya, dibanding harus melihat agama dalam bahaya. Jadi bagi Abu Bakar RA, derajat Agama ini lebih utama dibanding keluarga Nabi SAW dan ummat islam itu sendiri. Agama lebih penting untuk diselamatkan dibandingkan ummat itu sendiri. Abu Bakar RA, mengirimkan semua laki-laki keluar dijalan Allah dan berserah diri kepada Allah atas keadaan di Madinah inilah Tawakkalnya Abu Bakar RA. Prinsip ini yang digunakan untuk menghadapi orang murtad, nabi palsu, dan musuh islam yang mau menyerang madinah dari luar.
Disinilah terdapat 2 perbedaan pemikiran dan menyangkut kepada masalah keimanan. Dimana Abu Bakar RA yakin jika semua pergi di jalan Allah mendakwahkan agama Allah, maka nanti Allah akan selesaikan semua masalah : orang murtad, nabi palsu, yang tidak mau bayar zakat, dan pasukan romawi yang sudah siap menyerang. Hanya dalam waktu tempo 3 hari saja setelah semua pergi di jalan Allah akhirnya masalah terselesaikan : Madinah tetap aman, 100.000 orang murtad masuk islam lagi, orang membayar zakat lagi, Nabi palsu dapat ditumpas, dan Pasukan romawi mundur. Kenapa pasukan Romawi mundur ? mereka mengira karena melihat sangking banyaknya laki-laki yang pergi dakwah di jalan Allah meninggalkan kota madinah, kesimpulannya pasti laki-laki yang tinggal di dalam Madinah lebih banyak lagi. Jadi siapa yang menyelesaikan masalah ? Allah.
Dalilnya adalah dalam Al Qur’an Allah berfirman mahfum :
“Barangsiapa menolong agama Allah, maka Allah akan tolong dia….”
Maksud dari ayat tersebut menurut ulama bukannya Allah mencari atau membutuhkan pertolongan kita. Ini namanya kesalah fahaman. Allah ini Maha Kuasa dan kekuasaannya tanpa batas. Jika Allah sudah menjaga atau melindungi seseorang, siapa yang mampu mencelakakannya ? begitu pula jika Allah sudah berkehendak mencelakakan seseorang, siapa yang mampu untuk melindungi ? Apa yang Allah mau, Allah SWT tinggal berkehendak saja maka terjadilah apa yang Allah kehendaki. Seluruh mahluk tidak akan dapat menolak atau menghalangi daripada apa yang Allah kehendaki walaupun mereka semua bersatu untuk melawan Allah. Seluruh mahluk ini bergantung pada Allah karena segala sesuatu ini bergerak asbab adanya iradah, keinginan, daripada Allah Ta’ala. Bagaimana kita mampu menolong Allah sedangkan kita tidak mampu menolong diri sendiri walaupun itu hanya untuk mengedipkan mata saja, inipun harus dengan pertolonngan dan izin dari Allah Ta’ala. Manusia tidak akan bisa mengangkat atau mengedipkan matanya tanpa pertolongan dari Allah. Jadi maksud ayat ini adalah Allah menawarkan kita untuk menolong agamanya, ini untuk memuliakan kita. Kalau kita tidak ditolong oleh Allah, maka kita ini tidak akan bisa menyelesaikan masalah-masalah yang ada walaupun itu hanya masalah kecil. Hanya dengan pertolongan Allah saja kita dapat menyelesaikan masalah-masalah yang ada, mendapatkan kemenangan, kejayaaan, dan kesuksesan dunia dan akherat. Jadi usaha kita ini yang harus kita fikirkan adalah bagaimana pertolongan Allah dapat datang kepada kita. Caranya adalah dengan menolong agama Allah.
Hari ini kita tidak sadar, bahwa umat dari segi qualitas dan quantitas kebendaan jauh lebih baik daripada kehidupan para sahabat. Dari segi makanan, pakaian, rumah, transportasi, semuanya umat islam kini jauh lebih baik dibandingkan dengan apa yang dimiliki oleh sahabat RA. Tetapi kenapa sahabat dahulu dimuliakan dan sementara kita dihinakan ? Pertolongan Allah turun bercurah-curah dijaman sahabat, sementara kita jauh dari pertolongan Allah. Ini karena yang rusak dari kehidupan kita adalah kondisi agama kita saat ini. Padahal agamanya sama, tetapi pengamalannya yang berbeda antara kita dan sahabat. Para sahabat dari kebendaaan : pakaian, makanan, rumah, dan transportasi tidak begitu bagus, bahkan terbelakang, tetapi agama sempurna dijalankan dalam kehidupan mereka. Inilah yang menyebabkan mereka mulia. Agama wujud 100% di rumah-rumah sahabat dan dalam kehidupan mereka sehari-hari sehingga Allah ridho pada mereka.
Di dalam sebuah Bayan / Ceramah di Markas Dakwah Malaysia, si Mubayin ini bilang :
“Kalau umat islam ini berhadapan dengan syetan atau dengan kekufuran daripada orang-orang kafir, hanya dengan kekuatan seperti mereka ( tawajjuh pada teknologi atau asbab-asbab seperti yang dimiliki orang kafir ), umat islam tidak akan pernah menang dan selalu kalah. Contoh : Nabi Adam itu Islam dan Siti Hawa juga Islam, tetapi ketika berhadapan dengan iblis atau syetan, mereka kalah, sehingga di keluarkan dari syurga dikirim ke dunia ini. Nabi Ibrahim AS, berlawanan dengan Namrud, dia dilemparkan kedalam api, juga tidak mampu berbuat apa-apa. Jika kita hanya selalu mengandalkan kekuatan-kekuatan seperti mereka, maka yang akan datang hanyalah kekalahan. Menangnya umat islam, orang-orang beriman ini, hanya dengan pertolongan daripada Allah Ta’ala.”
Jadi untuk dapat menyelesaikan masalah ummat termasuk masalah utang negara dan masalah lain sebagainya hanya bisa diselesaikan hanya dengan mengharapkan bantuan Allah. Tidak bisa kita menyelesaikan masalah hanya dengan bantuan daripada materi saja. Seperti negara yang dilanda masalah dan berbagai macam krisis, coba-coba menyelesaikan masalah yang ada dengan mengutang kesana kemari. Problem yang diselesaikan dengan cara ini tidak akan habis. Mungkin bukan saja masalah tidak akan selesai, tetapi akan menambah masalah. Walaupun di nagara tersebut di hujani dengan emas, umat islam ini tidak akan selesai masalah yang mereka hadapi. Ini selama umat islam ini tidak memperbaiki daripada amalnya. Hanya dengan usaha kenabian umat islam akan terangkat derajatnya, akan ditolong dan diselamatkan oleh Allah Ta’ala. Jadi usaha nubuwah ini bukanlah usaha yang kecil. Inilah kita sebabnya diminta supaya mau berkorban untuk usaha nubuwah ini. Kalau kita mau korban terjun dan terlibat dalam usaha ini, maka yang pertama-tama Allah akan perbaiki adalah diri kita sendiri. Sedangkan janji Allah ini adalah pasti.
Kata ulama dalam Al Qur’an Allah berfirman mahfum :
“Barangsiapa yang berjuang di jalan kami pasti kami tunjukkan jalan kami…”
Kata ulama “Pasti” disini dalam sastra arab, maknanya yang terkandung dalam ayat tersebut mempunyai kekuatan janji Allah sebanyak 12 kali yaitu pasti ( 12 kali ) akan diberikan Allah Petunjuk. Petunjuk apa yaitu petunjuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada. Jadi untuk menyelesaikan masalah itu mudah saja, tidak usah banyak teori, cukup dalam sunnah saja, kehidupan sahabat sudah dapat menyelesaikan masalah semuanya. Caranya yaitu ummat islam kembali pada kerja dakwah ini dan pergi di jalan Allah, secara berganti-ganti atau bergiliran. Nanti Allah Ta’ala akan selesaikan semua masalah. Ummat islam dan amal islam akan menjadi kuat. Selama Ummat Islam dalam keadaan bergerak, maka Allah akan selesaikan semua masalah. Allah akan tolong ummat ini dan Allah akan ciutkan hati orang kafir terhadap ummat islam.
Allah berfirman :
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang beriman diantara kamu dan yang mengerjakan amal-amal sholeh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana mereka telah menjadikan orang-orang sebelum kamu berkuasa, dan sungguh dia akan menguhkan bagi mereka Agama yang telah di RidhoiNya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar keadaan mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa… ” ( 24 : 55 )
Ini adalah janji dari Allah dan resep untuk menyelesaikan masalah-masalah yang collossal yang sulit bagi manusia menyelesaikannya. Seperti yang terjadi di Jaman Nabi Musa AS bagaimana Allah menyelesaikan masalah ummat :
Kisah Nabi Musa AS dan Ummatnya :
Seperti kisah Nabi Musa AS dengan Bani Israil sewaktu mereka tersesat di lembah yang kering kerontang, tidak ada tempat atau bangunan untuk bernaung, tidak ada makanan untuk dimakan, tidak ada air untuk diminum. Mereka 40 tahun tersesat di lembah itu, tidak ada jalan keluar. Allah beri pertolongan kepada Nabi Musa dan Bani Isaril karena perjalanan mereka dalam rangka menolong agama Allah. Bagaimana Allah menolong mereka ? yaitu Allah perintahkan awan untuk menaungi mereka dari sengatan sinar matahari. Selama 40 tahun awan Allah kirim untuk menaungi Bani Israil, sehingga mereka terselamat dari sengatan Matahari. Walaupun mereka tidak punya rumah, tidak punya tempat bernaung, tetapi karena mereka sibuk memperjuangkan agama Allah, maka Allah selesaikan masalah mereka. Lalu bagaimana dengan makanan, di Al Qur’an diceritakan bagaimana Allah menyelesaikan masalah ini, yaitu Allah turunkan daripada langit makanan dari surga, Manna dan Salwa. Bani Israil di supply Allah selama 40 tahun makanan turun dari langit, tanpa kerja, tidak ada pabrik, tidak ada pertanian, tidak ada apa-apa. Makanan di supply oleh Allah dari langit selama 40 tahun, bukan 1 atau 2 hari tetapi 40 tahun, untuk bani israil tanpa mereka harus mengerjakan apa-apa, karena mereka sibuk memperjuangkan agama Allah Ta’ala. Lalu bagaimana Allah menyelesaikan masalah krisis air, kekurangan air minum, yaitu dengan memerintahkan Musa AS untuk memukulkan tongkatnya kepada batu yang kering. Sehingga dari batu yang kering ini terpancarlah 12 mata air keluar dari batu tersebut selama 40 tahun tidak berhenti mengeluarkan air. Selama 40 tahun Bani Israil tidak pernah kekurangan air. Lalu datanglah krisis pakaian, kekurangan pakaian dan tidak adanya bahan untuk membuat kain. Ini karena pakaian hanya layak pakai untuk beberapa tahun saja setelah itu rusak. Bagaimana Allah selesaikan masalah ini yaitu Allah buat baju yang mereka kenakan awet, tidak rusak-rusak selama 40 tahun. Lalu bagaimana dengan bayi-bayi yang baru lahir, disini Allah buat semua bayi yang lahir dari perut seorang ibu Bani Israil sudah terlahir dengan mengenakan pakaian ketika keluar dari perut ibunya. Lalu bagaimana ketika bayi itu beranjak besar, maka dengan kuasa Allah seiring dengan pertumbuhan badan bayi maka bajupun membesar mengikuti pertumbuhan bayi tadi. Semua kebutuhan pokok mereka selama 40 tahun terpenuhi sehingga mereka hidup dalam keteduhan, makanan yang cukup, air yang tidak pernah kering, dan baju yang awet. Kata ulama ini semua sengaja Allah ceritakan kepada kita untuk diambil sebagai pelajaran, agar kita jangan takut dengan masalah-masalah kecil seperti ini. Allah akan selesaikan masalahnya, tidak ada asbabpun Allah mampu selesaikan masalah manusia. Allah mampu menyelesaikan masalah manusia tanpa asbab sebagaimana masalah Bani Israil dapat Allah selesaikan tanpa asbab. Di lembah kering tidak ada apa-apapun Allah mampu selesaikan masalah Bani Israil, tanpa asbab lagi, apalagi hanya masalah-masalah yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini.
Tidak ada masalah yang besar disisi Allah, semua masalah kecil bagi Allah, tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah. Semua masalah yang tidak mungkin bagi manusia, semuanya mungkin-mungkin aja bagi Allah. Semua masalah besar bagi manusia jika ada pertolongan Allah kecil jadinya. Semua masalah kecil bagi manusia tanpa bantuan dan pertolongan Allah maka masalah itu bisa menjadi masalah besar bagi manusia. Dari sebuah lembah yang kering kerontang Allah sanggup penuhi kebutuhan hamba-hambanya dari sandang (pakaian), pangan (makan-minum), dan papan (tempat bernaung) untuk mereka. Apalagi di negeri indonesia ini yang kononnya kaya raya akan sumber daya alamnya. Namun karena kita tinggalkan daripada usaha agama ini, maka di negeri yang subur makmurpun dan kaya akan sumber daya alamnya ini, kita justru susah di negeri ini. Inilah yang kita lihat daripada kenyataan. Ini karena keberkahan ditarik oleh Allah SWT, daripada negeri yang nampak makmur dan kaya ini, asbab kita tinggalkan daripada usaha agama ini. Jika kita mau kembali menghidupkan usaha agama ini, maka perkara-perkara lain akan diperbaiki oleh Allah Ta’ala. Semua urusan dari ekonomi, pertanian, cuaca, musibah-musibah, akan diperbaiki oleh Allah Ta’ala. Cukup dengan kerja ini maka Allah mampu selesaikan segala masalah kita.
Jadi jalan paling baik menyelesaikan masalah ummat ini adalah dengan cara seperti yang digunakan oleh Abu Bakar RA :
1. Iman dan Amal Sholeh yang sempurna
à Prinsip Ketaqwaan
2. Menolong agama Allah, Fissabillillah
à Prinsip Ketawakkalan
Namun selain dari pada itu perlu juga kita lihat resep dari Nabi SAW agar tegakknya suatu negara dengan baik ini ada 4 pilar :
1. Dengan Ilmunya para Alim Ulama dan Cendikiawan
2. Dengan Kedermawanan orang-orang kayanya
3. Dengan Do’anya para orang-orang Fakir
4. Dengan Keadilannya para penguasa
Jadi 4 alat atau pilar inipun juga harus kita usahakan, agar terbentuk negara yang aman dan sejahtera. Ini karena :
1. Ilmunya ulama dan cendikiawan ini dapat memberikan solusi pada ummat
2. Kedermawanan orang kaya ini dapat membantu roda ekonomi dan merapatkan gap antar yang kaya dan yang miskin
3. Doa para fakir miskin ini bisa mendatangkan pertolongan Allah karena Allah sangat dekat dengan para Fakir Miskin
4. Keadilan dan Hukum penguasa ini dapat membuat rakyat merasa aman dan tentram
Namun ada dalam suatu riwayat mahfum : Allah akan datangkan kepada suatu kaum atau bangsa yang sudah melampaui batas ini nanti seorang pemimpin yang dzalim, yang tidak sayang pada yang tua, dan tidak mempedulikan yang muda. Jadi untuk melihat kondisi suatu bangsa atau kaum lihat saja pemimpinnya karena pemimpin itu adalah refleksi dari kehidupan kaumnya atau bangsanya. Agar datang pemimpin yang baik dari ummat, maka kita harus buat kerja atau usaha atas ummat agar menjadi lebih baik lagi. Namun bagaimana cara memperbaiki keadaan ummat yang sudah rusak ini ?
Imam Malik Rah. A berkata :
“Tidak ada cara lain untuk memperbaiki ummat saat ini selain menggunakan cara Nabi SAW ketika memperbaiki Ummat pada kurun Awal.”
Apa itu cara Nabi SAW, Allah berfirman :
“Katakanlah (hai Muhammad SAW) : ini adalah jalanku, Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (manusia) kepada Allah dengan Hujjah yang nyata…” (12:108)
Jadi hanya dengan dakwah ummat akan terperbaiki karena dakwah ini adalah sarana atau alat untuk mempromosikan atau menyebar luaskan agama. Sudah tertulis dalam sejarah setiap ummat terdahulu setelah tidak ada lagi kerja dakwah dari nabi-nabi mereka maka kecenderungan mereka akan menjadi kafir melalui tahapan :
- Tahap Pertama manusia akan meninggalkan amal ibadah
- Tahap Kedua manusia akan mengerjakan maksiat atau perbuatan mungkar
- Tahap Ketiga manusia akan meninggalkan agama menjadi kafir atau murtad karena sudah tidak ada lagi keyakinan pada agama bahwa agama dapat menyelesaikan masalah.
- § Apa pandangan jemaah Tabligh mengenai Terorisme ?
Ulama katakan :
“Seseorang tidak akan mampu mengangkat pedang di jalan Allah sebelum ia mampu menahan diri dari mengangkat pedang karena Allah.”
Bagaimana Ali RA ketika ia hendak menebas leher musuhnya di medan perang lalu musuhnya meludahi. Ketika itu pula Ali RA meninggalkan musuhnya yang akan ditebas. Melihat hal itu sang musuh mengejarnya dan bertanya kenapa Ali RA tidak jadi menebasnya. Lalu Ali RA menjawab, “Aku tidak jadi menebasmu karena aku takut ketika kamu meludahiku timbul rasa marah sehingga aku takut niatku membunuh karena Allah ternodai oleh nafsu amarahku.” Yang namanya kemenangan bukannya menebas leher musuh dengan ujung pedang, tetapi yang namanya kemenangan dalam Islam yaitu ketika melihat manusia masuk Islam berbondong-bondong. Inilah yang namanya kemenangan dalam islam, bukannya membunuh manusia, tetapi melihat manusia masuk kedalam islam.
Dengan Dakwah ini nanti Allah hancurkan musuh Islam dengan caranya sendiri seperti :
- Nyamuk kecil Allah kirim untuk memnghancurkan Raja Namrud yang besar
- Air yang menyelamatkan Musa AS tetapi menenggelamkan Firaun
- burung ababil yang mengalahkan pasukan Abrahah
- Kaum Luth dengan sekali teriakan malaikat, dll
Walaupun begitu pandangan resmi dari ulama atau masyaikh dalam kerja dakwah ini tidak ada. Kecenderungan gerakan ini adalah tidak melibatkan diri dalam perbedaan pendapat atau pandangan, dan hanya memfokuskan diri dalam kerja dakwah saja. Namun inti dari kerja ini dapat memberikan gambaran tentang terrorisme. Seperti yang sudah di jelaskan bahwa kita ini adalah Ummat yang Da’i, yaitu ummat yang memikirkan bagaimana ummat manusia ini dapat selamat dari adzab Allah dunia dan akherat. Inilah fikir yang harus dimiliki oleh seorang da’i, yaitu bagaimana ummat ini bisa selamat di dunia dan di akherat. Namun untuk bisa mempunyai fikir ini kita harus bisa mempunyai rasa sayang kepada ummat, bukan membenci ummat. Di dalam perjalanan hidup Nabi SAW tidak pernah Nabi SAW ini membenci seseorang kecuali daripada kekafirannya atau keyakinannya atau cara hidupnya, inilah yang Nabi SAW benci bukan individunya.
Kisah Kasih Sayang Nabi SAW :
- Pernah suatu ketika Nabi SAW sering dikerjai oleh seorang pemuda quraish, namun ketika pemuda itu sakit Nabi SAW mengunjunginya. Asbab melihat akhlaq dan kasih sayang Nabi SAW ini akhirnya pemuda ini masuk islam.
- Pernah Nabi SAW menangisi seorang pemuda yahudi yang mati belum mengucapkan kalimat syahadat. Lalu sahabat bertanya, “Mengapa engkau menangisi seorang anak yahudi yang tidak beriman ?” lalu Nabi SAW jawab, “Aku menangis karena satu lagi manusia bertambah, masuk ke dalam neraka Allah.”
- Ada seorang tua yahudi buta yang selalu menghina Nabi SAW, tetapi dia tidak tahu bahwa orang yang selalu memberinya makan dan menyuapinya makan adalah Nabi SAW itu sendiri. Hingga akhirnya ketika dia mengetahui bahwa orang yang memberinya makan daan menyaupinya makan adalah orang yang selama ini dia hina dan caci maki, akhirnya si yahudi buta ini masuk islam.
- Apakah Dakwah sudah disampaikan ?
- Apakah Agama terhalang di daerah itu ?
- Apakah orang islam di dzalimi di daerah itu ?
- Apakah Ummat sedang diserang oleh musuh-musuhnya ?
Dijaman Nabi SAW ketika berperang :
- Tidak boleh merusak keadaan kampung bahkan tempat-tempat peribadatan ummat lain sekalipun.
- Tidak boleh menyakiti wanita, anak-anak, dan orang tua yang sudah udzur.
- Niat perang karena Allah bukan karena harta, dendam, dan lain-lain.
- Tidak boleh bunuh diri dalam perang walaupun dalam keadaan kesakitan.
1. Nabi kita ini adalah Rahmatan Lil Alamin dan Kaffatan lin Naas
à Rahmat seluruh alam dan untuk seluruh manusia
2. Al Qur’annya adalah Huddallin Naas
à Petunjuk bagi seluruh manusia
3. Ummatnya adalah Choiru Ummat dan Ukhrijat lin Naas
à Ummat yang terbaik dan dilahirkan ditengah manusia
Seharusnya ini sudah bisa dijadikan tolak ukur tanggung jawab kita terhadap ummat manusia saat ini. Inilah beban yang kita pikul atas seluruh manusia yaitu sebagai contoh suri tauladan untuk seluruh manusia, bukannya sebagai contoh gagal atau contoh yang rusak.
- § Kenapa harus ke India, Pakistan, Bangladesh ? kenapa tidak ke Mekkah atau Madinah saja ?
1. Di Kordova, Spanyol, ketika islam membangun universitas islam dunia saat itu.
2. Di Bukhara, Rusia, tempat pusat dakwahnya Imam Bukhari saat itu.
3. Di Baghdad, Irak, tempatnya para ulama dan tersebarnya ilmu pengetahuan
4. Di Turkey sebagai pusat kekhalifahan islam yang terakhir
5. Di Mesir tempat kebangkitan ilmu-ilmu agama dan gerakan islam
6. Dan sekarang di India, Pakistan, Bangladesh, sebagai perintis kembali kerja dakwah
Namun asbab ada fikir dan risaunya seorang ulama di India yaitu Syekh Maulana Ilyas Rah.A, beliau terilhami untuk membuat usaha dakwah Nabi SAW lagi. Selama 10 tahun beliau Rah.A buat kerja dakwah sehingga terbentuk rombongan pertama Khuruj Fissabillillah dari orang-orang mewat yang sangat terkenal Jahilliyahnya dan Kebodohannya ketika itu. Lalu dilanjutkan oleh anaknya seorang ulama yang mustahak dikalangan para ulama di India yaitu Syekh Maulana Muhammad Yusuf Al Khandalawi sebagai pemimpin gerakan Tabligh. Setelah Syekh Maulana Yusuf Rah. A wafat maka kepemimpinan dilanjutkan atas dasar keputusan musyawarah para ulama. Musayawarah para ulama inilah yang memutuskan bahwa tampuk kepemimpinan berikutnya dipegang oleh Hadratji Syekh Maulana Innamul Hasan Rah.A. Kerja dakwah ini menyebar keseluruh dunia asbab fikir mereka para orang tua dari India, Pakistan, dan Bangladesh. Setelah hadratji wafat maka kepemimpinan kali ini dilanjutkan oleh syuro dunia yang terdiri dari Maulana Muhammad Saad, Maulana Zubair, Syekh Abdul Wahab, dan Mufti Zainal Abidin.
Jadi karena para Masyeik dan para orang tua kita yang telah merintis kerja ini berasal dari ke tiga negara tersebut, sehingga dijadikanlah berdasarkan keputusan musyawarah para ulama dari gerakan ini untuk menjadikan ke tiga negara tersebut sebagai tempat untuk belajar dan pemantapan pemahaman kerja dakwah. Inilah yang dirintis saat ini bagaimana ummat diseluruh dunia mau kembali dalam kerja dakwah. Bukannya untuk memonopoli kerja ini dari ke 3 negara tersebut, karena suatu saat kerja dakwah inipun akan pulang kampung yaitu ke Mekkah Al Mukkarromah dan Madinah Al Munawaroh. Hanya saja sebelum kembali kesana. Namun untuk saat ini 3 negara tersebut merupakan tempat mengkoordinir kerja dakwah di seluruh pelosok dunia saat ini.
- § Sampai kapan kita harus membuat amalan ini ?
Usaha ini adalah usaha atas napak tilas pergerakan dan pengorbanan para sahabat. Seseorang pernah bertanya kepada seorang Masyaikh dari pakistan, “Apa batasan akhir dari perjalanan seseorang ini dalam membuat Amal Maqomi dan Amal Intiqoli ini ?” jadi maksudnya apa batasan akhir dari amalan dakwah ini sehingga orang tersebut sudah dapat dikatakan sampai pada maksud dan tujuannya. Masyeikh katakan “Yaitu ketika pengorbanan ummat ini sudah sampai pada level seperti pengorbanan para sahabat.” Sangking tingginya pengorbanan para sahabat ini sehingga mereka bisa menarik langsung apa saja yang ada dari khazanah Allah kapanpun mereka perlukan. Iman mereka ini, para sahabat RA, sudah sampai pada taraf walaupun diperlihatkan pada mereka surga dan neraka, maka Iman mereka sudah tidak dapat naik lagi ataupun berkurang. Namun selama kita ketika ditaskil masih ada rasa berat, masih merasa memerlukan ini dan itu, dan masih terkesan hati kita pada selain Allah, berarti kerja atas nishab waktu 40 hari, 4 bulan, ini adalah yang terbaik bagi kita untuk dilakukan dalam rangka islah dan dalam rangka perjalanan mendekati kepada kehidupan sahabat RA. Jika dia sudah bisa ditaskil kapan saja diperlukan untuk agama, sehingga dalam hidupnya tidak ada lagi yang lebih penting dari perintah Allah dan rasulnya, maka ketika itu nishab waktu sudah tidak berlaku lagi buat dia, yang ada hanya pengambilan takaza kapanpun dia diperlukan dia siap. Sahabat ini kapan saja ada takaza atau permintaan untuk fissabillillah mereka selalu siap sehingga tidak ada nishab waktu diantara sahabat, yang ada kapan dibutuhkan mereka selalu siap dan tidak ada keraguan sedikitpun untuk meninggalkan yang mereka punya. Sahabat sudah meletakkan hidupnya untuk mencapai maksud, sehingga siap mengorbankan segala-galanya kapan saja diminta untuk fissabillillah. Inilah sahabat, sedangkan kita belum bisa seperti itu. Mereka, para sahabat RA, sudah tidak terkesan lagi pada apa yang mereka miliki, tetapi hanya pada apa yang Allah janjikan.
Seseorang ulama bertanya kepada Masyeik Pakistan, “Mengapa anda mau ikut dalam usaha ini yang tidak ada haditsnya mengenai tentang nishab 40 hari, 4 bulan, di jalan Allah tersebut ?” Lalu Masyeikh katakan, “Andaikata ada suatu usaha lain yang lebih baik daripada usaha ini dalam memperbaiki kehidupan ummat maka saya akan bantu dan ikut dalam perjuangan usaha tersebut !” Tetapi masalahnya saat ini yang ada dan banyak membawa ummat kepada perbaikan hanyalah usaha ini dan telah nampak hasilnya. Dan usaha atas amar ma’ruf atau kerja dakwah ini adalah usaha yang paling diperlukan ummat saat ini.
Nabi SAW ditarbiyah oleh Allah agar gantungannya benar dengan cara memisahkan beliau dengan orang-orang yang disekitarnya dan yang dicintainya. Beliau SAW sebelum berdakwah diberi gelar oleh orang-orang “Al Amin”, “Yang Terpercaya”. Dan dicintai oleh banyak orang. Namun setelah datang perintah untuk berdakwah, orang yang sama yang memberi beliau gelar Al Amin memberi gelar yang baru menjadi “Al Majnun”, “Orang Gila”. Dan orang-orang yang mencintainya menjadi orang-orang yang paling benci dengannya bahkan dari kalangan keluarganya sendiri. Dari kecil Beliau SAW di tarbiyah agar selalu mempunyai gantungan yang benar agar tidak tawajjuh kepada selain Allah. Belum lahir, ayahnya tempat seorang anak bergantung sudah wafat. Lalu baru sesaat bertemu ibunya ditengah perjalanan pulang ibunya wafat. Pamannya yang selalu melindunginya ketika saat-saat dibutuhkan dalam dakwah beliau juga Allah wafatkan. Istri beliau, Khadijah R.ha, yang selalu mendukungnya dalam kerja dakwah dan yang selalu menghiburnya dikala susah juga Allah wafatkan pada kurun masa awal kenabian. Beliau telah kehilangan segalanya dan kehilangan tempat bergantung selain kepada Allah. Bagaimana Allah mentarbiyah sahabat agar mempunyai tarbiyah yang sama seperti Nabi SAW sehingga gantungannya hanya kepada Allah, Sahabat RA diperintahkan untuk hijrah bersama Nabi SAW meninggalkan segalanya dari anak, istri, harta, jabatan, kampung halaman, dan lain-lain.
Lalu bagaimana teguhnya Nabi SAW mempertahankan kerja dakwah ini yaitu ketika beliau ditawarkan harta, jabatan, dan wanita oleh para petinggi quraish, apa jawab Nabi SAW, “Walaupun engkau mampu meletakkan bulan ditangan kananku dan matahari ditangan kiriku, Aku tidak akan tinggalkan kerja dakwah ini walaupun hanya sekejap saja. Pilihannya hanya dua yaitu mati dalam mendakwahkan agama Allah, atau hidup melihat agama tersebar.” Inilah keteguhan Nabi SAW memegang usaha dakwah. Inilah maksud dari usaha ini bagaimana fikir nabi menjadi fikir kita, risau nabi menjadi risau kita, kesedihan nabi menjadi kesedihan kita, kecintaan nabi menjadi kecintaan kita, mijaz nabi menjadi mijaz kita. Ini diperlukan pengorbanan dan training khusus yang dilakukan secara terus menerus sampai pada akhirnya wujud dalam diri kita. Inilah mengapa kita penting keluar di jalan Allah dan membuat amal maqomi di mesjid kita.
Dengan Usaha Nubuwah ( Kerja Dakwah ) ini bagaimana kita dapat mewujudkan kehidupan Nabi SAW didalam kehidupan kita. Bagaimana caranya ? yaitu dengan menjadikan maksud hidup nabi menjadi Maksud hidup kita, Kerja Nabi menjadi kerja kita, Fikir Nabi menjadi Fikir kita, Amal Nabi menjadi Amal kita, Perasaan Nabi menjadi Perasaan kita, Pola hidup nabi menjadi Pola hidup kita dan Do’a Nabi menjadi Do’a kita. Dengan cara inilah baru kehidupan Nubuwah akan wujud dalam kehidupan kita sebagaimana hidup di dalam kehidupan sahabat RA. Inilah targetnya yaitu menghidupkan kembali kehidupan nubuwah yang diamalkan oleh para sahabat RA kedalam kehidupan kita sehari-hari. Apa itu kehidupan Nubuwah yaitu kehidupan Nabi SAW selama 24 jam.
▪ Mengapa sering dikatakan dalam pergerakan ini bahwa Kebaikan Dakwah itu untuk diri sendiri bukan untuk orang lain ?
Allah berfirman :
“Wahai orang-orang yang beriman takutlah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar ( qoulan sadida ), niscaya Allah akan memperbaiki bagimu amal-amalmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu…”( 33 : 70-71 ).
Apa itu perkataan yang benar atau Qoulan Sadida yang bisa memperbaiki amal-amal ibadah kita dan menjadi asbab ampunan terhadap dosa kita ?
Allah berfirman : “Waman Ahsanu Qoulan mimman da’a Illallah”
Artinya :
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang mengajak untuk taat kepada Allah” ( 41 : 33).
Jadi dalam berdakwah itu yang perlu kita ingat adalah demi kebaikan diri sendiri dan bukan untuk memperbaiki orang lain. Mudah-mudahan dengan mengajak manusia kepada Allah ini maka pertama yang Allah akan perbaiki adalah amal-amal kita. Target dari dakwah ini adalah terperbaikinya diri kita bukan orang lain. Seperti melempar bola ke dinding, walaupun bola dilempar ke arah dinding tapi akan memantul ke arah kita juga. Jadi target dari dakwah ini seperti pantulan bola ke dinding tersebut.
Nabi Daud AS pernah bertanya kepada Allah : “ Ya Allah bagaimana caranya agar aku bisa mendapatkan cintamu ?” Lalu Allah SWT menjawab : “Ajaklah orang-orang untuk mencintaiku, maka aku akan cinta kepadamu.” Kalau Allah sudah mencintai hambanya maka pertama-tama yang Allah akan perbaiki dan tingkatkan adalah amal-amalnya.
Syekh Ibnu Atha’illah Rah.A berkata :
“Jika Allah cinta dengan seorang hamba maka Allah akan sibukkan dia setiap waktu dalam amal-amal Agama. Seluruh waktunya sibuk dengan perkara yang Allah cintai yaitu amal-amal Agama.”
Kisah – kisah :
Di akherat ada suatu kejadian tentang orang sholeh yang sudah akan masuk surga tetapi batal karena anak, istri tetangga, kerabat, dan teman-temannya tidak ridho orang sholeh tersebut masuk surga. Kenapa mereka tidak ridho ? ternyata ketika di dunia si orang sholeh ini beribadah suka sendirian dan tidak pernah mengajak yang lain (berdakwah) untuk ikut taat kepada Allah.
Namun ada kejadian lagi bahwa ada seseorang yang catatan amal buruknya sejauh mata memandang dan sudah hampir di vonis oleh Allah untuk masuk neraka. Namun Allah juga memperlihat kepada suatu catatan buku amal kebaikan yang banyaknya sejauh mata memandang. Maka orang ini kebingungan karena dia mendapat amal-amal seperti haji yang banyak, bacaan qur’an, sholat tahajud, dan sedekah yang banyak sekali, padahal dia merasa tidak pernah melakukan amal-amal tersebut. Namun Allah menjelaskan bahwa amal-amal tersebut datang dari orang yang pernah dia dakwahkan atau yang pernah dia ajak untuk taat kepada Allah. Lalu orang-orang tersebut mengajak yang lainnya untuk malakukan amal-amal yang disukai Allah. Maka seluruh amal tersebut Allah berikan kepada orang yang mengajaknya pertama kali tanpa mengurangi pahala atau amal orang yang mengerjakannya.
Jadi inti daripada dakwah tersebut adalah demi kebaikan diri kita sendiri. Atas perkara ini kita harus niatkan diri kita untuk dapat berpartisipasi dalam gerakan yang mulia ini sampai nafas yang terakhir.
Ulama sampaikan bahwa modal bekal Akherat ini cukup 2 saja :
1. Cinta pada Allah
2. Menyayangi Mahluk Allah
Dalam suatu riwayat dikatakan :
“Barangsiapa yang menyayangi yang ada di bumi maka yang di langit akan sayang kepadanya”
Allah berfirman dalam Hadits Qudsi :
“Haqqat Mahabatti ( Wajib Aku mencintai ) “ :
1. Lil Mutahabbina Fiya : “Orang yang saling mencintai karena Aku”
Hadits Nabi SAW Mahfum :
“Barangsiapa yang mencintai seseorang karena Allah Ta’ala, menghormati RabbNya, maka dia akan mampu memperoleh keagungan dan RahmatNya.” ( HR. Ahmad )
2. Lil Mutawassilina Fiya : “yang menyambung sillaturahmi karena Aku”
Hadits Nabi SAW Mahfum :
“Ya Uqbah, maukah kamu aku beritahukan tentang akhlaq penghuni dunia dan akherat yang paling utama ?” Yaitu : “Menghubungi orang yang memutuskan hubungan denganmu…” ( HR Al Hakim )
3. Lil Muttanashihiina Fiya : “yang saling menasehati pada jalanKu”
Hadits Nabi SAW Mahfum :
“Sesungguhnya agama itu adalah nasehat.” Sahabat bertanya,”Bagi siapa ya Rasullullah SAW ?” Nabi SAW menjawab, “Bagi Allah, bagi kitabNya, bagi RasulNya dan bagi ummat muslim.” ( HR Nasai )
4. Lil Mutazawirina Fiya : “yang saling menziarahi karena Aku”
Hadits Nabi SAW Mahfum :
“Mereka akan duduk dalam mimbar-mimbar bercahaya disaat orang-orang ketika itu sedang mengalami kesusahan yang hebat padahal mereka bukan dari golongan para Nabi ataupun syuhada.” Para sahabat bertanya, “Siapakah mereka itu ya Rasullullah SAW ?” Nabi SAW menjawab, “Mereka yang bertemu dan berpisah semata-mata karena Allah Ta’ala.” ( HR Ahmad )
5. Lil Mutabaazilina Fiya : “yang saling memberi pada jalanKu”
Hadits Nabi SAW :
“Adakah kamu mencintai Surga ?” sahabat menjawab,”Ya Rasullullah SAW.” Nabi SAW bersabda, “Senangkanlah saudaramu dengan apa yang engkau sukai bagi dirimu.” ( HR Ahmad )
6. Al Mutahabuna Fiyya : “yang saling berkasih sayang pada JalanKu”
Hadits Nabi SAW :
“Orang-orang yang saling berkasih-sayang karena Ku, akan berada di dalam naungan bayangan ArasyKu pada hari dimana tidak ada naungan kecuali naunganKu.” ( HR. Ahmad & Thabrani )
- · Note : Semua perkara-perkara ini yang menyebabkan Allah cinta pada hambanya terdapat dalam amalan Dakwah. Apa itu Dakwah ? yaitu mengajak manusia cinta pada Allah dan Allah cinta pada manusia.
“Tidak akan masuk surga diantara kalian sebelum kalian beriman. Tidak akan sempurna iman kalian sebelum kalian mencintai saudaramu sebagaiamana kamu mencintai dirimu sendiri.”
Rumus Agama : Dakwah = Kasih Sayang = Kesempurnaan Iman = Surga
Kasih Sayang pada Ummat yang paling utama :
Memikirkan bagaimana Nasib mereka di akherat nanti bukan memikirkan keselamatan yang sekejap saja yaitu di dunia ini. Tidak mau masuk neraka maka ajak orang untuk menjauhi Neraka, dan kalau mau masuk surga maka ajak orang untuk masuk surga.
Menurut Ulama Amalan yang paling Allah cintai dari para Nabi hanya 2 saja :
- Mengajak seluruh manusia cinta pada Allah
- Memikirkan cara bagaimana Allah bisa cinta pada manusia
Contoh Kasih Sayang Nabi dalam Dakwah :
1. Sayangnya Nabi pada Abu Jahal pamannya yang sering menyakitinya tetapi Nabi SAW tetap mengunjunginya untuk mengajaknya kepada islam sebanyak 72 kali. Hingga turun perintah untuk menghentikan kunjungannya kepada Abu Jahal dari Allah ta’ala.
2. Iqromnya Musa AS kepada Firaun sampai dia mendo’akan Firaun setiap mendapatkan musibah hingga 9 kali kejadian agar selamat dari musibah. Walaupun Firaun berulang-ulang menipunya dengan janji mau masuk islam. Hingga Allah membuat keputusan untuk menghancurkan Firaun.
Allah berfirman dalam surat Al Ashr :
Demi Masa, Sesungguhnya seluruh manusia ini dalam kerugian Kecuali :
1. Orang beriman
2. Orang beramal sholeh ( bukan hanya dimulut saja )
3. Orang yang saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran.
Tanda-tanda Allah cinta pada hambanya :
1. Diberikan kefahaman Agama
2. Disibukkan dalam amal-amal agama
3. Dilindungi dari Maksiat
4. Diberi kekuatan untuk lolos dari ujian dan cobaan-cobaan yang banyak
3 Amal yang Allah paling sukai :
1. Sholat berjamaah pada waktunya : Ibadah
2. Berbakti pada orang tua : Akhlaq
3. Berjihad di jalan Allah : Pengorbanan
Sebaik-baiknya cinta pada Allah itu adalah :
1. Mencintai yang Allah cintai, membenci yang Allah benci
2. Mencintai orang yang Allah cintai dan membenci orang yang Allah benci
3. Cinta karena Allah dan Benci karena Allah.
4. Beramal dan tidak beramal karena Allah.
▪ Mengapa Jemaah ini terkesan sangat kaku dalam penampilan sehingga seperti tidak membaur dengan masyarakat ?
Pada umumnya kebanyakan orang-orang yang pulang dari keluar di jalan Allah selama 3 hari atau 40 hari atau 4 bulan, maka kecenderungan mereka adalah akan timbul semangat yang sangat tinggi dalam mengamalkan sunnah-sunnah Nabi SAW. Sehingga sangat sulit bagi mereka meninggalkan sunnah Nabi SAW demi perkara-perkara yang tidak ada panduannya dalam agama. Contoh seperti pola makan sunnah, mengundurkan waktu sholat ketika meeting, berpakaian ke kantor dengan cara sunnah. Ini semua hanya dibutuhkan kebijakan dan pengalaman dalam bertindak. Maksud dari pada dakwah ini adalah mengambil hati orang agar terkesan pada agama Allah. Sedangkan sunnah-sunnah Nabi SAW ini adalah keperluan untuk mencapai maksud. Jadi kita harus bisa meninggalkan keperluan untuk mencapai maksud. Namun dengan catatan selama itu bukan perkara yang diharamkan atau meninggalkan perintah yang wajib di amalkan. Selain dari itu kita harus bijak melihat keadaan dan menempatkan posisi kita sesuai dengan keadaan agar objek dakwah atau orang tersebut tidak lari dari kita karena ketakutan yang tidak perlu. Namun memang dalam strategi dakwah ke daerah-daerah yang tidak menerima penampilan jemaah, maka dianjurkan agar jemaah bisa mensiasati keadaan tersebut dengan merubah penampilan agar lebih membaur kedalam masyarakat. Para orang tua kita dalam kerja dakwah ini tidak pernah menganjurkan penampilan tertentu dalam menjalani dakwah, semuanya dipulangkan kepada kebutuhan masing-masing.
Kehadiran jemaah ini dalam lingkungan masing-masing adalah untuk mensuasanai lingkungan mesjid. Jika suasana agama hidup di lingkungan mesjid itu maka akan mengundang ketertarikan orang-orang untuk mengikutinya. Bagaimana cara mensuasanainya yaitu dengan menghidupkan amalan mesjid nabawi. Jadi kepentingan daripada jemaah ini adalah hanya untuk mensuasanai suatu lingkungan. Jika lingkungan itu daerah maksiat, mudah-mudahan lingkungan tersebut akan tersuasanai dengan kedatangan jemaah. Dengan menghidupkan suasana amal mudah-mudah suasana maksiat dapat terhenti.
sumber : http://buyaathaillah.wordpress.com
0 comments:
Post a Comment